Mau Tapi Takut

3.1K 103 5
                                    

Cantik. Modis.
Wah.
Tubuh langsing. Kaki lenjang sempurna. Wajah mulus. Hidung mancung. Rambut panjang sedikit gelombang coklat.
Layaknya artis korea kurasa.
Gambaran bidadari dunia.

Pakaian trend masa kini.
Sepatu pun terbaru saat ini.
Aksesoris terunik dan tas bermerek buat semua ingin memiliki.
Wangi tubuhnya menghenyak bumi.
Riasan wajahnya yang ayu buat dirinya makin serasi.
Idaman para lelaki.
Lenggok jalannya buat jantung mereka terhenti.
Ah keren sekali.
Artis masa kini mungkin tertandingi.

Tenang. Wanita ini bukan saya.
Bukan.

Bagiku. Wanita cantik. 'Gaul'. Keren. Itu seperti itu.
Mau berjilbab atau belum.
Tak pernah kusangkal kecantikan kaumku sendiri.
Wanita manapun yang membuatku tertarik akan senantiasa kupuji.
Bahkan seringkali membuat diri ini iri.
'Oh cantik sekali.'

Sempat-sempat diri ini ingin mengikuti.
Gayanya. Tuturnya. Modelnya. Semuanya.
Agar lekuk kakiku, sedikit tubuhku ini dilihat lelaki juga membuat iri.
Seksi barangkali.
Agar diri tak dibilang 'kurang gaul' bukan wanita masa kini.
Seperti ibu-ibu yang selalu mengurung diri dengan karung goni.
Begitu ejek lelaki.

Ah ingin sekali menampilkan diri ini.
Ingin disebut cantik. Ingin disebut langsing. Ingin disebut indah. Ingin disebut seksi.
Wanita mana yang tak merona kala dipuji seperti tadi.
Karena semua wanita didunia ini pun akan terlihat cantik. Langsing. Lekuk tubuhnya indah. Seksi.
Kala mereka memang sengaja menonjolkan semuanya tadi.

Wah. Diri ibarat air didalam panci yang dipanaskan diatas tungku api.
Mendidih.
Kau lihat gejolak air yang mendidih?
Nah begitu pula hati. Kala memikirkan semuanya tadi.
Maklum. Usiaku kini transisi dari remaja menuju dewasa penuh goda meliputi.

Mau tapi takut.
Takut apa. Takut dosa sudah pasti.
Ingat ibu. Ingat guru. Ingat kawan yang sudah mengajari.
Membentuk karakter diri.
Belum lagi diri ini jadi teladan untuk adik sendiri.
Tuhanku khususnya sudah mewanti-wanti.
Dalam Qur'an surat An-Nur tersebuti.
Ah diri gamang lagi.
Nafsu diri berperang dengan nurani.
Perang paling sulit dalam hidup ini.
Perang melawan nafsu diri.

'Tak apa lah masih muda ini' teman berkata.
'Kucabut nyawamu kini' Tuhan berkata.

'Tak apa lah sesekali' teman berujar.
'Kan kucabut nyawa ibumu yang selalu mengkhawatirkanmu kini agar kau sesali sampai mati' Tuhan berkata.

'Tak apa kau berhak menikmati masa mudamu' kata teman.
'Aku pun berhak kau puja. Kau puji. Kau sembah sampai kau mati.' kata Tuhan.

'Tak apa ibumu pasti sayang padamu. Ia ingin melihatmu cantik. Modis layaknya gadis seumurmu.' ujar teman.
'Aku pun lebih menyayangimu. Kubuat ayat tersendiri hanya untuk mengingatkanmu cara melindungi dirimu.Untuk masa depanmu. Untuk akhiratmu. Jika kau turuti. Ayah ibumu mendapat pahala karena anak gadisnya tumbuh shaleha terbekahi. Adik perempuanmu mendapat pahala karena meneladani. Berapa lipat pahala kau dapati.' Ujar Tuhan.

Ah. Benar juga.
Apalah jadinya diri kala kuikuti nafsu dunia ini.
Diri ini masih sering menyakiti.
Sifat sikap ini masih sering ternodai.
Masih mau ditambahi dengan melepas-lepas jilbab ini? Atau bila tak dilepas dikurangi pahalanya karena niat dipuji lelaki.

Dipakainya jilbab ini baik-baik kadang masih mengundang dosa karena laku dan tutur baik masih terlupa.
Apalagi kalau kau nodai dengan banyak bergaya mengundang syahwat dunia.
Maka apa jadinya kala kau buka-buka.
Tuhan mana yang tak murka.

Takut.
Takut.
Takut sekali.
Apa yang hendak ku ingini.
Maafkan diri ini.

Harusnya wanita yang kupuji bukan yang begitu.
Yang sering ku temui dimesjid kala jam-jam sibuk.
Pakaiannya menjaga dirinya dari terlihatnya segala aurat.
Rapi. Terjaga. Terhormat.
Yang membuat lelaki enggan menggoda bukan ingin menggoda.
Yang membuat lelaki tertunduk malu karena ia istimewa berbeda.

Ah betul sekali. Wanita seperti ini yang harus kuteladani.
Maaf. Bukan maksud merendahkan wanita yang tadi.
Hanya Allah yang tahu bagaimana dirinya nanti.
Aku tidak hendak menjudgenya buruk sekali.
Karena itu pilihannya sendiri.

Aku hendak menyelami diri. Sejauh apa difahami.
Sebatas ini diri memahami barangkali.
Semoga wanita didunia ini memaklumi.

- by : Heera

MonologTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang