03. Hancur

16 1 0
                                    

"She had a self harm behaviour," ucap seorang teman di tengah-tengah perbincangan sore itu. Entah kenapa, aku terdorong untuk mengirimkan pesan lanjutan sendiri kepadanya. "Talk to her. Just be her friend," kukirimkan pesan singkat itu kepadanya.

Ya, aku tahu rasanya. Di saat semua terasa melelahkan semua menyerangmu. Tidak ada yang benar, tidak ada jalan keluar, semua salah, semua mentok. Atau malah mungkin, di saat tidak ada masalah sekalipun, tetapi isi kepalamu terus mendorongmu untuk mengakhiri semuanya dalam satu irisan. Aku tahu rasanya. Rasa kesepian itu saat tidak ada satupun yang memahami perasaan dan pikiranmu. Yang hanya menghakimi bahwa kamu sakit. Bahwa kamu kurang bersyukur. Bahwa kamu bodoh.

Obrolan itu berlanjut ke hal-hal lain. Mulai dari perjalanan, buku, binatang peliharaan, hingga urusan permainan. Namun, di sela-sela tawa itu, aku mulai merasa sangat lelah. Jantungku seakan ingin berhenti berdegup kembali. Hatiku kembali patah berkeping-keping. Hancur berantakan. Aku pun kembali menangis. Aku kembali hancur.

Padahal baru tadi siang aku menangis melihat segala permasalahan yang bersinggahan. Lalu kualihkan seluruh perhatianku ke buku, film, obat, doa, hingga obrolan dengan teman. Ehh, ya masa harus menangis lagi? Memang gadis bodoh!

23 Oktober 2021

Memaksakan diri meminum obat agar dapat tertidur

--

Tuhan, mengapa kau ciptakan kebencian dan kejahatan?

Apakah agar manusia memahami arti kebaikan dan kasih sayang?

Tuhan, mengapa kau ciptakan rasa sakit dan pedih?

Apakah agar manusia menghargai kebahagiaan dan tawa?

Tuhan, mengapa kau ciptakan aku?

Aku tidak pernah tahu apa artinya...

Buku Harian PenyintasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang