21. The Broken Girl

4 0 0
                                    


Sebut saja namaku Mia. Aku adalah seorang perempuan yang bertahun-tahun melewati trauma. Sejak aku masih belum bisa membaca, paman yang katanya menyayangiku ternyata lebih menyukai saat ia menggerayangi tubuhku. Saat aku sudah bisa berlari, ayah yang katanya akan menjagaku ternyata lebih memilih untuk menjepret seluruh tubuhku dengan karet gelang hanya karena aku memanjat pohon. Semuanya hanya bisa kuterima dengan tangisan yang tertahan selama bertahun-tahun. Atau saat ayah dari teman bermainku di masa SD memilih mengunciku di kamarnya dan melecehkanku. Aku memilih diam dan menerima.

Ah, kamu cengeng, Mia! Memang sih. Banyak yang nasibnya pasti lebih parah daripadaku. Tapi walau begitu, apakah aku tidak boleh merasa lelah saat aku mengalami pemerkosaan dari pria yang mengatakan mencintai dan akan menjagaku seumur hidup? Atau saat ia memilih menyelipkan obat ke dalam minumanku dan membawaku ke kamar gelap itu hanya untuk memuaskan nafsunya? Atau saat aku dipaksa untuk melepaskan keperawananku atas nama cinta? Atau saat dia memilih membuatku tak sadarkan diri dan meniduriku?

Kenapa kamu tidak berontak? Kenapa kamu tidak berteriak? Kenapa kamu tidak lapor?

Hahaha! Apakah kamu tidak tahu betapa jahatnya manusia-manusia penghakiman di luar sana? Bukan merasakan empati dan mendengarkan. Mereka memilih untuk menilai bahwa aku pelacur murahan yang bisa dengan mudah tidur dengan laki-laki. Mereka memilih untuk menghakimi bahwa aku layak menerima semuanya. Mungkin itulah kenapa aku akhirnya menyerah dengan penilaian dunia. Aku memilih untuk mengikuti permainan semua laki-laki dan menikmati apa yang selama ini mereka inginkan. Namun, apakah itu berarti aku tidak boleh memiliki sedikit harga diri saat mereka menjualku kepada teman-temannya? Dengan beralasan, bahwa aku mau tidur dengannya, berarti aku juga harus menurut saat temannya memaksaku? Apakah sekarang aku juga tidak memiliki hak atas tubuhku sendiri sehingga mereka merasa berhak untuk merampasnya dengan semua ancaman dan paksaan itu?

Serendah itukah aku? Sekecil itukah aku? Hingga mereka juga merasa berhak untuk menyakitiku fisik dan mental? Sama seperti saat dia yang bilang menyayangiku malah memilih menampar dan memukuliku kapanpun dia mau. Atau saat dia memberikan janji-janji dan di saat bersamaan meniduri hingga menghamili perempuan lain? Atau dia yang memilih menghilang di saat sudah merampas seluruh yang dia inginkan, termasuk rezeki yang dimiliki orang tuaku.


Masa sih kamu mengalami itu semua? Bohong kamu!

Apakah aku harus berteriak-teriak dan histeris baru kamu percaya? Apakah harus menjadi gila dan dirawat baru kamu percaya? Percayalah saat aku katakan bahwa sudah berkali-kali aku mencoba mati. Berkali-kali juga aku berusaha bertahan dan menepis semua bisikan maut itu. Semua cara aku coba. Terapi, olahraga, konsultasi, obat, berpikir positif, yoga, sibuk dengan pekerjaan, sibuk dengan kuliah, bersosialisasi, berdoa, beribadah, belajar agama lain, bahkan termasuk mencari hobi dan kegemaran baru. Tapi, berkali-kali juga aku terjatuh saat berusaha berdiri. Entah kenapa, aku selalu merasa seperti barang rusak yang harus segera dikembalikan sebelum merusak yang lainnya.

Ah, itu mah pikiranmu saja! Pasti ada yang menyayangimu dan mencintaimu! Iya, ada. Tapi mereka menagih transaksi dariku. Di saat mereka memberikan sayang dan cintanya, mereka juga menginginkan hal yang sama. Lalu di saat aku tidak bisa memberikannya, mereka akan memilih pergi. Bahkan menghilang. Bahkan sebagai temanpun mereka memilih menjauh dan kembali asing.

Manusia berubah, Mia. Keadaan berubah. Iya, dan aku pun sudah berubah sejak lama. Menjadi tawar hati dan penuh ketakutan. Karena setiap kali aku mencoba membuka hati, saat itu juga mereka membuktikan bahwa sebaiknya aku tidak melakukannya sejak awal. Aku bisa saja menangis hingga sulit untuk bernafas dan mereka tetap tak bergeming dengan pisau yang terus menerus dihujamkan ke punggungku.

Ambil positifnya saja, Mia. Anggap saja semua kehilanganmu berarti semesta sedang menjagamu dari mereka yang akan menyakitimu. Iya, aku paham semua itu. Tapi apakah aku juga tidak boleh merasakan putus asa dan menangis sehingga sedikit-sedikit sudah di-cap manusia baper dan galau. Atau aku tidak boleh merasakan sedikit saja kehangatan dari sahabat-sahabat terbaikku sehingga sedikit-sedikit sudah dibilang perempuan gatal yang suka mengejar orang. Aku hanya membutuhkan senda gurau dan tawa dari kamu dan mereka tanpa embel-embel nafsu. Aku hanya menginginkan persahabatan yang tulus seperti matahari dengan langit. Atau seperti bulan dan kepik yang tanpa praduga dan penilaian.

Sebut saja namaku Mia. Perempuan yang tidak pernah tahu terlahir untuk apa selain untuk disakiti. Perempuan yang hingga detik ini hanya bisa bertahan hari demi hari di saat semua telah direnggut. Tak terhitung lagi sudah berapa kali aku menangis di bawah siraman air hanya agar tidak didengar. Atau sudah berapa kali aku merindukan pelukan kedua orang tuaku hingga aku rela menukarkannya dengan nafasku. Yang kerap menambal luka-lukanya hanya agar bisa merasakan hidup selayaknya manusia di luar sana. Sudah tak terhitung berapa kali aku memohon sedikit saja dipinjamkan kebahagiaan, walau hanya untuk sesaat.

Sebut saja namaku Mia. Yang sampai hari ini masih hidup walaupun sudah rusak hancur berantakan dan kehilangan hati dalam perjalanan menuju keabadian.

{No, it doesn't get, doesn't get

Better than, better than this}

Heaven – Niall Horan

22.o9.2o23

Buku Harian PenyintasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang