18. Kumohon

3 0 0
                                    

Pernahkah kau membayangkan menyayat lenganmu sendiri? Atau memotong tangan dan lehermu sendiri? Pernahkah kau membayangkan melompat dari ketinggian atau sekadar meloncat dari motor yang berjalan kencang? Atau pernahkah kau membayangkan kehabisan nafas menahan sakitnya racun atau tercekik tali yang menggantung?

Jika tidak pernah, sebaiknya jangan.

Itulah yang setiap hari melayang-layang dalam pikiranku. Datang dan pergi. Tanpa izin. Tanpa permisi. Kapanpun, di manapun, bagaimanapun keadaanku. Sedih, bahagia, diam, sibuk, bahkan dalam mimpi sekalipun. Terus membayangi, terus menghantui. Yang siap menjegalmu setiap saat dan mengirimkanmu ke dalam kematian.

Atau pernahkah kau membayangkan tertidur ditemani sebuah senyum paling sinis, tubuh paling dingin, hati paling jahat? Namun, saking memabukkan sosoknya, kau tidak pernah bisa melepaskannya. Kau hanya diam menatapnya dan menghilang dalam gelap matanya.

Aku dan kami, yang selalu ingin sebuah akhir dalam hidup bukanlah sekadar ingin mati. Aku dan kami hanya ingin akhir dari rasa sakit. Hanya ingin sekecap ketenangan dari semua suara dan bayangan. Hanya ingin sedikit saja bahagia.

Konyol? Memang. Semua yang menginginkan bunuh diri adalah manusia konyol yang lemah. Yang tidak bersyukur, yang tidak dekat dengan Tuhannya sehingga bisa dengan egois berpikir untuk membuang-buang nyawa.

Namun, apakah kamu sudah pernah mengulurkan tanganmu pada kami? Sudahkah kamu mendengarkan cerita-cerita pergumulan untuk dapat terus hidup satu hari lagi saja? Sudahkah kamu memberikan kekuatanmu saat kami bertahan untuk tidak mengambil pisau di malam hari? Sudahkah kamu menyediakan pundak untuk tempat kami menangis? Sudahkah kamu menemani kami di malam-malam penuh tangis karena kebencian pada hidup?

Aku dan kami tidak memilih hidup ini. Aku dan kami tidak memilih perasaan ini. Apalagi keinginan ini. Inilah hantu kami. Yang tak pernah berhasil kami lepaskan.

Namun, apakah hak kamu menghakimi kami, di saat kamu pun tidak pernah merasakan sesaknya hari esok di saat malam.

Jadi kumohon, hentikanlah penghakimanmu.

Kumohon...

Kami pun masih ingin hidup...

Buku Harian PenyintasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang