14. Diam

9 0 0
                                    

"Tuhan, aku dicintai oleh-Mu. Bahkan di saat tidak ada siapapun di sisiku.

Tuhan, aku berharga di mata-Mu. Bahkan di saat aku tenggelam di dalam lumpur.

Tuhan, aku adalah anak kesayangan-Mu. Bahkan di saat aku terus menyakiti hati-Mu."

Beberapa waktu lalu aku dikunjungi berbagai macam masalah. Mau mati? Sudah berkali-kali. Bodoh? Iya. Khilaf? Jangan ditanya. Menyerah? Dalam antrian.

Beberapa waktu itu pula aku menghabiskan waktu menangis, diam, menangis, berteriak, dan diam. Jangan ditanya berapa kali hantuku mampir dan menertawakanku.

"Siapa suruh kamu tidak mau ikut bersamaku dalam keabadian," ledeknya.

Beberapa teman berusaha menjagaku. Beberapa teman juga berusaha menjatuhkanku.

Namun lucunya. Tuhanku dan hantuku malah menjadi teman bertahanku. Tidak bisa dihitung berapa kali aku berdialog dengan mereka. Entah di tengah-tengah rapat kantor atau di saat-saat aku berbincang dengan teman. Sesekali aku protes karena mereka cukup ribut di kepalaku. Lalu mereka bertanya, "Apa yang kau inginkan sebenarnya?"

Kujawab singkat, "Aku hanya ingin damai."

Mereka pun menjawab kembali. "Kamu sudah tahu yang harus kamu lakukan kok. Kenapa tidak dilakukan?"

Aku diam.

Iya, aku hanya perlu diam. Cukup diam. Tak perlu menghentikan waktu. Hanya diam saja.

Dan kini aku pun diam. Tak perlu lah berbahagia, tak usahlah bersedih. Hanya diam. Tenang. Damai.

...

16 Juni 2022

Broken People


Buku Harian PenyintasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang