08. Penghakiman

10 1 0
                                    


Seberapa sering kamu menghabiskan waktu di media sosial? Seberapa sering kamu menulis di dalamnya? Seberapa sering kamu membaca postingan dari teman-temanmu? Seberapa sering kamu melempar komentar di status teman atau membalas komentar teman di statusmu?

Beberapa waktu itu, aku memang sedang sering memposting segala sesuatu. Mulai dari quote, foto, video, hingga suara. Yang komentar ada saja. Ada yang membalas dengan kata-kata penyemangat, ada yang meledek, ada yang mengajak becanda. Tapi ada juga yang malah memprotes postinganku. Bukan karena aku menulis tentang mereka, tapi karena menurut mereka postinganku isinya selalu berbau perasaan galau. Bahkan ada yang separuh mengomeliku dan mengancam mau menyembunyikan statusku dari timeline mereka.

Aku hanya menjawab ringan, "Aku tidak peduli." Seperti pada tulisanku sebelumnya. Aku tidak mau berpura-pura bahagia di saat aku sedang bersedih. Jika aku mau mem-posting-nya, kenapa aku harus menahannya demi perasaan orang lain? Toh aku tidak menyinggung hati mereka. Beda loh jika yang aku posting adalah kebohongan, atau menghina orang lain. Bolehlah mereka protes karena aku salah.


Lagipula, bagiku menulis di manapun medianya adalah salah satu bagian dari terapiku. Bagian dari upayaku untuk melepaskan energi-energi negatif yang terus menghantui. Jika ada orang yang memilih berteriak ataupun memaki untuk melepaskannya, menulis di media sosialku adalah caraku berteriak. Meneriakkan isi hatiku.

Seperti yang kukatakan kepada salah satu temanku. Kalian lebih baik melihat aku pura-pura bahagia tapi sesungguhnya sedang sedih? Atau lebih baik melihatku merasakan semuanya apa adanya?

Bukankah menjadi teman itu adalah menginginkan temannya juga bahagia? Lalu kenapa harus menghakimi ia yang hanya ingin jujur dengan perasaannya?

29 November 2021

~Mewek

Buku Harian PenyintasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang