Demi piring hitam, gue rela nglakuin apa pun. Sekalipun ngorbanin hati gue buat dia
~ Aqila Etiene Gustav ~
~•~
Tahun ajaran baru telah tiba. Para siswa-siswi berseragam putih-biru dongker tampak memenuhi lapangan. Bersiap untuk acara pembukaan Masa Orientasi Siswa dengan papan nama yang dikalungkan di leher. Memperlihatkan nama dan kelompok mereka masing-masing. Wajah mereka tampak berseri-seri. Seiring MC mulai membacakan susunan acara. Tapi, di sisi lain ....
Brak
"Ah, selalu berhasil." Gadis itu menepuk-nepuk telapak tangannya, yang terkena tanah cokelat. Mengambil tasnya dan memakainya dengan senang hati. Lalu, ia pun berlalu dari sana dan mengintip dari balik dinding sekolah.
"Duh, kok udah mulai sih. Kan gue belum naruh tas gue. Ah, bomat! Mending gue bolos upacara aja." Ia pun mengedikkan bahunya dan berjalan begitu saja, menjauh dari sana.
"Hei, Princess!" panggil seseorang dengan nada pelan.
Gadis yang dipanggil princess itu pun seketika mendongak. Menemukan sahabatnya—Steva—tengah melambaikan tangan ke arahnya. Sampai akhirnya, tangga yang terbuat dari tali tambang terulur dari lantai dua. Di mana sebuah gudang terbengkalai berada. Gudang yang sudah bertahun-tahun menjadi basecamp-nya.
Tanpa basa-basi lagi, ia membuka bungkusan permen susu tongkat-yang selalu ia konsumsi itu. Dan bergegas naik ke atas. Menggapai satu per satu tangga dan melompat masuk ke jendela. Baru saja ia melompat, suara lengkingan seseorang mengejutkan mereka.
"Oh, ternyata di sini basecamp kalian," tukas seorang pria paruh baya berkepala empat.
Princess yang melihat kehadiran pria itu hanya bersender santai di meja. Bersedekap dada dengan permen yang berada di mulut. Persis layaknya seorang berandalan.
"Cepat keluar! Dan kamu juga, Aqila! Kamu mau ke sekolah apa nyopet sih? Udah kaus kaki warna-warni. Seragam gak dikancingin, kelihatan kaus item gitu. Rok pun juga kependekan. Pake sepatu pink. Maksudnya gimana sih? Melanggar tartib sekolah tahu gak?!" Aqila, gadis yang ditegur guru BKnya pun hanya mengedikkan bahunya tak acuh. Menarik gagang permennya dari mulutnya.
"Emang, salah, ya? Perasaan, saya gak ngapa-ngapain loh. Gak buat onar. Ataupun tawuran sama sekolah lain. Gak merugikan sekolah lagi. Emang, saya pernah nyuri? Kan nggak," belanya, menolak disalahkan.
"Berani ngbantah ya kamu!" gertak pria tersebut. Aqila kembali mengemut permennya. Masa bodoh dengan gertakan guru BKnya.
"Cepat! Kalian turun ke bawah! Lalu, berdiri di depan lapangan. Mengerti?!" Mereka tidak menjawab. Hanya berjalan begitu saja melewati Pak Bromo, guru BK mereka. Sungguh tidak sopan memang!
Dan tepat ketika Aqila lewat, Pak Bromo menatap tajam dirinya. Yang entah memiliki arti apa. Aqila tidak tahu. Toh, dia juga tidak peduli. Yang ia pedulikan sekarang adalah bagaimana caranya agar kulitnya terlindung dari sinar matahari? Sekalipun ia sudah memakai sunscreen.
Kan sayang, kalau kulitnya berubah hitam. Kalau sudah hitam, pasti kan dia sudah tidak good looking lagi. Sayang juga, kalau cowok-cowok yang udah ngebet dia, kalau mendadak idolanya jadi buriq.
"Eh, Qil," panggil Steva. Aqila berdeham. Dengan mata menyipit karena sinar matahari.
"Lihat deh! Adkel itu. Baru dateng pas acara doa." Tunjuk Steva pada lelaki berkulit putih yang sedang dimarahi oleh Pak Bromo. Aqila menaikkan sebelah alisnya. Ternyata, ada yang lebih parah dari dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEQILA Story REVISI Vers
Teen FictionR 16+ END ⚠️ WARNING! ⛔ Cerita kaya akan emosi. Bisa membuat para pembaca sesak, sedih, bahagia, hingga tertawa bengek-bengek ~ Kalau pada akhirnya kita tidak ditakdirkan bersama, kenapa semesta mempertemukan kita? ~ Ini bukanlah kisah sempurna seor...