Pada akhirnya, Allah tidak menghendaki kita bersama. Tapi, kuharap kamu bahagia bersamanya, Cakra
~ Aqila Eitene Gustav ~
~•~
Aqila sudah ditangani pihak medis. Tapi, tetap saja wajah garang Dean tidak berubah. Aqila sendiri bingung bagaimana membuat lelaki di sampingnya ini agar tidak marah lagi. Hingga, kakinya pun sudah selesai diperban dan dokter serta para perawat pamit undur diri. Menyisakan Aqila dan Dean berdua di ruangan tersebut.
"Dean," panggil Aqila yang tak digubris lelaki itu. Dean masih saja memasang wajah datar dan menatap lurus ke depan.
"Ih, jawab gue dong. Jangan diem aja!" rajuk Aqila sembari menggerak-gerakkan tangan Dean yang berdiri di sampingnya. Akhirnya, setelah perjuangan yang panjang, Dean pun mau menatap dirinya. Masih dengan raut yang sama.
"Kenapa sih lo gak jeblosin dia ke penjara? Atau biarin gue buat ngbunuh dia," ucap Dean pada akhirnya. Aqila menaikkan salah satu alisnya.
"Kenapa?"
"Kenapa? Lo masih nanya kenapa? Dia hampir ngbunuh lo!"
"Dia gak ngbunuh, Dean. Itu gak sengaja aja. Sekarang, lihat! Gue baik-baik aja. Lagian, gue juga tadi cuman mau nyelametin anak kecil doang kok."
"Iya, nyelametin. Tapi, pada akhirnya lo yang luka."
"Gak masalah, asalkan anak kecil itu gak kenapa-kenapa. Lagian, lo juga tumben cerewet. Gak kayak biasanya. Napa lo? Khawatirin gue?" Dean memalingkan wajahnya.
"Kagak kok, siapa bilang."
"Oh, ya? Terus? Kalo lo gak khawatirin gue, terus apa?" Dean hanya diam saja. Tidak merespon ucapan Aqila. Aqila yang memperhatikannya pun tiba-tiba saja mengulas senyum. Ketika sebuah asumsi melintas di pikirannya.
"Lo demen sama gue?" tanya Aqila yang sukses membuat Dean menoleh.
"Kagak!"
"Masa sih?"
"Iya!" jawab Dean bersikeras dengan kedua tangan bersedekap dada. Aqila menyunggingkan senyum miringnya. Dan tanpa hitungan menit, Aqila menarik paksa kerah Dean dan ....
Cup
"Thank's for everything, My Cakra," bisik Aqila lembut. Sementara, Dean hanya mematung di tempatnya tatkala Aqila dengan tiba-tiba menciumnya. Kali ini, di bibirnya! Ingat! Di bibir!
Aqila terkekeh di tempatnya. Melihat reaksi terkejut Dean. Lalu, Aqila bangkit dari brankarnya.
"Oh, ya, gue lupa bilang. Kalo bibir lo itu manis banget. Dan gue suka," bisik Aqila tepat di telinga kiri Dean sebelum beranjak pergi dari sana dengan kaki yang pincang. Meninggalkan Dean yang lemas di tempatnya.
Bruk
Tubuh Dean ambruk di atas brankar. Dengan tatapan kosongnya, Dean menyentuh bibirnya yang baru saja dicium oleh Aqila.
"Shit! Kenapa enak sekali?!"
~•~
Terhitung sudah sepekan lamanya setelah aksi nekat Aqila yang mencium bibir Dean di rumah sakit. Dan saat itu juga, tak ada satu pun yang bertemu ataupun mengirimkan pesan satu sama lain. Biasanya, Aqila yang akan mengirimkan pesan kepada Dean. Namun, entah kenapa sejak kejadian 'panas' di rumah sakit kala itu, Aqila tak lagi mengirimkannya pesan. Membuat pikiran Dean kian semrawut saja. Bahkan, ketika mereka berpapasan, Aqila dengan sengaja melewatinya begitu saja dan tak acuh. Menganggap Dean tak kasat mata. Dan itu sukses membuat Dean uring-uringan sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEQILA Story REVISI Vers
Teen FictionR 16+ END ⚠️ WARNING! ⛔ Cerita kaya akan emosi. Bisa membuat para pembaca sesak, sedih, bahagia, hingga tertawa bengek-bengek ~ Kalau pada akhirnya kita tidak ditakdirkan bersama, kenapa semesta mempertemukan kita? ~ Ini bukanlah kisah sempurna seor...