5

431 21 15
                                    

Ternyata, dia bisa imut juga, ya. Kalo gini kan, gue bisa demen sama dia

~ Aqila Eitene Gustav ~

~•~

Aqila melenguh. Mengerjapkan kedua matanya. Dan seketika, ia mengernyit bingung ketika melihat langit-langit yang bewarna putih. Apakah ini surga? Buru-buru Aqila bangkit dari brankarnya dan menghela napas lega tatkala menemukan Steva yang sedang tertidur pulas di brankarnya.

Huh, untung bukan surga. Gini-gini, gue belom hijrah. Ditambah kan dosa gue banyak. Jadi, jangan dulu deh, lega Aqila di dalam hati. Lalu, tangannya terulur untuk membangunkan Steva.

"Stev, bangun!" ucap Aqila sembari menggerak-gerakkan badan Steva.

Steva yang tidurnya terganggu pun seketika melenguh dan menguap.

"Oh, Aqila. Gimana keadaan lo?"

"Gue—" Aqila memotong pembicaraannya ketika keningnya merasakan dingin. Seperti ada sesuatu yang menempel di sana.

Lantas, Aqila menyentuhnya dan merasakan adanya kompres plaster di keningnya. Kemudian, ia menoleh ke arah Steva meminta jawaban.

"Itu ... yang nempelin Dean. Oh, ya, dia juga ngasih ini ke elo." Steva mengambil seplastik jajanan dari bawah brankar. Memberikannya pada Aqila.

Aqila mengerutkan dahinya dan membuka plastik tersebut. Menemukan dua buah roti, sebuah susu, dan makanan ringan.

"Katanya, dimakan! Dihabisin."

"Tapi—"

"Kalo lo nolak, lo gak boleh deketan atau ketemuan lagi sama dia," potong Steva cepat kembali memberitahu pesan lanjutan Dean.

Aqila masa bodoh. Dan meletakkan plastik pemberian Dean ke atas meja. Kembali berbaring menatap tenda. Sampai, pintu tenda terbuka menampilkan wajah sangar nan dingin Dean.

"Ekhem, berhubung ada yang jagain. Gue pergi, ya. Bye, Princess!" Steva melambaikan tangannya sebelum keluar dari tenda kesehatan. Aqila melirik ke bawah singkat. Sebelum mengalihkan pandangannya ke atas dan memejamkan mata.

Dean geleng-geleng kepala dan berjalan menghampiri Aqila. Mengambil termometer suhu dan mengarahkannya pada kening Aqila. Tiga puluh lima derajat celcius. Berarti, suhu tubuh Aqila sudah normal. Lalu, pandangannya teralih pada plastik pemberiannya yang tak jauh dari sana. Mengeceknya dan ternyata, isinya masih sama. Atau dengan kata lain, Aqila belum memakan apa pun.

"Kenapa gak dimakan?" tanya Dean dingin.

Aqila tidak menjawab. Masih asyik memejamkan matanya.

"Aqila, jawab!" bentak Dean.

Aqila membuka matanya dan beranjak duduk. Menatap Dean datar.

"Apa sih? Ganggu aja!"

"Gue tanya, kenapa ini gak lo makan?"

"Ya karena gue gak mau."

"Tapi, lo belom sarapan, Aqila."

"Masa bodoh, Dean! Lagian, ngapain lo di sini? Cepet balik ke tenda lo! Nanti dicariin lagi!" ucap Aqila enteng. Dean masih menatap Aqila tajam.

"Apa mau lo?"

"Hah?"

"Apa mau lo, biar lo mau makan?"

"Mau gue?" ulang Aqila sembari berpikir. Hingga, ide jail hinggap di pikirannya.

"Cium pipi gue," ucap Aqila santai sembari menunjuk pipinya sendiri.

DEQILA Story REVISI VersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang