31

113 9 13
                                    

YOK-YOK! ROAD TO 2K+ READERS!🥳

YANG MASIH SILENT READERS, BURUAN NONGOL DEH!

BIAR MAKIN SEMANGAT AUTHORNYA🥺 AYOLAH ....


HAPPY READING!






Umur bukanlah penentu kedewasaan seseorang. Karena yang menentukan dewasa atau tidaknya seseorang adalah dirinya, bukan umur

~ Aqila Eitene Gustav ~

~•~

Aqila masih saja menunggu tanpa kepastian. Padahal, sudah hampir setengah jam lamanya ia berdiri, menunggu perintah Dean. Tapi entah kenapa, ia merasakan atmosfer yang berbeda. Seakan-akan, tidak ada orang di sekitarnya. Atau dengan kata lain ia ditinggal atau ... dibuang.

"Dean! Kamu di mana?" teriak Aqila sangat panik. Tidak mendengar balasan atas teriakannya, Aqila melepas penutup matanya. Masa bodoh dengan perintah Dean.

Benar saja! Aqila hanya sendirian. Berdiri di dekat jurang dengan kedalaman puluhan meter. Sebenarnya, tidak dekat-dekat sih. Masih ada jarak di antara keduanya. Perlahan tapi pasti, ia berjalan mundur. Dan ....

Duk

Aqila merintih. Ketika menabrak sesuatu. Sebuah stand figure berwajah Dean sedang menautkan ibu jari dan telunjuknya membentuk tanda hati berukuran kecil. Sontak saja, Aqila terkekeh melihatnya. Matanya pun memicing. Berusaha membaca sebuah tulisan yang tertera di kertas. Menempel pada stand figure tersebut.

"Ikuti wajah tampanku ini, maka kamu akan menemukan kejutanmu." Aqila bergidik ngeri. Bisa-bisanya kenarsisan Dean kembali.

Tak ingin membuang waktu, Aqila pun mengikuti petunjuk Dean. Terus menemukan stand figure wajahnya. Sesekali stand figure itu diletakkan tak manusiawi. Contohnya seperti sengaja ditidurkan. Dibuat kebalik. Ataupun dipakaikan celana layaknya tarzan. Definisi menistakan dirinya sendiri. Ada kalanya juga, Aqila menemukan ukuran stand figure itu yang lebih kecil dari sebelumnya. Membuat ia agak sulit mencarinya.

"Oke, menurut petunjuk, ini terakhir. Tapi, kenapa semakin lama aku malah semakin masuk ke dalam hutan?" monolog Aqila sembari memegang senter ponselnya. Dan saat itu juga, Aqila tidak dapat menemukan petunjuk apa pun. Selain stand figure Dean yang memberikan pose melambai. Petanda perpisahan. Jangan bilang, Dean sengaja menjebaknya dan meninggalkannya di sini?!

Buru-buru, Aqila menghubungi nomor Dean. Namun, nihil! Panggilannya tidak tersambung. Hanya ada suara operator yang memberitahu jika ponsel yang dihubunginya mati. Tanpa bisa dicegah, air mata Aqila turun. Tubuh Aqila meluruh. Ia menangis dengan keadaan kedua kaki yang dijadikan alasnya, layaknya orang duduk di antara dua sujud. Menghapus air matanya yang luruh, mengalir mulus layaknya air sungai.

Kalau boleh jujur, ini kali pertama Aqila menangis pasca kematian ayahnya. Setelah itu, Aqila berusaha untuk kuat. Melawan segala bulian, sampai penindasan yang menyakitkan sebelum ia bertemu dengan Steva dan Rico. Asyik dengan dirinya sendiri, Aqila sampai tidak menyadari jika sekumpulan kelopak bunga tengah diterbangkan ke atas dirinya. Bersamaan dengan lampu kecil yang sebelumnya tidak ia ketahui terpasang di sekelilingnya, menyala.

Merasakan sesuatu yang beda, Aqila pun memberanikan diri untuk mendongak. Dan ... beberapa kelopak mawar oren datang menjatuhinya. Seolah-olah, memberikan apresiasi kepadanya karena Aqila sudah bertahan sejauh ini. Dilanjut, mawar bewarna biru yang menyatakan, kalau ada orang yang diam-diam menyukainya. Aqila yang paham hal itu, sontak terkekeh. Tentu, ia tahu siapa orang tersebut.

DEQILA Story REVISI VersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang