Prolog

2.7K 42 14
                                    

Halo, nama gue Aqila Eitene Gustav. Lo bisa manggil gue apa aja. Asalkan jangan panggil gue, Gustav! Gue paling benci sama orang yang manggil gue dengan nama almarhum ayah gue. Karena itu mengingatkan gue pada masa 'gelap'.

By the way, gue adalah Princess di sekolah gue. Siapa pun akan takut pada gue. Bukan karena gue putri dari pemilik sekolah. Melainkan, putri cantik yang sering bolak-balik BK. Tapi, gue masa bodoh. Memangnya gue ngapain? Sampai harus dipanggil seperti itu.

Toh, gue kan cuman tidur pas jam pelajaran saja. Dan tidak mengganggu guru mengajar. Jadi, gue tidak salah bukan? Mungkin, karena mereka saja yang tidak ada kerjaan. Alhasil, selalu menghukum gue. Cih, gertakan receh memang! Gini nih, kalau guru keseringan makan gaji buta. Pencitraan di depan kelas!

Saat ini, gue sedang berada di kantin. Asyik menikmati tom yam bersama sahabat gue. Sampai suatu ketika, kantin mendadak heboh, oleh kedatangan seorang lelaki berpakaian acak-acakan. Mengatakan kalau gerombolan Dean kembali berulah dan tawuran dengan SMA lain. Gue pun mendesah.

"Princess, haruskah kita lihat?" tanya Steva, sahabat sejiwa gue. Gue memijit kening, pening. Dan menjawab, "ayo!"

Benar saja! Sesampainya kami di lapangan, kami melihat Dean dan beberapa siswa maupun siswi sedang dihukum karena tawuran. Bahkan, bisa gue lihat wajah babak belur Dean, yang benar-benar merusak parasnya. Yang anehnya makin terlihat tampan saja.

"Dean, cepat katakan! Kenapa kamu tawuran dengan SMA Angkasa?!" teriak pria bertubuh gempal di depan sana.

"Ya mana saya tahu. Saya cuman pingin main sama mereka. Eh, dibogem deh." Gue menggeleng-gelengkan kepala. Berjalan menerobos keramaian dan menarik tangan Dean menjauh dari sana menuju UKS. Mengabaikan teriakan Pak Bromo yang berteriak kencang memanggil nama gue. Nah loh, gunungnya meletus.

"Duduk!" titah gue. Dean mencebik. Tapi, ia tetap menurut.

"Harus banget ya geng itu tawuran. Kurang kerjaan tahu gak?!" decak gue sembari berjalan ke arahnya membawa kotak P3K.

"Emang, main ke SMA lain salah?"

"Main, nggak. Kalo tawuran, iya," sentak gue kesal sembari mengambil kapas. Membasahinya dengan rivanol.

"Diem! Jangan bergerak!" Dean kicep. Ia refleks menggembungkan kedua pipinya, yang justru terlihat menggemaskan di mata gue.

"Itu pipinya bisa dikondisikan gak? Gak usah sok imut deh!" dusta gue seratus persen. Berusaha untuk tidak mencuri pandang ke arahnya.

"Bilang pacar imut aja susahnya minta ampun," kesal Dean seraya memutar kedua bola matanya malas. Gue berkacak pinggang dan menjawil hidung Dean, keras.

"Udah berani ya kamu sama yang tua!"

"Ih, selisih dua tahun doang. Siapa suruh kamu lahir duluan."

"Ya siapa suruh bonyok kamu baru nikah! Belom dibuat juga."

"Ih, aku masih proses, ya!"

"Heh! Gak usah dibahas."

"Kenapa emang? Mau?" goda Dean dengan kedua alis yang digerakkan naik turun. Gue mendorong kening Dean kesal. Yang sontak saja membuat bibir lelaki itu mencebik.

"Sok-sokan! Wajah aja masih kayak bayi gini. Udah deh, pokoknya, besok-besok jangan tawuran lagi!" Dean mengernyitkan alisnya.

"Kenapa emang?" Gue mendengus. Lalu, menarik-narik gemas kedua pipi Dean.

"Kan sayang wajah gantengmu tercoreng gini. Jelek tahu gak?!"

"Jelek-jelek gini, masih mau kamu pacarin."

"Terpaksa! Lagian, aku mau kok putus dari kamu. Biar aku bisa macarin om-om. Kan seru." Gue tersenyum membayangkan. Yang sukses, membuat wajah Dean berubah datar.

"Kamu berani?!" Gue menoleh ke arah Dean. Menarik alis kanan gue.

"Kenapa gak berani? Lagian, dulu aku godain kamu juga karena taruhan. Eh, tahu-tahunya pacaran sama kamu deh," jawab gue enteng. Tidak seperti gue yang santai, wajah Dean justru menegas. Ia pun bangkit dari brankar dan berjalan menghampiri gue.

"Percaya atau nggak, kalo aku bakal cium kamu," kata Dean dengan tangan yang berada di sisi kanan dan kiri pinggang gue, mengurung gue.

Gue hanya menatap wajah Dean datar dan berkata, "gak!"

"Kamu itu masih bocil. Mana mungkin—"

Cup

"Dean!"

Gue memekik kaget. Sementara Dean menyeringai senang. Mengusap bibirnya yang basah.

"Well, kalau kamu lupa, aku sudah berumur tujuh belas tahun kemarin. Dan artinya, aku udah legal. Dan juga ... udah baligh. Jadi, Princess. Masih perlu bukti apalagi kalau aku bukan bocil?" Gue tersenyum manis. Lalu mengelus surai hitam pacar gue.

"Oh, jadi kamu mau menjadi sugar baby-ku hm?"

"Apa pun asalkan aku masih menjadi pacarmu. Aku bahkan, rela memberikan vila dan hotel milikku kepadamu. Dan juga, tiga buah black card sekaligus." Gue hanya tersenyum. Sebelum memeluk tubuhnya.

"Baiklah, terserah padamu saja."

~•~


Sesuai permintaan kemarin, Deqila aku jadiin full story

Siapa yang di sini makin gak sabar sama cerita mereka? Antara Aqila si berandal dan ketua geng Dean😌

So, jangan lupa follow wp, igku @untaianaksaraa_ vote, dan juga ... komen yang banyak!😙 biar aku semakin semangat up!

See you in next part💕

25 October 2021

DEQILA Story REVISI VersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang