I love you, Ahjussi!
•••
Wendy yang kasihan melihat pamannya pusing pelan-pelan memberanikan diri untuk mengambil langkah, tangan kanannya bergerak ke depan, mengusap telapak tangan sang paman yang sedang menarik-narik rambutnya sendiri, "Ahjussi."
Chanyeol sedikit mengangkat wajahnya, kembali menatap kedua mata Wendy yang begitu cerah dan berbinar seperti madu, "Daripada pacaran pura-pura. Mendingan kita pacaran benaran saja, Ahjussi. Wendy mau kok jadi pacar benaran buat Ahjussi. Bagaimana, Ahjussi? Ahjussi maukan?"
Bibir Wendy kembali melengkung tipis namun manis. Berbanding terbalik dengan raut wajah sang paman yang tampak kebingungan ingin menjawab apa. Wendy masih setia menunggu jawaban apa yang akan keluar darinya. Walau hati kecilnya tahu setiap kali ia mengeluarkan jurus menggoda yang biasa ia lihat di drama-drama romantis, bergelayut manja dengan sang paman dan mencurahkan segala bentuk perhatiannya kepada Chanyeol. Pria dewasa itu pasti akan memasang muka jengkel, kadang tertawa geli ataupun mengeluarkan kata demi kata senantiasa mengingatkan siapa dan seperti apa hubungan mereka.
Biasanya seperti itu. Tapi, sekarang yang keluar malah ...
"Akan ... Akan aku pikirkan."
"Uh, Ahjussi?"
"Akan aku pikirkan jawabannya nanti." lagi-lagi pria itu memberi jawaban yang sama.
Kedua mata Wendy membola sempurna. Rahang mungilnya mulai mengendur lalu jatuh, menganga lebar. Masih tak percaya dengan apa yang baru saja masuk ke telinganya. Tubuhnya seakan membatu. Kembali setitik harapan bermekaran di dalam relung hatinya.
Dia tidak salah dengarkan? Akan aku pikirkan, katanya? Apa itu artinya Wendy ada kesempatan untuk masuk ke dalam hati sang pujaan? Tuhan, setiap malam ia memang bermimpi ingin mendapatkan tempat di hati pria dewasa itu. Di tengah status dan situasi yang menghalangi. Wendy tahu, kesempatannya sangatlah tipis. Setipis lapisan bawang merah yang berlapis-lapis.
"Hm, jam makan siang sudah selesai." Chanyeol memperhatikan waktu di layar ponselnya, dia berdehem, "Ayo, pergi."
"Baiklah, Ahjussi." Chanyeol bangkit dari sana, begitu juga dengan Wendy yang mengikuti sang paman dengan setia dari arah belakang.
Wendy bingung mau bereaksi seperti apa. Hatinya terasa campur aduk dengan kalimat penuh harapan dan ambigu tadi. Detik demi detik berlalu. Kata-kata itu kembali terulang di dalam kepala Wendy seperti kaset rusak. Wendy menggigit daging bibirnya sendiri sementara tangan mungilnya meremas kedua sisi rok yang panjangnya mencapai selutut dengan perasaan gemas ingin melonjak kegirangan.
Di saat sang gadis dilimpahi gejolak suka cita yang tak terbendung lagi rasanya. Sang pria, Park Chanyeol, mukanya sudah muram dan mendung ingin menepuk bibirnya sendiri dengan pemukul nyamuk. Bibirnya nakal sekali, sudah berani melawan perintah logikanya. Dengan gampangnya berkata tanpa beban seperti itu. Dan yang lebih parahnya lagi, dia tidak berniat sedikitpun untuk meralat ucapannya tadi.
Hancur sudah. Mulai detik ini dan seterusnya, Park Chanyeol sudah resmi menghancurkan tembok kokoh yang menjadi pembatas selama ini. Tembok yang dia pasang dengan kedua tangannya sendiri. Entah apa yang akan terjadi di masa depan? Apa tindakannya ini benar atau salah? Bagaimana tanggapan orang-orang? Terutama Yoora dan suaminya Jungguk tentang dirinya yang sudah gagal menjaga putri mereka dari dirinya sendiri? Chanyeol tidak tahu. Chanyeol hanya bisa berserah diri pada Tuhan atas segala yang akan terjadi di masa depan.
Chanyeol menghela nafas berat. Pandangannya lurus ke arah mobil hitam miliknya yang terparkir beberapa meter jauh di depan lalu matanya jatuh ke arah belakang, dimana mata hitamnya menangkap Wendy yang tengah kegirangan sendiri. Senyuman tipis pelan-pelan tercipta. Melihat Wendy sebahagia itu membuat hati Chanyeol juga ikut merasakan gejolak aneh yang sangat ia kenali di dalam hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lolita ✔
FanfictionBagi cinta, yang namanya umur tak lebih dari sekedar deretan angka. Itu benarkan? COMPLETED | Started at, 07-01-2021