Di hari yang mendung sesuai dengan suasana hati Tanisha saat ini. Gadis itu tengah berdiri sambil meratapi sebuah makam dengan tatapan kosong nya.
Mata sembab, dan hidung yang memerah itu menandakan bahwa dia sehabis menangis deras. Terlebih yang ia tangisi adalah kepergian Galaksi.
Dia menaburkan bunga ke makam pria itu, di sebelah nya ada Livia yang masih saja merutuk dirinya sendiri.
"Itu bukan salah kamu, Livia!" Gertak Tanisha tak tertahankan karena sedari tadi gadis itu terus menyalahkan diri nya. "Senja ... Pria jahat itu yang bunuh Galaksi. Jangan salahkan diri kamu, Liv."
"Tapi ... Kalo aja gw bisa cegah dia hari itu, pasti Jeje masih punya kakaknya sekarang, gw masih punya teman gw, dan lo ... lo masih punya pacar lo sekarang ini," ujar Livia dengan air mata yang mengalir.
"Please, jangan salahkan diri kamu. It's not your fault. Galaksi gak akan tenang kalo kamu begini," ujar Tanisha sambil memeluk erat tubuh gadis itu.
"Maafin gw, maafin," ujar Livia dengan nafas terengah-engah.
"It's okay. Udah ya, kamu harus senyum," ujar Tanisha sambil tersenyum menatap gadis itu.
Kedua gadis itu kemudian menoleh menatap Jeje yang masih asik bercerita di batu nisan Galaksi itu.
"Tau gak kak, semalam Jeje makan puding lho! Enak banget! Kata dokter puding nya itu sehat, karena di buat dari buah asli," ujar Jeje yang masih berbicara dengan nisan Galaksi itu.
Itu membuat hati Tanisha teriris kala mendengar nya.
"Aku yakin kakak lagi dengerin aku. Cuma mau bilang, kakak udah gak perlu mikirin keluarga kakak, kakak gak perlu lagi mikirin Jeje, kakak gak perlu lagi mikir mau makan apa besok, ataupun uang untuk besok masih ada atau enggak. Kakak udah gak mikirin itu lagi," ujar Jeje panjang lebar. "Makasih udah mau jadi orang yang pertama sayang sama Jeje."
"Jeje pergi dulu, hujan udah mulai turun," ujar Jeje sambil mengecup nisan yang bertuliskan nama Galaksi itu.
Setelah nya, wanita paruh baya itu membawa Jeje pergi diikuti Livia. Hanya Tanisha yang ada disana sekarang.
Dia masih menatap nanar nisan itu. Rasanya masih tak terbayangkan bahwa pria itu tak ada lagi di dunia ini.
Air mata yang di tahan kan nya sedari tadi akhirnya jatuh juga, jatuh membasahi wajah nya yang kusam.
"Galaksi ... Banyak yang sayang sama kamu, kenapa kamu harus pergi," ujar Tanisha dengan air mata yang mengalir.
"Apa ini balasan kamu karena dulu aku ninggalin kamu? Kan aku gak ninggalin kamu untuk selama lamanya, Gal."
"Setelah Mama pergi, sekarang kamu, besok siapa lagi, Gal? Siapa?"
"Kamu ingat ... Hari itu aku janji ga bakal ninggalin kamu, tapi aku gak bisa nepatin."
"Kamu tau kan? betapa susah nya aku ngejar kamu, kenapa kamu malah makin jauh?"
"Teman teman aku udah hilang semua. Aku tau, itu karena aku yang ninggalin mereka duluan."
"Rasanya dunia lagi gak berpihak sama aku sekarang. Dia ngebuat teman teman aku pergi, lalu Mama aku pergi, sekarang kamu."
"Makasih untuk semuanya. Makasih udah hadir di hati aku. Kamu bakal jadi orang yang ngisi hati aku sampai kapan pun itu. Cuma kamu yang ngizinin siapapun orang yang ngedeketin aku, kalo kamu setuju, bukain hati aku ya, kalo enggak tutup aja."
Setelah mengatakan semua itu, Tanisha pergi meninggalkan makam Galaksi. Hujan yang turun deras itu sesuai dengan tangisan Tanisha yang kian menderas.
Dia menangis ...
Lagi lagi menangis ...
Menangis karena pria itu ...
Rasanya tak sanggup untuk menjalankan hari hari berikutnya. Semua terasa hampa seolah-olah dia hidup tanpa tujuan.
Entahlah, kepergian pria itu terlalu menyisakan beban yang berat di hati nya. Rasanya seperti menerima tebasan pedang di hati nya.
Tanisha terjatuh karena tak bisa menyeimbangkan jalan nya. Rambut dan baju nya sudah sangat basah karena di guyur oleh hujan.
Dia menunduk kemudian memukul mukul genangan air di depan nya. Dan berteriak kesal, kesal terhadap dunia yang tak adil kepada nya.
Saat Tanisha mendongak, dia melihat uluran tangan di depan nya. Dia melihat keatas dan melihat seorang pria yang wajah nya tak asing di kepala Tanisha.
"Lo gak apa-apa?" Tanya pria itu yang tak lain adalah Alan.
Tanisha menggapai tangan Alan kemudian memeluknya. Entahlah rasanya dia ingin memeluk seseorang sekarang. Dia tak sanggup menahan semua beban yang ada di pikirannya sekarang ini
"Alan ... Dia udah pergi, aku gak tau harus buka hati ke siapa lagi," ujar Tanisha sambil menangis deras di pelukan pria itu.
"Mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk lo buka hati. Tapi suatu saat gw yakin, Galaksi bakal izinin lo untuk buka hati kembali," ujar Alan sambil membalas pelukan gadis itu.
"Alan makasih udah selalu ada. Maaf kalo gw belum bisa balas semua ini," jawab Tanisha sambil terus menangis.
"Mungkin sekarang belum tepat untuk balas nya. Tapi suatu hari, suatu saat gw harap," gumam Alan kepada Tanisha yang masih menangis.
.....
Sabar belum end.
Satu part lagii.Gimana? Kalian udah ngerelain Galaksi gak?
Hehehe ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Talaksi (END) (GHS GEN 2)
Teen FictionTanisha dan Galaksi yang entah bisa menyatu. ini menceritakan tentang Tanisha, gadis yang selalu mengejar cinta nya Galaksi yang dingin dan misterius. Tanisha, si gadis dengan banyak jepitan bewarna warni di rambutnya sehingga menambah kesan cerah...