Chapter VI.

20 3 0
                                    

"Aelius? Sedang apa?"

Suara lembut Luna memecah lamunan kala Aelius berdiri bersandar di pilar dekat dengan kelas Luna. Setelah perbincangan kemarin dengan Heidi, Aelius memutuskan menjalani kehidupan seperti sebelumnya tapi tetap menyesuaikan kondisi saat ini. Seperti janji mereka sebelumnya, keduanya sepakat untuk saling berteman.

Aelius tersenyum. "Tidak, kelasmu sudah selesai?"

Luna mengangguk pelan. "Ya, ada apa memangnya?"

"Aku ingin mengajakmu makan siang karena... Gio meninggalkanku dan pergi dengan gadis bernama Bettie," ujar Aelius sambil mengingat nama gadis yang keluar dari kamar Gio saat di vila. Gio dan gadis itu tampaknya sudah berkencan.

Luna berpikir sejenak dan mengangguk. "Ah, Bettie! Ya, aku tahu dia. Kudengar mereka berkencan setelah pulang. Taktik yang berhasil menggunakan acara bonding."

Kurasa tak salah kenapa Bettie berkencan dengannya. Bagaimana tidak, jika malam itu mereka... "Ah, aku dengar ada kafe yang belakangan ini terkenal. Ingin pergi ke sana?" tanya Aelius, lalu buru-buru menambahkan. "Tentu saja bila kau tak... keberatan."

"Ti-tidak! Tentu saja tidak keberatan!" Luna menyengir. "Kita pergi sekarang?"

Aelius mengangguk pelan. "Ya."

Mereka melangkah menuju parkiran lalu menggunakan motor Aelius untuk mencapai kafe di mana seharusnya Aelius datangi bersama Clara. Sebenarnya, Aelius mengajak Luna kemari bukan karena untuk menyembuhkan dirinya kala sakit hati dengan Clara, melainkan karena ingin mencicipi makanan yang ada di kafe ini.

Kafe yang mereka datangi menyuguhkan suasana vintage dengan ornamen khas, serta musiknya yang begitu mendukung. Setelah memesan makanan, mereka berdua terdiam untuk beberapa saat satu sama lain. Entah kenapa Aelius tidak tahu harus berbicara apa dengan Luna dan tampaknya Luna pun tak memiliki bahan untuk dibicarakan.

Uh, kenapa malah aku tidak bisa berbuat apa-apa? Ayolah, Aelius! Jangan memberikan kesan buruk! "Jadi, apa kau pernah kemari sebelumnya?" tanya Aelius.

Luna mengetukkan jari ke meja. "Sebenarnya, Edgar pernah mengajakku, tapi aku menolak. Jadi, aku belum pernah ke sini. Kalau kamu?"

Aelius menggeleng. "Tadinya aku mengajak Clara kemari--sebelum tahu ternyata dia berselingkuh--untuk mencicipi steak-nya yang begitu khas. Namun memang karena makanannya yang membuatku tertarik."

Luna memandang Aelius lalu mengangguk. "Berbicara soal Clara, memang benar dia selingkuh?"

"Kalau kau bertanya begitu, maka benar. Aku pun terpukul melihatnya berselingkuh di depanku. Bagaimana bisa dia mencium pria lain di tempat umum?" Aelius mendengus kesal, mengepalkan tangannya. Ya, mengingat itu membuatku marah. "Terkadang, aku berpikir... apa aku kurang begitu berharga di matanya?"

Luna menggeleng. "Jangan pernah merasa begitu. Memang sepertinya sakit, tapi aku yakin ada alasan kenapa Clara berpikir untuk melakukannya. Apa kau pernah bertanya itu?"

Aelius hanya mengendikkan bahu. "Untuk apa?"

Pelayan pun mulai membawakan pesanan mereka. Setelah itu, keduanya mulai menyantap makan siang mereka. Rasa steak yang meleleh di mulut membuat Aelius melupakan kekesalannya akibat Clara. Memang tampaknya Aelius bisa melupakan Clara, tapi memaafkannya kurasa mustahil.

Terlebih sebenarnya, dalam lubuk hatinya, dia mencari sosok gadis bermata violet yang terkadang menghantui mimpinya. Meski dia tidak tahu siapa gadis itu, setidaknya dia ingin tahu kenapa gadis itu selalu melekat dalam pikirannya. Apa yang membuat gadis itu terasa spesial di hatinya?

The Fate of EldersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang