Setelah membersihkan diri dan keluar dari kamar mandi, Aelius melihat Luna yang kini sedang membuat sesuatu. Entah kenapa, aromanya sangat menggugah selera Aelius. Dia sampai lupa bahwa tadi pagi, mereka sempat canggung sesaat.
Oh, ya, orang-orang itu sudah dibereskan, tandanya Luna bisa aman untuk sementara. Namun... Aelius memejamkan mata. Hartwell berkata orang-orang itu bukan orang-orang biasa. Sepertinya meski merasa sudah aman untuk sementara, kita masih harus waspada.
Saat Aelius memasuki area dapur, Luna tersenyum kikuk ke arahnya sambil menata roti di piring. "Pa-pagi..."
Aelius pun ikut tersenyum. "Pagi juga. Oh, ya, kenapa... kau tidur di sofa... semalam?" Dia pun berusaha mencari pembicaraan agar mengusir aura canggung di sekitar mereka.
"Oh, itu..." Luna mengibaskan tangannya sambil terkekeh. "... aku terbangun kemudian pindah. Sudah biasa."
Aelius mengangguk pelan. "Begitu." Dia kembali menatap Luna dan mendekat perlahan. "Apa yang kau buat?"
"Hanya roti panggang dengan keju. Maaf, tidak banyak bahan yang kupunya," kata Luna sambil memberikan sepiring roti yang telah dipanggang dengan keju yang lumer di atasnya. Aroma mentega yang begitu kuat dan meleleh turut menambah selera makan Aelius.
"Tidak apa-apa. Terima kasih," kata Aelius yang menerima piring itu lalu duduk dan menyantapnya. "Kau tidak sarapan?"
"Oh, aku sudah memakan punyaku saat tadi kau di kamar mandi, jangan khawatir." Luna mencuci tangannya di wastafel kemudian mengisi dua gelas dengan air putih. Satu diberikan pada Aelius dan satu untuk dirinya sendiri. Dia mengambil tempat di hadapan Aelius. "Kelas pagi?"
Aelius menggeleng pelan. "Tidak, agak siang nanti."
Luna mengangguk pelan lalu meneguk airnya perlahan. "Semangat untuk kelasmu nanti. Kebetulan, aku ada acara hari ini, jadi tidak ke kampus."
"Eh? Di mana?" tanya Aelius.
"Paris. Bibiku akan menjemputku nanti," kata Luna sambil menghela napas. "Kurasa... untuk beberapa hari."
"Oh, begitu." Dia akan pergi. Aelius tersenyum. "Aku mengerti. Hati-hati perjalananmu nanti. Kalau kau mau... kau boleh menghubungiku."
Luna tertawa pelan. "Baiklah, baiklah."
Usainya mereka sarapan, Aelius pun pamit untuk pulang. Dia menghela napas lega karena keadaan sudah membaik untuk saat ini. Meski dia harus berjalan cukup jauh untuk pulang, tapi itu bukan masalah. Dia sudah terbiasa akan hal itu. Bahkan jika boleh bilang, stamina bertambah semenjak dia menjadi vampir.
Setelah sampai rumah, Aelius kembali bersiap untuk ke kampus. Dia melirik pil pengganti darah dan meminum satu. Oke, aku pun harus semangat.
***
Hari demi hari Aelius jalani dengan normal. Pulang kampus Aelius tidak pernah terlambat untuk latihan. Perkembangannya semakin baik kian hari. Caroline pun memutuskan untuk memberi Aelius pelatihan untuk menggunakan dan mengontrol kekuatannya dengan baik. Pada awalnya, mengontrol adalah hal tersulit yang dilakukannya karena seringnya, Aelius kelepasan menggunakan kekuatannya ini.
"Meskipun kau memiliki kekuatan, bukan berarti kau membiarkannya. Meski sulit, kau harus berusaha. Membiarkannya bukan hanya merugikan dirimu, tapi orang lain. Kau paham benar ada hak yang melindungi segala privasi setiap individu?" Caroline menekankan dengan tegas kala Aelius gagal menahan kekuatannya.
Aelius menghela napas. "Ya, aku sangat paham. Maaf..." Sulit sekali, ya. Namun, bagaimana aku melakukannya saat melihat Hartwell dan Rhein di pub?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fate of Elders
Vampire- Sejak malam itu, semua berubah... - Bertahun-tahun, manusia dan vampir hidup berdampingan, menjalankan tugas yang diemban oleh masing-masing individu. Namun, hubungan antara kedua belah pihak selalu berlandaskan permusuhan meskipun tak terlihat se...