Aelius memahami bahwa saat ini, semua yang dikatakan Helia tampaknya benar. Gadis itu jujur akan keluarganya dan juga perseteruan antara Hellimoth dengan Calvines. Terlebih kondisi yang sekarang, beberapa orang tampaknya mengintai di luar rumahnya dan Aelius mampu mendengar keberadaannya.
"Helia, apa kau keberatan untuk tetap di sini?" tanya Aelius dengan tatapan tajam.
Helia melotot. "Tidak mungkin!"
"Sepertinya apa yang kamu ucapkan itu benar. Ayahmu bergabung dengan Organisasi Hellimoth, yang saat ini pun tengah mengkhianati Tetua Agung. Lalu kakakmu yang dibunuh karena lepas dari serum... itu semua untuk melindungi proyek yang dilakukan oleh ayahmu. Apabila kakakmu lepas dari serum karena Ketua, kebenaran akan mereka yang melakukan pengkhianatan akan terungkap," jelas Aelius lalu menatap Helia. "Kini, kau yang kabur pasti dicari. Apa aku salah?"
Helia tersentak, mengepalkan tangannya sendiri menahan amarah. "Kau tahu bahwa aku kabur?"
Aelius mendengus. "Kau tidak ragu menjelaskan itu semua padaku. Padahal harusnya kau tidak tahu sisi mana yang kupihak. Demi menghentikan ayahmu, kau memberitahuku--korban terakhir kakakmu--yang sepertinya akan berada dalam bahaya. Boleh dibilang, kurasa aku berutang nyawa padamu."
"Aku tidak mengerti!" kata Helia.
Tok! Tok!
Ketukan itu membisukan mereka. Serentak, keduanya memandang ke arah pintu. Aelius kembali menatap Helia dan mencondongkan tubuhnya tepat di sebelah telinga Helia. "Sudah ada beberapa orang yang mengepung rumahku. Mereka pastinya mengetahui dirimu yang kabur bisa menjadi bahaya besar. Apalagi subjek ayahmu sudah tidak ada, kaulah subjek barunya. Namun aku juga tidak bisa menjamin apakah mereka mengincarmu atau aku. Karena itu, tetap bersembunyi di kamarku."
Tubuh Helia menegang, seolah tidak bisa bergerak. Aelius menepuk pundak gadis itu, menyadarkannya. Begitu Helia berhasil mencerna perkataan Aelius, gadis itu langsung bersembunyi di kamarnya. Aelius melangkah ke arah pintu lalu perlahan membukanya. Seorang pria baya dengan berbalut jas dan mantel panjang hingga tulang kering tersenyum.
"Selamat malam, Tuan Aelius Lacroix!" Pria baya itu membungkuk. "Saya mohon maaf atas ketidaknyamanannya, tapi ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan. Apa tidak masalah?"
Aelius menimbang sesaat, lalu pria lain nendekatinya, mengenakan jas dan juga mantel panjang. "Ada apa ini?"
Pria yang tadi menyapanya masih dengan senyuman ramah--entah itu sungguhan atau tidak. "Kami merupakan bagian dari Badan Keamanan dan Kesiagaan Organisasi Hellimoth. Pasti Tuan tidak asing dengan organisasi ini."
"Ah, benar..." Hellimoth. Mereka mau... Helia? "Lantas, ada apa?"
Pria itu mengeluarkan selembar foto dari balik mantel. "Anda pasti mengenal gadis ini--gadis yang Anda ajak masuk belum lama ini." Aelius menahan napas saat melihat foto Helia, tapi dia mencoba supaya tetap tenang. "Bisa dibilang, dia merupakan gadis yang cukup berbahaya."
Aelius terdiam. "Oh, ya?"
"Penyelidikan akan penyerangan vampir baru-baru ini membuahkan bukti yang menunjukkan bahwa dia pelaku dari penyerangan tersebut. Organisasi kami tentunya mewujudkan perdamaian antar bangsa, itu sebabnya kami tidak bisa membiarkan dia lolos," jelas pria baya tersebut.
Pria yang satunya lagi membuka mulut. "Kami telah lama mengintai gadis itu dan melihatnya berbicara dengan Anda sejenak sebelum masuk. Katakan apa yang Anda ketahui!"
Aelius bisa melihat pria yang menyusul mereka seperti seorang vampir yang sangat dingin dan tidak mau berbelit-belit. Dari analisisnya, Aelius merasakan bahwa vampir ini tidak akan main-main dengan siapapun, apalagi urusan pekerjaan. Tipikal ideal untuk seorang penginterogasi. "Dia dan aku satu kampus."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fate of Elders
Vampiro- Sejak malam itu, semua berubah... - Bertahun-tahun, manusia dan vampir hidup berdampingan, menjalankan tugas yang diemban oleh masing-masing individu. Namun, hubungan antara kedua belah pihak selalu berlandaskan permusuhan meskipun tak terlihat se...