Chapter V.

32 5 2
                                    

"Selamat tinggal!" ucap seorang gadis bermata violet itu.

Tidak. Jangan pergi! Sebisa mungkin, Aelius menahan gadis itu. Namun ketika dia mengedipkan matanya, gadis itu sudah menghilang.

Aelius melihat ke segala arah. Dirinya berada di sebuah taman bermain. "Hei! Jangan pergi!"

Suaranya menggema dalam kesunyian itu. Tidak ada siapapun, hanya ada angin yang kencang mengelilinginya. Dingin mulai menusuk tulangnya. Ketika dia sadar udara dingin itu menguat di belakangnya, perlahan tubuhnya memutar.

Mata Aelius menangkap pemandangan langit-langit kamar vilanya lagi. Dia mengerjapkan matanya, memastikan visualnya tidak salah. Mendadak, napasnya menjadi tak beraturan dan jantungnya berdebar. Ketika nyawa Aelius terkumpul lebih banyak, Aelius menarik napas panjang dan mengembuskannya lewat mulut. Hanya mimpi...

Aelius terbangun dari tidurnya dan melirik ke arah cermin. Tidak ada perubahan yang signifikan, tetapi dia merasa tubuhnya jauh lebih bugar. Tangannya pun meraih pil yang ada di meja lalu dilemparkan pil itu ke dalam mulutnya. Entah kenapa dia merasa harus menuruti perintah pada surat itu.

Rasanya aneh sekali. Ini tidak akan membunuhku, 'kan? Hanya memulihkan tubuhku? Aelius bertanya-tanya dan melirik jam di kamarnya. Sudah jam tujuh. Sebaiknya aku mandi dan turun.

Aelius mengambil baju ganti lalu pergi ke kamar mandi yang kosong. Dia merasa heran karena tidak ada yang menggunakannya, tapi begitu kakinya melangkah menginjak lantai kamar mandi, dia pun tahu kenapa. Bau alkohol yang amat kuat serta bercampur dengan muntahan menjadi satu dan membuat udara di dalam kamar mandi begitu menyesakkan.

Sialan! Aelius mengambil pembersih kamar mandi lalu menutup pintu dan mulai membersihkan kamar mandi. Hal itu membuatnya memakan waktu lama di kamar mandi karena dia tak hanya sekedar mandi.

Usai membersihkan kamar mandi sekaligus mandi, Aelius keluar dan mendapati salah satu adik tingkatnya berjalan terhuyung ke arah kamarnya. Tangannya memutar kenop dengan susah payah dan masuk lalu membanting pintu. Aelius terkejut melihat adik tingkatnya yang begitu mabuk dan baru masuk pagi hari.

Ketika Aelius melangkah menuju kamar Gio dan hendak mengetuk, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka dan keluarlah seorang gadis berambut pirang dan berwajah tirus yang duduk bersama Gio di bus, Bettie. Gadis itu terkejut melihat Aelius dan Aelius sendiri jauh lebih terkejut melihat Bettie. Gadis itu mungkin terkejut karena Aelius berada di depan kamar Gio, tapi Aelius terkejut karena Bettie keluar hanya memakai kemeja putih tanpa celana panjang.

"Astaga!" Bettie memegangi dadanya yang dirasa berdetak kencang. "Kau--"

Aelius membalikkan badannya dan berdeham. "Maaf, aku tidak tahu kalau... kau di sana."

Bettie menarik napas dan mengangguk. "Selamat pagi."

Aelius tidak membalikkan wajahnya sampai terdengar langkah Bettie yang menjauh hingga turun ke tangga. Begitu langkahnya tak lagi terdengar, Aelius masuk ke kamar Gio dan terkejut, melihat betapa berantakannya kamar Gio saat ini. Pakaian dengan kondisi sebagian sudah robek lalu dalaman wanita yang sudah tak layak pakai berserakan di mana-mana. Gio sendiri tidur tanpa busana, hanya berbalut dengan selimut dan tampak nyenyak.

Kini, Aelius paham kenapa Bettie hanya memakai kemeja saat keluar dan itu pun adalah kemeja Gio. Aelius melangkah ke arah kasur dan menepuk pundak Gio. "Hei!"

Gio tersentak dan bangun lalu menyerang Aelius dengan membabi buta. "Hei, hei, Bettie Sayang..."

"Hei, ini aku!" seru Aelius, melihat Gio yang masih setengah sadar.

The Fate of EldersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang