Chapter XVIII.

10 1 0
                                    

Selesai seminar, Aelius segera mencari keberadaan Henri Shin. Dia mendapati Henri Shin sedang berbicara dengan beberapa mahasiswa. Ah, tidak. Terlalu banyak orang...

Aelius pun menunggu sampai semua orang membubarkan diri. Satu per satu mahasiswa meninggalkan Henri. Tiba-tiba, Henri memandang ke arah Aelius lalu mendekat dengan perlahan. Merasa Henri telah menyadarinya, Aelius ikut mendekat. Dia sadar?

"Melihat dari kelakuanmu, ada yang ingin kau sampaikan?" tanya Henri.

Aelius memperhatikan sekitar dan mengangguk. "Ya, mungkin sambil makan?"

Henri terkekeh dan mendekat, kemudian berbisik, "Bukannya kamu tidak bisa makan? Atau setengahmu masih bisa mencernanya?"

Aelius tersenyum. "Begitulah..." Dia tahu.

"Oke, pimpin jalannya!" Henri mempersilakan.

Aelius mengangguk lalu membawa Henri ke salah satu restoran yang sedikit lebih jauh dari kampus. Restoran itu bukan restoran besar, tapi cukup nyaman untuk orang penting seperti Henri. Setelah memesan minuman, mereka belum berbicara sepatah katapun hingga pelayan datang dan membawakan pesanann mereka.

"Kau... menyadari bahwa aku bukan manusia. Bagaimana?" tanya Aelius.

Henri mengetukkan jari di atas meja. "Jadi itu yang ingin kau ketahui."

"Selain itu, pemahamanmu akan vampir tampaknya jauh melebihi vampir lain. Bagaimana itu bisa terjadi?" tanya Aelius lagi.

"Jika kukatakan bahwa aku belajar, apa kau akan percaya?" Henri menyesap sedikit minumannya lalu menggeleng. "Kurasa tidak."

Aelius menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Tenang, Aelius. Jangan gegabah! "Pemahamanmu seolah kau adalah vampir sendiri. Tidak semua orang tahu mereka memiliki darah manis dan berpikir sejauh itu. Namun kau... hanya memperhatikanku sejenak dan kau tahu bahwa aku vampir."

Henri mencondongkan sedikit tubuhnya dan berdeham. "Baiklah, mungkin aku tahu banyak tentang vampir. Hal ini dikarenakan teman kakakku adalah vampir. Jadi, aku belajar darinya."

"Itu... luar biasa." Aelius menggumam pelan.

"Ya, anggap saja karena itu, aku sudah belajar banyak hal." Henri meringis. "Dan kenyataannya... kau mengenal teman kakakku."

Aelius mengerjap, lalu mendengus. "Jangan bilang itu Hartwell..."

"Dia selalu menyusahkanmu? Itu belum seberapa. Ke depannya dia akan lebih rusuh. Tapi percayalah, saat akan datang kemari, dia juga memberitahuku soal kamu. Aroma darahku pasti memancingmu," kata Henri.

"Bagaimana kau tahu... tentang itu?" tanya Aelius.

Henri tersenyum. "Anggap saja... aku sudah berpengalaman. Hartwell juga berkata jika aku bisa membantumu. Mendengar darinya, kau sudah diserang oleh seorang penyihir dan vampir yang buronan?"

Aelius mengangguk. "Kau bisa bilang begitu. Tunggu..." Aelius baru menyadari ucapan Henri. "... kau tahu soal penyihir?"

Henri memandang ke arah jendela luar. "Tidak banyak yang tahu soal mereka, terlebih semenjak berbagai peristiwa yang menyudutkan mereka tujuh tahun yang lalu."

"Tunggu, jika itu benar, apakah kita--manusia--mengenal mereka? Aku yakin sekali aku tidak tahu apa-apa soal penyihir dan tidak ada satupun orang yang membicarakannya--kecuali di dalam dongeng." Aelius menghela napasnya.

"Tujuh tahun... cukup untuk menyimpan rahasia kelam. Aku tahu apa yang terjadi, tapi aku tidak bisa memberitahumu. Ini akan melanggar sebuah perjanjian yang sudah disepakati oleh kita semua," kata Henri sembari menyeka mulutnya. "Mungkin aku bisa memberitahumu petunjuk. Perpustakaan adalah tempat yang tepat untuk mencari apa yang ingin kau ketahui."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Fate of EldersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang