Chapter XIV.

17 2 0
                                    

Salah satu pub terkenal di kalangan mahasiswa Cadinces adalah tujuan mereka. Di sana, Gio langsung memesan gelas besar dan meminumnya sendiri. Gael tertawa melihat tingkah Gio yang mulai mabuk, sama halnya Aelius yang sudah dapat menerka bagaimana Gio saat ini.

"Fiuh... tidak ada yang lebih nikmat selain segelas besar bir. Benar, 'kan?" tanya Gio diikuti tawanya.

Gael mengangkat gelasnya dan menyahut, "Benar!"

Aelius tersenyum kecil, lalu merogoh sakunya ketika ponselnya bergetar. Luna? "Halo?"

"Aelius, kau di mana sekarang?"

"Aku di pub dekat kampus. Ada apa?" Aelius bertanya balik.

Terdengar helaan napas dari Luna. "Tidak. Aku hanya penasaran karena... kau belum melihat pesanku sejak siang. Kukira ada apa."

"Eh?!" Aelius cepat-cepat mengecek kotak pesan. Dia terkejut ternyata Luna mengirim pesan untuk menanyakan agenda Aelius besok. "Maaf, Luna! Aku tidak sempat melihatnya."

"Tidak! Sungguh, tidak apa-apa. Aku hanya takut terjadi sesuatu padamu. Sepertinya kau sangat sibuk, jadi kurasa tidak masalah."

Aelius menggumam sejenak. "Agendaku besok, ya..." Ketika dia menolehkan kepalanya ke meja yang berada di pojok pub, dia tersentak. Tunggu, bukannya itu...

Di sana, terlihat Caroline dan Rhein tampaknya berbicara serius. Namun, terlihat seriusnya pembicaraan itu bukan seperti pembicaraan yang bagus. Mereka tampaknya sedang beradu argumen satu sama lain. Aelius mengerutkan keningnya bingung.

"Aelius, kau tidak apa-apa?"

Suara Luna berhasil memecah lamunan Aelius. "Oh, ya! Maaf, tadi sampai di mana aku?"

"Agendamu... besok?"

"Oh, ya! Agendaku besok seperti biasa. Ada apa?" tanya Aelius. "Maksudku, senggang pada malam hari."

Terdengar Luna menghela napas. "Apa... kau mau menemani untuk pergi menonton film yang diputar di bioskop? Tugasnya dikumpulkan dua hari lagi. Itu... kalau kau tidak keberatan. Aku akan membayar tiketnya!"

Aelius terkekeh. "Luna, kau tak perlu membayarnya. Besok kita pergi."

"Eh? Kau mau?"

"Tentu saja. Hubungi aku kalau kau sudah siap," kata Aelius lalu memandang ke arah Caroline dan Rhein dengan tatapan tajam.

"Terima kasih. Sampai besok!"

"Sampai besok!" Aelius pun membiarkan Luna menutup teleponnya lalu kembali mengamati Caroline dan Rhein. Dia ingin sekali menguping pembicaraan mereka, tapi dia sadar yang dia lakukan tidak lain dari melanggar privasi orang lain.

Mereka... tampaknya seperti ada sesuatu. Kenapa mereka bertampang begitu? batin Aelius.

"Oh, ya. Kau belum menceritakan lebih lanjut hubunganmu dengan... Luna Callemon?" Gio yang tampak mabuk tiba-tiba bertanya.

Aelius tersentak, lalu seketika wajahnya sedikit memerah. "Memangnya... harus?"

Gio mendengus. "Tidak juga, sih!"

Pandangan Aelius tersita kembali saat Caroline beranjak dengan tatapan yang dingin nan tajam itu kepada orang di hadapannya. Rhein lebih memilih diam kali ini sementara Caroline pun memutuskan untuk keluar--entah sekedar mencari udara segar atau gadis itu memang pergi.

Entah kenapa... firasatku tidak baik.

***

"Tunggu, kau mau pergi menonton? Tidak latihan?" Suara Caroline cukup memekik ketika Aelius menghubunginya untuk meminta izin.

The Fate of EldersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang