Aelius berlari masuk ke rumah Clara, untuk memberitahu Heidi bahwa dia harus pergi saat ini. Namun yang dilihatnya saat ini membuat dirinya terkejut. Heidi menahan Nico yang seperti kerasukan iblis di atas sofa dan diikat dengan tali yang berlumuran cairan merah seperti darah. Clara menangis di pojok ruang sembari menyandar.
"He-Heidi... apa yang terjadi?" tanya Aelius bingung.
"Aelius!" Clara langsung berlari dan memeluk Aelius. "Terima kasih..."
Aelius melepaskan diri dari Clara dan menatap Heidi. "Apa yang terjadi?"
Heidi menarik napas panjang dan menghelanya. "Dia berada dalam pengaruh sesuatu yang amat kuat. Tampaknya langkahmu dalam membawaku ke sini sangat benar. Dia seperti vampir yang menyerangmu saat itu, tapi efek yang menyerangnya sudah diam terlalu lama. Itulah kenapa dia seperti... kerasukan."
"Ah, begitu. Oh, ya, aku ingin memberitahumu bahwa aku harus pergi saat ini ke suatu tempat. Apa ritualnya... masih lama?" tanya Aelius.
Heidi menoleh dengan tatapan datar. "Yang benar saja... urusan apa?"
Aelius menggaruk tengkuknya. "Salah satu temanku mabuk dan... teman perempuanku yang bersamanya meminta tolong padaku."
Heidi mengangkat satu alis. "Teman perempuan? Siapa memangnya?"
"Hah... anak perempuan dari jurusan seni bernama Luna. Dia satu klub denganku. Temanku yang mabuk bernama Gio, dia akan menyusahkan Luna," ujar Aelius dengan suara yang semakin pelan. "Apa... tidak masalah?"
"Hah? Siapa?" tanya Clara, masih dengan derai air mata.
Heidi mengangguk. "Baiklah. Aku mungkin akan agak lama di sini karena ritual ini hanya bisa diselesaikan oleh Ketua. Karena Ketua sedang ada urusan, kurasa akan semakin lama sampai ritualnya benar-benar selesai. Sebaiknya kau bantu temanmu yang bernama Luna itu."
Aelius terkejut karena tiba-tiba Heidi memperbolehkannya pergi. "Ba-baik! Terima kasih!" Dia segera membalikkan tubuh dan berlari ke pintu tapi ditahan oleh Clara. "Kenapa?"
Clara mendengus. "Kau akan pergi?"
Aelius menarik tangannya. "Sudah ada Heidi, dia akan menolongmu!" Setelahnya, dia langsung pergi. Kali ini, benar-benar pergi.
Hanya dengan lari, dia mampu mencapai kampus lagi. Dia langsung menuju ruang organisasi dan menemukan Gio terlentang di lantai sementara Luna berdiri tak jauh darinya dengan gelisah. Melihat kedatangan Aelius, Luna tampak jauh lebih lega saat ini.
"Maaf, apa kau menunggu lama?" tanya Aelius pelan sembari melangkah masuk. "Aku ada urusan tadi."
Luna tersenyum dan menggeleng. "Tidak. Aku yang minta maaf karena merepotkanmu."
Aelius terkekeh. "Kau sama sekali tidak merepotkanku, tenang saja. Untung kau tidak membawanya pulang. Akan ada kejadian lain jika itu terjadi. Namun... terima kasih sudah memberitahuku."
Luna mengangguk. "Kapan saja. Oh, ya, aku ingin meminta maaf karena... terjadi sesuatu. Aku harus segera pergi."
"Oh, tidak masalah. Terima kasih sudah menjaganya," kata Aelius.
Luna segera mengambil tas lalu melangkah keluar. "Bukan masalah. Hati-hati!"
"Kau yang seharusnya begitu!" sahut Aelius lalu tersenyum.
Luna hanya menanggapinya dengan senyuman sementara Aelius kembali bersama kakak kelas yang selalu mengakui dirinya sebagai kakak kandung Aelius dengan tatapan tajam. Aelius mendengus, jika bukan karena Luna ada di sini menjaga Gio, dia pasti masih terjebak bersama Clara.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fate of Elders
Vampire- Sejak malam itu, semua berubah... - Bertahun-tahun, manusia dan vampir hidup berdampingan, menjalankan tugas yang diemban oleh masing-masing individu. Namun, hubungan antara kedua belah pihak selalu berlandaskan permusuhan meskipun tak terlihat se...