Chapter IX.

14 5 2
                                    

Wanita itu membawa mereka ke sebuah ruangan di lantai dua setelah melalui beberapa lorong. Ruangan yang besar dengan desain elegan menyambut mereka, diikuti aroma cendana yang entah dari mana sukses merasuk hidung Aelius. Wanita itu menuju sofa dan duduk. Di hadapannya, Aelius duduk sementara Heidi menyiapkan minuman sebelum keluar.

Rasanya canggung ketika Aelius berdua bersama wanita ini--atau lebih sopan disebut dengan Ketua. Aelius menarik napas panjang. "Saya... merasa apa yang Anda lakukan sangat berarti. Saya sangat berterima kasih."

Wanita itu mengibaskan tangannya. "Jangan begitu! Aku merasa sangat senang bisa menolong. Kau tahu, pemikiranku berbeda dari vampir Hellimoth, jadi jangan khawatir."

Aelius mengambil teh yang dihidangkan. Warnanya sedikit kemerahan, membuat Aelius bergidik. "Saya izin untuk meminumnya."

"Habiskan saja! Oh, ya, apa yang ingin kau bicarakan denganku? Heidi mengatakan banyak hal yang ingin kau utarakan. Sebagian sudah kudengar, tapi aku ingin mendengar lebih jelasnya," ujar wanita itu.

"Baik, Ketua. Jadi, setelah Anda menolong saya, rasanya pendengaran saya jauh lebih... sensitif? Saya dapat mendengar dengan jelas kata bisikan yang seharusnya tidak bisa didengar. Selain kata bisikan, suara yang jaraknya begitu jauh terkadang dapat kudengar dengan jelas," jelas Aelius, mengingat kejadian apa yang dia alami.

Wanita itu terdiam sejenak di balik topengnya. "Aku mengerti, tapi aku begitu terkejut meski Heidi sudah mengatakannya padaku. Perlu kau tahu, itu bukanlah bakat alami atau kemampuan murni seorang vampir. Mungkin yang bisa membedakan kita dengan manusia adalah penciuman kita akan darah, tapi pendengaran... itu berbeda."

Aelius mengerutkan kening. "Ber-beda?"

Ketua perlahan beranjak dan melangkah ke meja kerja dan mengambil sebuah rekaman. Dia meletakkan rekaman itu di meja. "Sekarang, apa yang kau dengar?"

Aelius menatap Ketua dengan bingung. Masalahnya, dia tidak mendengar apa-apa. "Saya tidak mengerti."

Ketua mencondongkan tubuhnya dan berbisik di telinga Aelius. "Pejamkan matamu, fokuskan titik suara. Perlahan, kau akan menangkap... sesuatu di balik keheningan ini."

Aelius menuruti perkataan Ketua. Perlahan, dia memejamkan mata, mendengar suara langkah Ketua yang begitu keras perlahan menjauh. Samar, tapi Aelius bisa mendengar suara tawa dari seorang wanita kemudian seruan dari seorang pria. Mereka mengucapkan selamat pagi lalu Aelius dapat mendengar suara bayi yang menjadi latar dan juga panggilan dari ibu sang bayi.

Tiba-tiba, suara tombol yang ditekan membuat Aelius tersentak. Suara tadi menghilang, Aelius membuka mata dan memandang Ketua yang mematikan rekaman itu. Senyumannya terlihat begitu ramah. "Jadi, apa yang kau dengar?"

Aelius menelan ludah. "Seorang wanita dan pria yang tertawa dengan sapaan pagi, lalu bayi mereka yang menangis."

Ketua tersenyum. "Aku sudah yakin kau bisa. Suara rekaman ini tidak terdengar sama sekali. Aku pun berani menjamin kau juga tidak merasa aku menekan tombol pada rekaman ini, bukan? Aku yakin bila kau mendengar suara rekaman ini, kau juga akan mendengar suara langkah dan gerakan tanganku yang menyentuh rekaman."

Aelius tertegun. Memang benar. "Sepertinya Anda benar. Saya memang mendengar langkah dan suara ketika jari Anda mematikan rekaman itu. Namun, pertanyaan saya masih sama. Kenapa saya bisa melakukannya?"

"Aku pun sama penasarannya denganmu, tapi aku memiliki spekulasi saat ini." Ketua menghela napas. "Di masa lalu, kami--para vampir--memiliki Tetua Agung yang memimpin seluruh bangsa vampir di dunia. Tetua Agung terdiri dari tiga vampir spesial yang memiliki kekuatan istimewa. Para vampir ini sangat langka. Mereka disebut vampir Dracspe. Banyak vampir lain yang bukan merupakan Dracspe yang iri. Rumor beredar, apabila membunuh keturunan terakhir vampir Dracspe, kekuatannya akan berpindah, tapi itu mitos. Sayangnya, hal itu membuat banyak vampir Dracspe terbunuh.

The Fate of EldersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang