Berakhir

1.5K 52 5
                                    

Hi everyone 👋

Happy reading ❤️
.
.
.

"Aku mau kita putus," ujar seorang laki-laki dengan pelan, dengan berat hati ia harus mengucapkan kata yang sama sekali ia tidak harapkan untuk keluar dari mulutnya.

Gadis di sampingnya itu menoleh. "Kenapa?"

"Karna aku udah capek, ternyata rasa sakit yang kamu kasih udah nggak bisa aku obati lagi. Kekecewaan aku ternyata lebih besar dari rasa cinta aku buat kamu." jawabnya, kelopak matanya sampai tidak bisa lagi membendung air mata.

"Dan sekarang aku sadar kalo cinta kamu bukan buat aku," lanjutnya.

"Kamu kayanya salah paham deh, aku cinta sama kamu. Aku sayang sama kamu, kak. Aku nggak pernah suka sama Evano, aku nggak pernah selingkuh. Tolong kasih aku kesempatan lagi."

Kevin menggelengkan kepalanya. "Tanpa kamu sadar, kamu udah ngaku kalo kamu punya hubungan khusus sama Evano. Ternyata semuanya bener, di sini aku cuman jadi tameng untuk kamu."

"Bukan gitu, kamu salah paham, aku bisa jelasin semuanya." ujar Sarah, mencoba untuk menjelaskan.

"Nggak ada yang perlu di jelasin, semuanya udah jelas. Aku mutusin kamu karna aku punya bukti kalo kamu udah main api di belakang aku, dan lebih parahnya sama sahabat aku sendiri."

"Kadang aku bingung, kenapa harus aku? Aku salah apa sama kalian berdua? Awalnya aku nggak percaya kalo kamu punya hubungan khusus sama Evano, tapi kemarin, aku liat sendiri dengan mata kepala aku. Kenapa harus Evano? Kenapa harus sahabat aku sendiri?"

"Aku cinta sama kamu, Kak. Aku nggak pernah sekalipun buka hati untuk Evano. Hati aku cuman buat kamu, Kak.",

"Itu dulu, sekarang hati kamu bukan buat aku. Semuanya udah berubah, cinta kamu bukan cuman aku lagi."

"Tapi aku punya alasan untuk semua ini, aku bisa—"

"Apapun alasannya, kamu nggak bisa bikin rasa kecewa aku hilang. Apapun alesan kamu, kamu tetep salah."

"Kamu nggak boleh egois, Sar. Kamu nggak bisa dapat dua hati sekaligus. Kamu harus bisa lepasin salah satunya, dan itu aku. Aku cinta sama kamu, tapi mungkin cinta Evano lebih besar untuk kamu. Aku nggak bisa untuk lanjutin hubungan ini. Aku nggak mau punya pasangan yang hatinya bukan cuma untuk aku."

Kevin mengambil kedua tangan Sarah, menggenggamnya erat-erat. "Selama setahun ini aku banyak banget belajar dari kamu, Sar. Terimakasih, karna hadirnya kamu, aku jadi bisa berlajar untuk lebih dewasa dalam segala hal. Karna kamu aku jadi tau apa artinya mencintai dan dicintai, terimakasih."

Perlahan genggaman tangan itu terlepas.

"Mungkin ini sulit buat aku, tapi pada akhirnya aku harus bilang ini sama kamu. Dulu aku mempersilahkan kamu untuk hadir dalam hidup aku, dulu aku aku mempersilahkan kamu untuk tinggal di hati aku. Tapi sekarang aku harus mempersilahkan kamu untuk keluar dari hidup aku, selamanya."

Tangis Sarah pecah, gadis itu tidak bisa lagi menahan sesak di hatinya. Ternyata kebahagiaannya harus berakhir sampai sini. Ternyata tawanya harus berhenti di sini.

Sarah hanya bisa menggeleng. Gadis itu masih tidak percaya bahwa hubungannya kini sudah selesai. Rasanya baru saja ia di pertemuan, tetapi kini takdir harus memisahkan.

"Melepaskan kamu itu berat buat aku, Sar. Tapi aku percaya, waktu akan jadi obat untuk semua rasa sakit aku." Kevin menatap Sarah dengan senyum manisnya.

"Aku nggak bisa ... Aku nggak mau kita putus." balas Sarah, gadis itu masih saja menangis.

"Kamu boleh nyakitin aku, tapi tolong kamu jangan nyakitin sahabat aku. Aku percaya kalo kamu bakal bahagia sama Evano. Aku percaya kalo kamu sama Evano, kamu akan lebih bahagia."

"Enggak, semua itu nggak akan terjadi." Sarah menggeleng.

"Ayo, kita sama-sama saling melupakan," ujar Kevin, mencoba untuk tersenyum.

***

Sandra baru saja masuk ke dalam kelasnya. Setelah berbicara dengan Retgar, gadis itu hanya diam. Sandra sama sekali enggan untuk berbicara. Membuat Rena menatap sahabatnya bingung.

"Lo sakit?" tanya Rena.

Sandra hanya bisa menggeleng.

"Lo kenapa? Ada masalah?" tanyanya lagi.

"Sandra gakpapa kok," balas Sandra, dengan senyum tipis.

"Kalo Sandra nggak ada apa kak Retgar bakal bahagia?" tanya Sandra pada dirinya sendiri.

Rena yang mendengar gumaman sahabatnya langsung menatap tajam ke arah Sandra.

"Maksud lo apa?!" sentak Rena.

"Rena, Sandra harus apa? Gimana caranya untuk bikin semuanya baik-baik aja?" Mata Sandra sudah berkaca-kaca. Bibirnya bergetar menahan tangis.

Rena langsung menarik tangan Sandra, untuk keluar dari kelas. Membawa gadis itu ke dalam kamar mandi. Rena tidak ingin Sandra menjadi tontonan banyak orang.

"Sekarang cerita, kenapa lo bisa sampe kepikiran bilang kaya gitu? Lo mau mati?" tanya Rena, saat sudah berada di bilik kamar mandi.

"Hari ini Sandra tau kenapa kak Retgar pacarin Sandra, hari ini Sandra tau semuanya." ujar Sandra, tangis gadis itu sudah pecah.

"Maksud lo?" tanya Rena, belum mengerti.

"Kak Retgar jadiin Sandra pacar cuman pengen balas dendam. Sandra nggak tau gimana jelasnya, yang Sandra tau Sandra bakal nerima semua perlakuan kak Retgar nantinya. Sandra bakal tebus semua kesalahan kak Kevin di masa lalu. Sandra bakal terima semua konsekuensinya."

"Jadi Retgar cuman jadiin lo alat untuk balas dendam sama bang Kevin?"

Sandra hanya bisa menggagguk lemah.

"Apa lo yakin di sini bang Kevin yang salah?"

***

Seorang laki-laki terlihat tengah berjalan ke arah meja belajar miliknya. Laki-laki itu lalu menarik kursi, tangannya lalu mengambil sebuah bingkai foto yang berada di atas meja tersebut.

Dalam bingkai foto itu menampilkan dua orang laki-laki dan satu perempuan. Ibu jarinya perlahan mengusap bingkai foto tersebut. Rasa rindu masih bisa ia rasakan setiap kali melihat foto tersebut.

Bukan hanya rasa rindu, tapi rasa bersalah pun masih bisa ia rasakan. Rasa bersalah yang amat besar. Sangat besar. Mungkin bila waktu bisa di putar kembali, laki-laki itu kini tidak akan merasakan rasa sesal yang begitu besar seperti sekarang.

Entah sudah berapa kali laki-laki itu menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi pada orang dalam foto tersebut. Rasa penyesalan yang tidak bisa lagi untuk di jelaskan. Kadang laki-laki itu berpikir kenapa dulu dirinya harus bersifat egois, bila akan berakhir seperti ini.

Senyum manis yang ia tunjukan ke arah kamera kini sudah tidak lagi ia lakukan. Suara tawanya kini seakan sulit untuk mengudara. Rasanya ia tidak pantas untuk bahagia.

Tanpa di perintahkan, air mata laki-laki itu akhirnya jatuh. Rasa sesak ketika melihat foto itu masih bisa ia rasakan. Penyesalan yang hebat masih membelenggu.

"Maafin gue, karna gue kalian harus saling menyakiti. Sekarang akhirnya gue dapat balasan dari apa yang pernah gue lakuin ke kalian berdua. Harusnya dulu gue nggak egois. Harusnya gue bisa jaga perasaan sahabat gue sendiri," kata laki-laki itu, penuh sesal.

"Tapi itu seharusnya, bukan kenyataannya."

***
.
.
.

TBC

Jangan lupa tinggalkan jejak, vote and coment:)

Dua Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang