24

762 87 22
                                    

Namun masih ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.

Apakah respon ini akan tetap sama ketika mereka mengetahui keterbatasan fisik adiknya?

Apakah mereka akan tetap menerima Jin saat mereka tahu kondisi Jin yang sebenarnya?

Kedua pertanyaan ini seolah mendesak Taehyung untuk menunjukkan kepada publik tentang kondisi adiknya yang sebenarnya. Dalam majalah itu, hanya dijelaskan bahwa Seokjin hanyalah adik Taehyung. Hanya itu, tidak ada yang lain. Sepertinya ia harus membicarakan idenya untuk membawa Jin ke hadapan publik dengan anggota keluarganya.

❤❤❤

Semua anggota keluarga Kim sedang berkumpul di ruang keluarga, menghabiskan waktu untuk bersantai setelah berkutat dengan rutinitas yang cukup melelahkan. Hanya dengan menonton salah satu film favorit, sudah cukup bagi mereka. Memang itu salah satu kebiasaan yang sudah mereka lakukan dari dulu. Alasannya sederhana yaitu untuk tetap mempererat hubungan keluarga. Apalagi setiap dari mereka sudah mempunyai kesibukan masing-masing yang dapat membuat hubungan antar anggota keluarga merenggang. Kemungkinan buruk itu yang sedang diminimalisir oleh Jiyoung dan Jaewook. Mereka tidak ingin anak-anak mereka menjadi egois akibat kesibukannya masing-masing dan bersikap saling tidak peduli.

Di sela acara menonton itu, si bungsu membuka percakapan.

“Namu hyung..”

“Ada apa, Jin?”

“Eumm.. aku butuh bantuanmu, Hyung. Gimana ya ngomongnya?”

Sebenarnya Jin agak malu untuk mengatakan kepada semuanya kalau dia ditunjuk untuk mengikuti ajang debat mewakili kampusnya. Tapi mau tidak mau Jin harus mengatakan ini setidaknya kepada Namjoon.

“Butuh bantuan apa, Jin?”

Ia mendekatkan bibirnya ke telinga Namjoon dan berbisik,

“Aku ingin hyung mengajariku untuk persiapan mengikuti lomba debat nanti, Hyung.”

“Kau mengikuti lomba debat??!”

“Sshh.. Hyung. Jangan keras-keras!” katanya setengah berbisik.

“Anak appa ikut lomba??” kali ini Jaewook yang bertanya.

Jin menoleh, menatap ayahnya yang sedang berbicara. Kemudian menatap Namjoon dengan kesal, seolah-olah ia berkata kalau gara-gara Namjoon ayahnya jadi tahu berita itu, dan Namjoon hanya bisa menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal.

“I-.. Iya, Appa. Hehe..”

“Aigooo! Setelah sekian lama, akhirnya anak appa percaya diri untuk ikut lomba lagi.”

“Eomma bangga padamu, Jin.”

Ini yang Jin tidak inginkan. Belum apa-apa orang tuanya sudah bangganya minta ampun. Seperti menaruh harapan besar di pundaknya kalau ia harus menang. HARUS!

“Eomma, ini belum apa-apa. Aku baru ditunjuk, kenapa eomma sudah bangga duluan? Appa juga. Lombanya bahkan belum dimulai. Lagian aku juga tidak sendiri, Eomma.”

“Jelas eomma bangga Jin. Orang tua mana yang tidak bangga anaknya ditunjuk untuk mewakili sekolahnya dalam kompetisi.”

“Benar yang dikatakan eomma mu, Jin. Lepas dari bagaimana hasilnya nanti, kami tetap akan bangga padamu. Setidaknya kamu sudah melalui proses seleksi yang pertama dari kampusmu. Dari ratusan orang, kamu termasuk yang terpilih sebagai perwakilan dan hal itu cukup untuk membuat kami bangga. Setidaknya satu tahap awal sudah kamu lalui dengan baik.”

“O iya. Tadi kamu bilang kalau kamu tidak sendiri, Jin?”

Jin mengangguk.

“Aku bersama Kai dan Soobin yang ditunjuk mengikuti lomba, Eomma.”

PrécieuxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang