4-Yang Hancur Tidak Akan Sama Lagi

40 34 25
                                    

Siang itu, di Bandung, di depan gerbang sekolah, Hana berdiri menunggu jemputannya yaitu ojek online. Tak dapat di sangka-sangka bahwa seorang laki-laki bermotor vario 125, black. Berhenti tepat di depan ia berdiri. Lelaki itu memakai helm bogo berwarna merah muda, sangat tidak nyambung bagi Hana yang melihatnya saat itu juga. Lelaki itu berhenti, tersenyum tipis. Hana yang mulai merasa tidak nyaman, beralih memandang lain.

"Hana, ya?"

Hana melihat mata laki-laki itu. Tak perlu di tanyakan lagi kenapa ia tahu namanya, lewat bet. Yaampun, Hana pun malas melihat namanya. Tapi ia pun melirik sedikit nama laki-laki itu, Denandra.

"Pulang sama gue, mau nggak?"

Hana masih saja diam, perlahan-lahan tapi pasti, kaki kanannya melangkah ke sisi kanan sekali.

"Lo diemin gue, gue nggak akan kemanapun dan akan terus di sini. Di depan lo."

Hana mulai malas, karena beberapa murid lain yang sedang menunggu jemputan itu memperhatikannya.

"Kenal juga enggak," jawabnya malas.

"Kan tadi lo udah lirik nama di seragam gue, gimana sih?"

Hana diam. Ia lihat wajah laki-laki yang semakin menyebalkan, lalu gadis itu membenak, Apa dia merhatiin gerak-gerik bola mata gue?!

Penjemput yang sudah ia tunggu hampir setengah jam itu tiba. Mungkin, ia akan sangat bersyukur karena telah menggagalkan rencana laki-laki ber-helm merah muda itu. Begitu Hana naik motor dan memakai helm dari si bapak, laki-laki itu mendekatkan posisi motornya dengan motor tukang ojek.

"Pak, hati-hati ya bawa cewek saya-nya, jangan sampai lecet. Bye Hana!" ucapnya sembari menaikan alisnya, lalu melaju pergi.

Raut wajahnya berubah drastis, bibirnya melengkung membentuk kerucut. Si Bapak melihat ke arah spion sambil mesem-mesem.

"Pacarnya perhatian banget, Neng, kenapa gak mau pulang bareng pacarnya aja?"

"Pak! Dia bukan pacar saya! Kenal juga enggak. Buruan jalan, atau saya cari ojek lain!" ketusnya.

Si Bapak mengangguk lalu menancap gas motornya. Sepanjang perjalanan, Hana selalu berdoa agar Tuhan tidak memunculkan lagi laki-laki aneh yang barusaja ia temukan itu. Sejujurnya, Hana tidak mengenali laki-laki itu meskipun mereka satu sekolah. Entah karena lelaki itu yang jarang masuk kelas, atau mungkin Hana yang selalu mengeram di perpustakaan. Mungkin alasan kedua lebih masuk akal, ia tak banyak dikenali, ia pun tak banyak mengenali.

Pertemuan dengan orang-orang baru memang akan terjadi dan tak bisa di hindari. Namanya juga hidup di bumi, tidak akan pernah sendiri. Pertemuan-pertemuan itu bisa terikat sebagai pertemanan di kemudian hari, pendekatan atau bahkan ikatan pernikahan. Tapi sayangnya Hana tidak pernah berpikir sejauh itu, baginya, laki-laki ber-helm merah muda hanyalah laki-laki yang handal memainkan hati wanita, dan Hana tidak mungkin terjebak lagi di dalamnya.

Ia membayar ojek, lalu masuk ke dalam rumah. Di sana terdapat Bina yang sedang duduk sembari membaca buku tafsir terjemahan Kitab Al-Qur'an. Hana menghampiri, "Assalamualaikum, Bu, Hana pulang!" ia segera mencium tangan Bina kemudian duduk tak jauh dari sana.

"Waalaikumsalam.. Gimana sekolahnya?"

Hana menarik napas, lalu menghelanya malas. "Yaa—gitu-gitu aja, Bu," Hana diam sejenak lalu teringat sesuatu, "Oiya! Hana ketemu sama laki-laki pakai motor hitam terus pakai helm warna pink!"

Bina tertawa kecil, lalu menutup bukunya dan menatap Hana sembari bilang, "Ya memang kenapa kalau pakai helm warna pink?"

"Kayak nggak ada selera yang bagus aja sih, warna kan banyak, Bu."

Because | ft. MARKLEE✔[ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang