7-Menjadi Bintang

33 34 22
                                    


Mentari bersinar begitu indah, namun, pagi yang tidak indah bagi Hana tersendiri. Mood-nya sedikit tidak bagus. Tak ada lekuk sabit di bibir tipis merah mudanya. Di meja makan, ia cuma bisa mendengarkan kedua orang tuanya menjelaskan.

"Semalem Ayah intip itu laki-laki, mempunyai sedikit kumis, matanya ayah nggak suka."

Bina menjawab dengan lirikan kesal. "Ya ngapain juga suka sama mata laki-laki."

"Bukan gitu... ini laki-laki sudah berani sekali ngajak anak kita keluar dengan alesan apa, Han?"

Matanya beralih menatap Sarda, nasi gorengnya segera ia telan. "Ngajak makan sama ngajak pergi sebagai tanda terima kasih. Kan sudah Hana jelaskan, Yah, semalam."

Sarda tertawa sinis. "Itu hanya akal-akalan laki-laki agar bisa berduaan sama kamu, Hana. Tapi masih bagus itu laki-laki nggak macem-macem sama kamu."

"Angka baik, Yah, orangnya. Dia bilang dia selalu mau jagain Hana."

"Kamu percaya?" tanya Sarda yang akhirnya melirik Bina.

"Assalamualaikum, Hana!!" terdengar suara teriakan dari luar, Hana segera bergegas dan meneguk air mineral hingga setengah kemudian salim.

"Hana di anterin sama Rama, kok, Hana berangkat. Assalamualaikum!" teriaknya setelah mencium tangan kedua orang tuanya.

Sesampainya di luar, Hana membuka gerbang dengan kasarnya.

"Heh! Buka gerbang sambil marah-marah. Harusnya itu gue yang marah sama lo tau nggak?! Kemarin gue balik lagi kesini tapi ada abang lo doang, dan dia nggak tau lo kemana. Gue sempet nungguin setengah jam tapi nggak nongol juga teru—" Argumennya tak bisa di lanjutkan karena Hana menutup mulut Rama dengan telapak tangan kirinya. Hana menaiki motor Rama lalu menyuruh Rama mengegas motornya.

Tak ada pilihan lain selain diam sebab ketika Rama melihat wajah Hana melalui spion, Kecut amat muka lo, Han. Tetapi di perjalanan, Rama mencoba untuk membuka argumen, ia sadar bahwa ia harus bertanya kepada sahabatnya yang sedang melengkungkan bibirnya. "Kenapa, Han? Cemberut gara-gara gue tinggal jalan sama Kiara? Cemburu? Iya?"

Hana memukul bahu Rama hingga ia meringis. "Pede banget sih, lo!"

"Adu-duh sakit, Han, kalau mau nabok ya pelan-pelan kenapa.. "

Setelah itu, Hana menyenderkan kepalanya di punggung Rama.

"Tuh kan, senderan, kan, pasti—"

"Ram, nanti pulangnya nggak usah jemput, ya?"

"Loh, kenapa, Han? Mumpung gue libur loh ini, lo yakin mau nyia-nyia-in ojek gratis udah gitu tamvans lagi!"

Rama tertawa, Hana tersenyum jahil. Rama yang memperhatikan Hana dari spion motornya, berdecak heran.

"Lo nggak mau cerita apa-apa ke gue?"

"Nanti gue kenalin sama orangnya, ya?"

"Nggak—nggak bisa, lo harus cerita dulu."

"Yaudah nanti gue kabarin, kalau nggak sibuk, ya?"

Rama tepat memberhentikan motornya tepat di depan gerbang sekolah Hana, ia sempat berdiam diri memperhatikan Hana hingga jauh hanya untuk memastikan bahwa ada laki-laki yang mendekatinya. Tapi ternyata ada beberapa siswi perempuan yang menggodanya dan membuatnya salah tingkah. Itu sebabnya ia segera memutar balikan motornya dan melaju untuk pulang.

Di perjalanan pulang, Rama mengendarai motornya dengan sangat lambat, matanya hampa karena dibawa oleh pikiran-pikiran yang berhasil membuatnya melamun saat itu juga. "Hana bilang nanti di kenalin sama orangnya,"

Because | ft. MARKLEE✔[ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang