10-Rindu Yang Membeku

37 34 21
                                    

Dua bulan berlalu, tetapi gadis itu masih saja murung sebab rasa bersalah ditambah amarah karena keadaan telah berubah. Semenjak kejadian saat itu, yang Hana lakukan hanyalah menerima hal-hal baru, hal-hal yang belajar di lapangkan untuk diterima. Meskipun hubungannya dengan Rama sudah membaik, walaupun pertemuan itu sudah tak terjadi semenjak enam bulan yang lalu.

Hana mengerti bahwa ia tak bisa membiarkan semua hal ini menjadi rumit. Itu sebab malam ini, ia minta diantar oleh Helena, teman sekolahnya yang sempat mampir sebab rindu karena sekolah diliburkan satu minggu. Dan temannya itu tak keberatan untuk mengantarkan Hana kerumah Rama, sebab arah Helena pulang pun searah.

Hana turun dari motor hitam milik Helena dan melambai pergi setelah mengucapkan terima kasih ketika temannya itu melaju. Ditatapnya rumah yang sudah lama tak ia datangi, juga ada dua sandal yang berserakan. Di antaranya ada sandal berwarna cokelat tua yang ia yakini itu adalah sendal milik Rama, sebab Rama sering memakainya jika menjemput Hana ketika pulang sekolah.

Ajaibnya, pintu itu terbuka dan disana ada seorang lelaki berdiri dengan mata menatap Hana. Rama bergeming, pun juga dengan Hana yang perlahan menyunggingkan seulas senyum. Rambutnya kelihatan basah juga dengan parfum yang wanginya lakik banget. Hana memilih membuka suara duluan sebab ia menyadari bahwa Rama tengah marah kepadanya.

"Hei?"

Rama melangkah maju, menghampiri Hana yang berdiri diambang pagar rumahnya yang sudah terbuka. Ditatapnya sahabatnya yang sudah ia rindukan sejak lama. Ia tersenyum sumringah.

"Han? Sendirian lo kesini?" Rama tampak menilik kesana kemari, seolah mencari sosok lain. "Mana orangnya? Gue nggak yakin lo kesini sendiri," ucapan Rama seolah membuat hati Hana terguncang, ia mencubit pinggang laki-laki itu hingga ia meringis kesakitan.

"Kebiasaan! Lo kira gue nggak berani sendirian kesini?!"

"Adu-duh! Han... sakit!"

Hana melepas cubitannya, menyisakkan Rama yang sedang mengelus-elus pinggangnya. Gadis itu tersenyum lebar. Selain puas, ia juga merindukan saat-saat seperti ini dengan sahabatnya. Tak ada yang berubah.

"Sebenernya gue tahu lo dianter siapa. Pura-pura terkejut aja tadi," ucapnya sembari memegang atas pagar.

"Dih, ngintip! Rese lo ya emang!"

Hana dan Rama sama-sama tertawa. Sedari tadi, laki-laki itu memperhatikan penampilan Hana juga dengan wajahnya yang sedikit dipoles lipstik juga maskara. Lo semakin cantik aja sekarang.

"Gue nggak disuruh masuk gitu?"

Barusaja Rama menyingkir dan membuka pagarnya lebar-lebar, tetapi gadis itu kembali bersuara dan membuat Rama geming.

"Oh, iya. Lo mau jalan sama Kiara, ya? Salah dong gue dateng kesini, pulang aja deh!" ujarnya sembari melengang pergi. Berharap Rama akan segera menahannya, justru tak ada suara sama sekali dan itu membuat Hana segera berbalik. Terkejutnya, Rama justru sudah berada tepat di hadapannya sekarang, sangat dekat, tanpa memakai alas kaki.

Parfum khas man-nya terdeteksi dan memabukkan seollah membuat Hana ingin segera memeluknya. Gadis itu mendangak, ditatapnya seorang lelaki yang sedang nyengir begitu. Hana tertawa.

"Peluk aja, Han, gapapa..."

"Hahahaa.... ah, atut... nanti ada yang marah!"

Rama menempeleng kepala gadis itu, ia menatapnya jengkel. "Heh! Yang ada Dahlan elo itu yang ngamuk-ngamuk! Kiara mah udah paham lo itu sahabat gue."

Hana mengangguk mengerti. Ia menyunggingkan senyum lebar sehingga membuat Rama tersentak, membiarkan pantatnya menempel di kayu panjang tak jauh dari rumah Rama, membuat Rama tak luput memperhatikan sahabatnya itu. Dan berdiri tak jauh dari sana.

Because | ft. MARKLEE✔[ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang