Bagian 19: Seorang Sosok

123 15 5
                                    


Lebih baik menjadi side guys tetapi tetap memiliki jati diri daripada ada di tengah sorot lampu dengan mengorbankan idealisme - F

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lebih baik menjadi side guys tetapi tetap memiliki jati diri daripada ada di tengah sorot lampu dengan mengorbankan idealisme - F

Fabian merokok di pojokan Damar Bumi. Notes nya penuh dengan coretan, berbagai ide tentang project yang ia namakan Sideguys. Fabian kembali mencoret tulisannya. Rasanya ide-ide yang ada di otaknya masih terlalu abstrak.

Dari jauh ia memperhatikan Kayla yang shift-nya sudah selesai tapi masih duduk di depan area smoking sambil mengeluarkan rokoknya. Kayla meraba kantongnya menyadari kalau ia tidak membawa korek. Saat ia berdiri dan hendak mengambil korek di dalam, sebuah tangan mengulurkan korek. Fabian yang mengenakan kaos lengan panjang dan jeansnya berdiri di sampingnya.

Kayla menyalakan koreknya. "Makasih, Fab." Ia menghirup rokoknya dan menghembuskan asap.

"Nungguin Diaz?"

Kayla mengangguk. "Sejak dia masuk consulting dia jadi sibuk banget," ucapnya mengeluhkan kondisi saat itu. "Lo ngapain?"

"Masih mikirin realisasi dari rencana gue," ujar Fabian sambil duduk. "Boleh duduk di sini?" tanyanya sopan.

Kayla mengangkat alis bingung. "Kenapa pake izin, boleh lah."

Kondisi di antara mereka berdua belum sepenuhnya kembali normal sejak insiden "almost kiss" di mobil.

"Fab..." Kayla membuka omongan. "Pengen cerita."

"Kenapa?" Fabian menatap Kayla. Kayla dalam hatinya rindu akan tatapan itu. Tatapan yang misterius tetapi di baliknya terselip kepedulian. Tatapan yang membuat Fabian berbeda dari pria lain yang pernah singgah atau bahkan yang sedang singgah.

"Salah gak sih kalau gue buka isi handphone orang?" tanya Kayla mengeluarkan rasa bersalahnya.

"Salah," jawab Fabian singkat.

"Kalau tujuannya baik?"

"Ya tetep salah." Jawaban Fabian masih gak berubah. "Lo abis buka hp siapa?"

Kayla bersandar. "Adek gue, Fab. Gue mau ngomong ini di Labtek XIII waktu itu sebelum kejadian Diaz.

"Ohh iya. Lo bilang adek lo berubah kan? Kayak nyembunyiin sesuatu?" Fabian mengingatnya.

"Gue udah tau! Adek gue kasihan banget deh..." Kayla memulai cerita tentang Kafi, adiknya. "Dia tuh suka teater, dia mau ikut audisi teater di SMP nya kan. Masa dia di-bully sama temen temen kelasnya, masa katanya cowok tuh ga cocok main musikal. Terus ternyata emang kebanyakan anak teater di sekolahnya tuh cewe."

Fabian bergumam. "Lah gak jadi teater dong kalo gak ada peran cowoknya. Gimana dah?"

"Nah kan bener. Gue udah bilang gitu. Tapi ternyata ini tuh udah dari lama. Adek gue dicengin juga gara-gara playlistnya isinya lagu lagu ballad dan teater gitu, kurang laki kata temen temennya. Kasihan banget gak sih?" Kayla terlihat sedih.

Bukit Dago SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang