"Katanya ayah itu pemimpin keluarga, tapi kenapa malah ayah sendiri yang menghancurkan keluarga ini?" - Mark
~Happy reading~
Mark menutup pintu rumahnya dengan perasaan berkecimpuk kesal. Melihat pria yang ada di depannya, sang ayah.
"Aku mau nemuin mama." Tatapannya sangat serius terhadap sang ayah. Seandainya saja Mark tahu rumah sang mama mungkin ia sudah pergi tanpa harus pamit terlebih dahulu kepada sang ayah karena yakin pasti tidak akan diizinkan.
Tapi masalahnya Mark tidak tahu rumah sang mama. Mamanya tinggal bersama sang nenek yang Mark sendiri tidak tahu alamatnya dimana. Ia sering bertanya kepada sang mama melalui telepon tentang alamat rumahnya namun tidak pernah diberi tahu, katanya tunggu saja, sang mama sedang mengurus urusan agar hak asuk Mark bisa sampai ditangannya dan Mark bisa tinggal bersama dengan mamanya kembali.
"Nemuin mama kamu? Kamu pikir siapa yang ngasih kamu makan? Siapa yang biayain kamu sekolah?"
Sang ayah malah menimpalinya dengan banyak pertanyaan. Pertanyaan yang pasti akan dihubungkan dengan kisah masa lalu. "Kamu gak tahu terima kasih ya? Kamu malah pilih wanita yang jelas-jelas gak ada turun tangan apapun terhadap hidup kamu!"Mark semakin kesal terhadap ayahnya. Sang ayah tidak tahu apa-apa, mau diceritakan panjang lebar juga tentang kebaikan sang mama pasti tidak akan diterima. Orang yang telah benci pasti selalu saja mencari kesalahan tanpa mau menatap kelebihan. "Papa gak tahu apa-apa! Mama selalu peduli sama aku. Mama yang lebih ngertiin aku daripada papa!"
Mama Mark memang lebih perhatian terhadap Mark dalam hal kasih sayang. Setiap malam, sang mama selalu menemani Mark lewat telepon untuk menemaninya mengerjakan tugas sekolah, sedangkan sang ayah sibuk keluar tanpa memedulikan dirinya. Sang mama juga menyanyikan lagu tidur kesukaan Mark agar tidak merasa kesepian. Mamanya juga sering mengirimi Mark paket setiap satu bulan sekali, paket yang berisi beberapa snack kecil serta secarik kertas berisikan surat semangat untuk dirinya. Snack nya tidak mewah, hanya beberapa cokelat kecil serta chiki. Mungkin paket dari sang mama tidak seberapa dengan apa yang diberikan sang ayah, ayahnya bisa memberi lebih dari itu, bahkan Mark sendiri selalu diberikan barang-barang mewah.
Namun, Mark lebih suka pemberian dari sang mama ketimbang papanya. Bukan tidak bersyukur, kado sang mama terkesan sederhana namun pemberiannya diberikan dengan hati yang tulus serta kasih sayang. Berbeda dengan sang ayah yang hanya nafsu kekayaan belaka.
Plak!
Sang ayah menampar wajah Mark kembali.
"AJARAN SIAPA KAMU JADI MEMBANGKANG GINI!" Suara ayahnya menggelegar ke seisi ruangan.
"PAPA, INI KARENA DIDIKAN PAPA. DIDIKAN PAPA YANG SALAH TERHADAP AKU!" Mark tidak peduli dengan rasa sakit yang telah diberikan ayahnya lewat tamparan. Ia hanya terus menjawab perkataan sang ayah, perkataan yang selalu saja menyalahkan orang lain tanpa mau menyadari kesalahan sendiri. "PAPA YANG SALAH! PAPA YANG MEMBUAT KELUARGA INI HANCUR! KALO BUKAN KARENA PAPA, MARK GAK MUNGKIN KAYA GINI! PAPA BUKAN PEMIMPIN KELUARGA YANG BAIK!"
Setelah Mark marah-marah terhadap ayahnya, ia pergi ke kamarnya. Mencoba menjauh dan tidak melihat wajah sang ayah yang membuatnya kesal.
~~•~~
Mark membuka pintu kamarnya lalu menutupnya dengan dibanting karena emosi yang menumpuk di dalam hatinya. Punggung Mark bersender di belakang pintu dengan posisi tubuh duduk dan mendekap kedua lututnya.
"Mark gak suka dibentak." ucapnya pelan. "Papa boleh bentak Mark kalo Mark salah, tapi kali ini Mark gak salah. Mark cuma mau ketemu sama mama, kenapa papa harus larang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Promise - Haechan [TERBIT]
Fanfiction"Hidup adalah sesuatu yang harus kita jalani dan syukuri." - begitu katanya. Kata dia yang selalu kuat meski semesta menerkamnya dengan rasa sakit bahkan ketidak adilan. Dia yang katanya berjanji tidak akan pergi. Dia yang memberi tahu bahwa mataha...