"Aku akan merelakan kamu, meski dengan 'terpaksa'."
~Happy reading~
Tidak terasa satu bulan berlalu. Tim musik yang dibentuk kepala sekolah direkrut oleh seorang manager, manager yang sama ketika bertemu Haechan. Anggota tim sama, hanya saja Haechan digantikan oleh Hwa-Young.
"Mending pulang sekarang, lo gak boleh terlalu capek." Seseorang berbicara dengan menyodorkan sekaleng minuman ketika melihat sosok Hwa-Young sedang berada di depan minimarket dan tertunduk lesu. Orang itu tahu jika jadwal Hwa-Young cukup padat dan beruntungnya gadis itu dapat menjaga kesehatan tubuh dengan baik. "Sebentar lagi lo mau operasi, kan?"
Hwa-Young menerima minuman kaleng yang diberikan lalu tersenyum tipis, minuman kaleng itu mengingatkannya kembali kepada Haechan. "Iya, sebentar lagi aku mau operasi. Akhirnya bisa sembuh." Hwa-Young meneguk minuman kalengnya.
Kedua orang itu kini terdiam, sibuk dengan masing-masing makanan yang dimiliki juga pikiran yang sedang berkelana. Hingga Hwa-Young bersuara, "Mark, kamu tahu kan Haechan itu orang baik?"
"Ya, tentu gue tahu, kenapa?" Tanya Mark.
"Aku heran, kenapa orang baik selalu pergi alias meninggal lebih dulu?"
Pertanyaan Hwa-Young membuat Mark terdiam sesaat. Lelaki itu melihat ke langit dan menarik nafasnya. Ia merasa seperti déjà vu. "Sebelumnya, gue pernah bertanya hal seperti itu ke seseorang dan itu adalah mama gue."
"Lalu apa yang mama kamu jawab?"
Mark menatap mata Hwa-Young, mencoba menjelaskan dengan sebisanya. "Mama gue jawab, perumpamaannya kayak diri lo yang lagi ada di taman bunga. Bunga mana yang akan lo petik?"
"Pasti bunga yang paling indah."
Mark tersenyum dengan jawaban gadis itu, "Ya itu, seumpama bunga yang indah itu orang baik dan yang memetik adalah Tuhan. Tuhan memilih hambaNya yang yang indah, yang memiliki hati baik untuk menempati surga-Nya."
Pernyataan yang Mark lontarkan membuat Hwa-Young terdiam. Benar, surga itu indah dan tentu harus diisi oleh orang baik.
"Semalam Haechan datang ke mimpi aku."
"Lo udah lama gak datang ke sana, kan?"
Hwa-Young terdiam dan diamnya gadis itu merupakan jawaban "iya". Hwa-Young memang sudah lama tidak datang ke sana. Suatu tempat yang sepi, tidak menyenangkan, hawa mencekam, juga tanah yang diinjaknya tak jarang terdapat bunga yang sudah layu. Tempat yang tidak ingin ia datangi tapi justru tempat itu yang bisa sedikit mengobati rasa rindunya.
"Haechan mungkin rindu juga sama lo, coba lo datangin. Dia juga pasti mau ketemu lo. Lo, semesta berharga yang pertama juga terakhir baginya."
~~•~~
Sore itu, Hwa-Young melangkahkan kakinya secara perlahan. Menginjak tanah yang telah bercampur dengan beberapa bunga layu, terdapat banyak nisan yang terbuat dari batu. Dengan satu buket bunga yang dibawa, Hwa-Young mendekat ke arah salah satu kuburan.
Sebenarnya, kuburan adalah tempat yang Hwa-Young benci. Suasana yang sepi membuatnya takut, terutama dingin yang ada di sana ketika menusuk kulitnya. Setelah kejadian menyakitkan menimpanya, ia semakin benci terhadap tempat tersebut, tetapi ia harus mendatangi tempat itu demi orang yang berharga di hidupnya.
"Chan, aku datang." Sapa Hwa-Young meletakkan buket bunganya. Ia menatap nisan kuburan tersebut dengan air mata yang tertahan, ia harus kuat, ia tidak boleh menangis, ia ingat ketika pertama kali bertemu Haechan dirinya menangis. Lalu dengan lembutnya Haechan mengusap air matanya dan berkata bahwa jangan menangis lagi, matanya yang cantik katanya akan lelah. Hwa-Young juga tahu jika Haechan tidak menyukai tangisan, bukan karena terkesan cengeng, melainkan karena tangisan adalah sebuah luka, sudah cukup luka yang Haechan dapat, Haechan tidak mau mendapat luka lagi dari sebuah tangisan.
Sebelum datang, Hwa-Young berjanji untuk tidak menangis, sebab jika ia menangis takut membuat Haechan kecewa, alasan lainnya adalah tidak akan ada lagi yang menghapus air matanya juga menenangkan tangisan dirinya.
"Kamu tahu? Vidio kamu udah aku tonton. Seru, menyenangkan, juga indah. Banyak kebahagiaan yang tertoreh di dalamnya." Sejenak, Hwa-Young mengambil sesuatu dari saku bajunya dan mengeluarkan 2 lembar kertas. "Surat dari kamu juga udah aku baca semua. Dari sini aku mau bilang bahwa memang benar apa kata kamu dahulu tidak ada yang abadi di dunia, dan aku menambahkan pendapat bahwa matahari sekalipun yang selalu menepati janjinya juga tidak abadi."
Sesaat, Hwa-Young membuka satu lembar kertas dengan tangan kanan, lalu tangan kirinya terulur untuk memegang nisan. "Terima kasih karena telah hadir di hidup aku, terima kasih telah membuat aku semangat menjalani hidup. Sosok kamu yang aku anggap sebagai matahari, juga cahaya yang muncul di kala gelap sangat berharga. Pesanku satu, kamu gak gagal, kamu berhasil menjadi matahari aku. Semua janji kamu aku maklumi jika tidak terpenuhi semua, sebab aku sadar jika tidak ada yang abadi. Terima kasih telah mau menjadi matahari aku." Mata Hwa-Young kini memerah, ia tengah berperang agar air matanya tidak jatuh. "Chan, aku udah mau operasi, aku mau sembuh. Aku berhasil dengan janji kita, aku bertahan dengan rasa sakitnya, perihal mimpi juga sudah terlaksana, aku juga suka menyanyi, mimpi yang kamu berada di aku, aku akan laksanakan mimpi kamu."
Gadis itu tertunduk sebentar, air matanya sudah jatuh. "Chan, aku akan belajar merelakan sebab kamu yang menyuruhnya. Namun kamu harus tahu, semuanya tidak ada yang benar-benar merelakan kamu. Kepergian kamu membuat luka juga penyesalan mendalam." Gadis itu menatap dengan lekat nisan kuburan. Tangisnya pecah, ia menunduk sangat dalam, bahkan rambutnya menutupi wajahnya. Suara tangisnya menyatu dengan gemerisik angin yang membuat rambut panjangnya sedikit bergoyang, saat mendongak, hembusan angin menerpa wajahnya seolah menghapus air matanya yang mengalir, entah pertanda apa tapi ia merasa Haechan berada di sana, menemani dirinya.
Gadis itu berdiri, ia telah selesai mengunjungi sosok yang berharga dalam hidupnya. "Selamat tinggal, matahariku, sosok berharga dalam hidup aku."
Kini kisah antara keduanya telah selesai. Antara semesta juga matahari. Tentang sosok matahari yang selalu menerima sakit juga penderitaan, juga sosok semesta yang tak jauh berbeda dengan matahari, keduanya saling menguatkan, mengikat janji bersama tetapi pada akhirnya takdir berkata lain terhadap salah satunya. Memang pada dasarnya di dunia ini tidak ada yang abadi. Semuanya kembali kepada Yang Maha Kuasa.
Dalam kisah ini, semoga mengajarkan kalian tentang pentingnya arti hidup, mau bagaimana pun hidup tetaplah jalani. Hidup itu untuk dijalani, bukan dihentikan. Rasa sakit juga bahagia pasti datang, semuanya datang silih berganti, tidak ada yang masing-masing abadi, akan datang dan pergi lalu sebaliknya. Semoga kalian tetap bertahan atas hidup kalian, kalian berharga, jangan sia-siakan itu.
~Tamat~
Note:
Hay! Terima kasih untuk kalian yang telah membaca karya ini sampai selesai. Endingnya memang sedih, yahh sejak awal memang sudah begitu.Aku harap kalian suka juga mengambil nilai positif dari karya yang aku buat ini.
Love you❤
Aku juga buat karya baru, kalo tertarik kalian bisa cek (≡^∇^≡)
KAMU SEDANG MEMBACA
I Promise - Haechan [TERBIT]
Fanfiction"Hidup adalah sesuatu yang harus kita jalani dan syukuri." - begitu katanya. Kata dia yang selalu kuat meski semesta menerkamnya dengan rasa sakit bahkan ketidak adilan. Dia yang katanya berjanji tidak akan pergi. Dia yang memberi tahu bahwa mataha...