"Apakah janjinya sirna?"
~Happy reading~
Pagi hari telah tiba, sinar matahari menyapa dengan ramah. Benar apa dikatakan Haechan, hari ini matahari yang cerah memang muncul.
"Haechan, kamu udah bangun?" tanya mamanya yang merasakan adanya pergerakan. Sepertinya Haechan bangun lebih dulu dari sang mama.
Dengan wajah tersenyumnya Haechan mengangguk, "iya, Haechan udah bangun daritadi."
"Kenapa gak bangunin mama?"
"Haechan gak tega, mama tidurnya pulas, pasti capek," Haechan mengerti dengan keadaan mamanya, harus menemani dirinya sampai larut malam bahkan pagi.
Mamanya menggeleng, "nggak, harusnya kamu bangunin aja gapapa." Kini mamanya menelisik wajah Haechan, pucat, itu yang dipikirkan sang mama. "Chan, ada yang sakit? Muka kamu pucet."
Dengan lemah Haechan menggelengkan kepalanya. "Gak ada, ma."
"Jangan bohong, apa ada yang sakit?" Tanya mamanya lagi memastikan.
"Gak ada ma, lagipula Haechan udah mau pulang, itu artinya Haechan baik-baik aja dan bahkan bisa sembuh," Haechan berusaha menenangkan mamanya. Ia tidak mau mamanya menjadi khawatir. "Kak Doyoung pasti jemput Haechan kan ma?"
Mendengar pertanyaan tersebut, mamanya mengelus rambut Haechan, "iya, katanya Kak Doyoung baru on the way jemput, sekarang mama ambil dulu sarapan ya buat kamu." Mamanya pun pergi keluar, namun baru saja ia membuka pintu Haechan memanggilnya.
"Ma..."
Mamanya berbalik dan menatap putranya, "Ya, ada apa?"
Sebelum berkata, Haechan memberikan senyum tulus juga cerahnya untuk sang mama, senyum yang bahkan secerah matahari pagi ini. "Makasih dan maaf."
Mamanya balas tersenyum, "Sama-sama dan gak perlu minta maaf, mama sayang kamu."
"Haechan juga sayang mama."
Setelah itu mamanya pergi dan menutup pintu, sedangkan Haechan membuka telapak tangannya yang menggenggam secarik kertas yang ia lipat. Kertas itu pun ia simpan di atas nakas.
~~•~~
Dengan hati yang gembira, Doyoung memasuki mobilnya dengan membawa setangkai bunga Matahari, ia ingat sehari sebelumnya Haechan meminta dirinya untuk membawakan bunga tersebut. Yahh memang jika dipikir-pikir bunga itu sangat cocok untuk mendeskripsikan sosok Haechan yang memang secerah matahari.
Kini Doyoung telah sampai tujuan, ia keluar dari mobil dan membawa bunga mataharinya. Baru saja ia sampai di lorong rumah sakit, suara teriakan seorang wanita yang ia kenal terdengar, itu adalah suara sang mama.
"HAECHAN!!!!!"
Teriakan itu membuat Doyoung mempercepat langkahnya menuju ruangan Haechan, sesampainya di sana ia terkejut dengan pemandangan yang ia lihat. Dokter Moon dan beberapa perawat mengelilingi Haechan. Tubuh Haechan sedang defibrillator oleh para perawat. Joule demi joule terus dinaikan demi mengembalikan detak jantung Haechan yang berhenti. Namun semuanya sia-sia, mereka berhenti tepat ketika suara monitor berbunyi nyaring dan menunjukkan garis lurus.
"Waktu kematian, 1 April 2018, pukul 7.30," salah satu perawat bersuara.
Dokter Moon menatap Haechan, bayang-bayang perjuangan anak itu melawan sakitnya terputar di kepalanya. Anak itu yang tetap mensyukuri hidupnya meski selalu berpihak tidak adil. Dengan menengadah ke langit-langit ruangan, Dokter Moon menitikan air matanya. "Jadi kamu gak bisa bertahan sampai sejauh itu, ya?" ucap Dokter Moon dalam hati, ia gagal untuk membuat pasiennya tetap bertahan. "Tapi terima kasih telah bertahan meski hanya sampai sejauh ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Promise - Haechan [TERBIT]
Fanfiction"Hidup adalah sesuatu yang harus kita jalani dan syukuri." - begitu katanya. Kata dia yang selalu kuat meski semesta menerkamnya dengan rasa sakit bahkan ketidak adilan. Dia yang katanya berjanji tidak akan pergi. Dia yang memberi tahu bahwa mataha...