"Aku gak punya rumah yang bisa dijadikan sebagai tempat untuk bersandar." - Taeji.
~Happy reading~
"Bagaimana dengan jantungnya? Apakah baik-baik saja?" tanya Johnny kepada Dokter Moon Taeil yang merupakan sahabat lamanya.
Dengan tatapan yang masih menyimpan emosi, Dokter Moon menjawab, "Menurutmu? Kau ayahnya, kau yang sudah merawatnya selama bertahun-tahun," Taeil malah membalikkan ucapan kepada Johnny. Ia kesal, sahabatnya ini terlalu tidak peduli terhadap Haechan.
"Pasti memerlukan pendonor," Johnny bergumam namun dapat didengar oleh Dokter Moon.
"Tentu saja, jika kau ingin dia sembuh, kau juga harus membantu para dokter dalam mencari pendonor."
"Tapi itu tidak mudah."
"Ya, memang tidak mudah. Pesanku saat ini hanya satu, perlakukan dan rawat putramu dengan sebaik-baiknya," ucap Dokter Moon. "Selagi masih ada kesempatan" lanjutnya dalam batin.
.
.
.
Kini Haechan sedang sendirian di ruangannya, mamanya pergi keluar karena katanya akan menunggu Doyoung sang kakak di parkiran. Haechan menatap meja yang dimana terdapat piala serta piagam lalu menatap infus yang menancap di tangannya.
"Dari antara 2 ini, mana yang membuat mereka akan menyayangiku?" Haechan bermonolog. "Kalau pialanya, berarti memang itu yang mereka inginkan. Tetapi jika karena kondisi diri aku yang sekarang, aku harap bisa menikmatinya dengan lebih lama. Aku ingin kehangatan keluarga itu datang."
Disaat Haechan tengah bermonolog, pintu ruangannya terbuka, menampilkan sosok Taeji,temannya.
Anak itu langsung duduk di kursi dan menunduk. "Chan, maaf..." ujarnya lirih, tangannya mengepal. "Maaf aku baru sempet datang dan jenguk kamu sekarang. Aku baru berani sekarang."
"Taeji..." Haechan merasa panik saat teman lamanya itu tiba-tiba datang dan meminta maaf. Memang dalam sepengetahuan Haechan dalam beberapa hari ini Taeji tidak datang, Hwa-Young dan Mark berkata Taeji memang datang tepat saat pertama Haechan dibawa ke rumah sakit, namun setelahnya anak itu tidak datang lagi, seolah menghilang.
"Maaf, aku payah, aku biang masalahnya, aku buat kamu terluka," dengan penuh penyesalan Taeji meminta maaf, sedikit demi sedikit air matanya mulai mengalir.
"Taeji ini bukan salah kamu. Lagipula anggap aja ini balas budi untuk bantuan kamu dulu."
"Dulu aku memang nyelamatin kamu dari pembully, tapi balas budi kamu gak harus kayak gini juga Chan. Gak harus membahayakan nyawa."
"Kalo ini emang takdirnya , lalu harus gimana?" Haechan bertanya. "Ini terjadi karena memang takdirnya, aku nyelamatin kamu karena emang naluri alami. Aku gak masalah terluka asalkan teman aku selamat, aku juga bahagia bisa nolong kamu. Kamu, malaikat kecil milik keluarga kamu."
"Kamu gak berubah dari dulu."
"Aku gak pernah berubah, aku tetaplah Haechan yang dulu. Haechan yang kamu kenal selalu menolong tanpa memikirkan resiko apapun." Haechan menjawabnya dengan seutas senyum. Yah jika dipikir Haechan ini seperti egois terhadap dirinya sendiri. "Sekarang, aku maafin kamu. Aku terima keberanian kamu untuk minta maaf. Kamu gak perlu merasa bersalah."
Taeji bahagia mendengar penuturan Haechan. Permintaan maafnya diterima. Tapi tetap saja, rasa bersalah masih menyelimuti hatinya.
"Kamu sekarang udah punya banyak teman, orang-orang yang menganggap diri kamu berharga. Kamu jauh lebih baik dari sebelumnya," Taeji berucap, mengingat saat kejadian tragis terjadi banyak yang menolong Haechan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Promise - Haechan [TERBIT]
Fanfiction"Hidup adalah sesuatu yang harus kita jalani dan syukuri." - begitu katanya. Kata dia yang selalu kuat meski semesta menerkamnya dengan rasa sakit bahkan ketidak adilan. Dia yang katanya berjanji tidak akan pergi. Dia yang memberi tahu bahwa mataha...