Mata Biru Es [3]

3K 765 43
                                    

Zora sempat ngotot ingin menemani Ina mengurus mobilnya. Namun sang kakak berhasil mengajukan beragam alasan untuk melepaskan diri dari pengawasan Zora. Dengan berat hati, Ina terpaksa memilih naik taksi meski dengan rasa cemas yang membuncah di dada. Dia nyaris muntah karena perut yang terasa dipelintir. Beginilah rasanya jika memiliki pengalaman traumatis kelas berat. Hari yang masih tergolong pagi memberi keberanian tambahan untuk Ina.

Sialnya lagi, pendingin udara dari taksi yang ditumpangi Ina tidak berfungsi dengan baik. Alhasil gadis itu berkeringat karena didekap udara panas ala Jakarta. Untungnya dia sangat mempertimbangkan kenyamanan saat memilih busana yang praktis dikenakan. Yaitu, kaus putih polos pas badan dan cuffed jeans berwarna biru pudar.

Ina sudah menelepon Juno, berharap lelaki itu juga ada di rumah sakit. Juno memang orang asing untuk Ina. Namun jika ada laki-laki itu, Ina merasa jauh lebih nyaman. Dia nyaris bergidik membayangkan harus menghadapi Vicky yang menakutkan itu sendirian. Juga Alistair yang pendiam dan melihat Ina dengan tatapan serius. Seakan ada yang ingin diucapkan tapi sengaja ditahan di benaknya. Belum lagi jika ada Reza, suami Vicky. Artinya, Ina tak memiliki sekutu seorang pun yang tidak akan menatapnya dengan penuh konsentrasi dan membuat dirinya merasa sedang dinilai seperti barang antik.

Ina turun dari taksi dengan kaus basah dan wajah berkeringat. Namun dia tak bisa menafikan perasaan lega yang menderanya. "Terima kasih, Tuhan. Akhirnya aku sampai di rumah sakit dengan selamat tanpa masalah sedikit pun," ucapnya serius.

Gadis itu merogoh tasnya dengan cepat, mencari tisu. Ina memasuki lobi rumah sakit seraya mengeringkan keringat yang membasahi wajah dan lehernya. Di dekat meja resepsionis sekaligus tempat pendaftaran pasien, Ina berpapasan dengan pasangan Damanik.

Binsar tampak jauh lebih muda dibanding yang diingat Ina. Mengenakan celana jeans berwarna hitam dan polo shirt senada, lelaki paruh baya itu terlihat segar. Claire mengenakan pakaian yang mirip. Ina heran karena dia tidak melihat itu sebagai hal yang menggelikan. Namun jika diingat lagi, memang baru kali ini dia melihat pasangan yang sudah menikah lama mengenakan pakaian senada.

"Halo, Ina. Kamu baru datang, ya?" tegur Binsar ramah. Ina juga menilai lelaki itu lebih hangat hari ini dibanding kemarin. Namun dia takkan menyalahkan Binsar. Setelah apa yang terjadi pada putranya, lelaki itu mungkin tidak tahu caranya tersenyum untuk sementara.

Paling tidak, itulah yang diyakini Ina akan terjadi pada ayahnya. Binsar bersikap jauh lebih lembek pada orang yang sudah menabrak mobil putranya ketimbang sikap Navid jika menghadapi masalah yang sama. Mengingat ayahnya, membuat hati Ina terasa hangat. Meski ayahnya belakangan ini mengomeli si kembar berkali-kali dan sampai mengancam untuk menikahkan kedua putrinya, dia tetap memuja Navid. Ayahnya adalah cinta pertama Ina.

"Iya, Pak. Saya memang baru datang," balas Ina sesopan mungkin. Dia menyalami pasangan itu, cemas mendapat teguran lagi seperti sebelumnya.

Ina kaget saat Claire malah memeluknya hangat. Tidak lama, tapi pelukan itu mampu membuat hati Ina seakan dibelit sesuatu. Apalagi saat perempuan itu membersihkan tisu yang menempel di pipi dan dagu Ina. Gadis itu membeku dan nyaris menangis.

"Kamu kenapa?" tanya Claire panik.

Ina buru-buru mengerjap, berjuang menelan kembali air mata yang sedang mengancam akan runtuh. Gadis itu berusaha keras memilih kata-kata bernada mengelak, tapi bibirnya malah memilih menjadi pembelot.

"Maaf Bu, saya ... hanya sedikit sedih. Karena teringat ibu saya," desahnya pelan. Suara Ina agak bergetar. "Saya punya saudara kembar. Dan kami tidak pernah melihat wajah ibu karena...." Ina berhenti.

Tanpa terduga, Claire memegang tangan kanan Ina dan meremasnya dengan lembut. "Saya tahu, Ina."

Ina tidak sempat bertanya maksud kata-kata Claire karena kedatangan Juno. Lelaki itu menyapanya ramah sebelum bicara dengan Binsar hanya berdua. Keduanya berjalan menjauh dari Ina dan Claire.

Fix YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang