"Ya, tentu saja kamu tidur di sini. Memangnya kamu mau tidur di mana? Di ruang tamu?" Alistair masih menunduk, terus menekuri laptopnya.
"Aku...." Ina batal menggenapi kata-katanya. Akhirnya dia naik ke ranjang, membenahi posisi bantal, dan menarik selimut hingga ke dagu. Suasana begitu canggung sekaligus menyiksa. Ina berbaring dengan tubuh kaku. Suara petir mengejutkan, membuatnya memekik pelan.
"Kamu takut petir, Na?" Alistair menoleh.
Astaga! Ini benar-benar memalukan. Namun kemudian perhatian Ina teralihkan oleh hal lain. Setelah mengerjap untuk memastikan bahwa dirinya tak salah lihat, Ina malah mengangkat tangan. Di saat bersamaan, suara hujan mulai terdengar. "Itu ... langit-langitnya...." Lagi-lagi, Ina mirip manusia bodoh. Sejak kapan dia bicara gagap seperti ini?
Alistair akhirnya mendongak untuk memandang ke arah yang ditunjuk Ina. "Kenapa? Aku sengaja memasang atap kamar ini dengan kaca khusus."
Ina duduk dengan tergesa dan kesulitan untuk tetap bersikap tenang. "Rumahmu ... mengejutkan. Hampir semuanya. Terutama kamar mandi dan langit-langit kamar ini. Aku belum pernah ... melihat kamar dengan atap kaca seperti ini."
Alistair akhirnya menutup laptop dan meletakkan benda itu di atas meja kerjanya. "Kenapa, Na? Kamu tidak suka, ya?"
Ina buru-buru menggeleng, tak ingin lelaki itu salah paham. Apa haknya untuk merasa suka atau tidak? Ini adalah rumah Alistair yang sudah dibangun entah sejak kapan. Lagi pula, kenapa Alistair harus memedulikan pendapatnya?
"Kamar mandimu mengagetkan, tapi dalam arti positif. Sementara langit-langit itu...."
Ucapan Ina terhenti begitu saja. Ketika dia menoleh ke kiri, Ina melihat suaminya tersenyum. Lagi-lagi, Ina seolah berubah menjadi arca batu hanya karena melihat Alistair tersenyum padanya. Kenapa tubuhnya harus bereaksi seperti ini, sih? Ina kesal tapi tak tahu harus marah pada siapa untuk mengurangi kejengkelannya.
"Katakan saja apa pendapatmu. Aku tidak akan menyuruhmu tidur di kamar mandi hanya karena kamu bicara jujur. Dan tolong, jangan takut. Aku suamimu, bukan psikopat. Aku tidak akan menjahatimu. Walau kamu belum lama mengenalku, tapi aku bukan laki-laki yang suka menyiksa atau malah memukuli perempuan."
Ina merasa kalau dia bisa memercayai kata-kata Alistair. Namun tentu saja dia tidak mengungkapkan opini itu terang-terangan.
Ina akhirnya angkat suara setelah berdeham pelan. "Saat ada petir tadi, memang mengejutkan. Seakan aku tidur di langit terbuka."
"Jadi, kamu pengin kacanya diganti saja? Sebenarnya ada penutup langit-langit sih, tapi aku hanya memakainya di siang hari. Kalau malam tetap seperti ini. Kamu ingin penutupnya dipasang?"
Ina menengadah sekali lagi. Sempat mengerjap cepat saat ada cahaya kilat menyinari tetesan hujan yang menderas. "Nggak usah," putusnya kemudian. "Aku akan tidur sekarang," lanjut Ina lagi. Perempuan itu membaringkan tubuhnya kembali ke ranjang. Dari ujung rambut hingga ujung kaki, Ina cuma bisa merasai kekakuan. Seakan tulang-tulangnya berubah menjadi baja.
Alistair malah bertanya, "Kamu ingin makan sesuatu?"
Ina ingin memunggungi Alistair yang masih duduk bersandar di kepala ranjang. Namun dia membatalkannya karena tahu kalau tindakan itu bisa dinilai sebagai bentuk ketidaksopanan. Ina tak ingin memberi kesan buruk di malam pertama mereka sebagai pasangan suami istri.
"Kamu sudah memberiku cokelat dan roti. Sudah lebih dari cukup." Ina menarik selimut lagi hingga menutupi bibirnya. Saat itu dia menghidu aroma yang menyamankan, berasal dari selimut. Alistair tampaknya menyimpan banyak kejutan. Tinggal sendiri di rumah kaca, bukan hal yang dibayangkan Ina jika terkait lelaki ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
ChickLitIni kisah tentang pernikahan tanpa cinta. Ah, pasti kisah tentang salah satu calon mempelai yang kabur dan terpaksa digantikan oleh saudaranya? Sayangnya, bukan. Ini pernikahan yang melibatkan kecelakaan, kanker otak, gadis nakal yang sering kehil...