Jerat [2]

3.5K 687 32
                                    

Ina terpana. Diminta untuk menikah dengan Alistair saja sudah memberi efek mirip ledakan bom yang mengejutkan dan memekakkan telinga. Lalu kini masih ditambah dengan penyakit kanker otak yang konon diderita Alistair. Otak Ina mendadak terasa beku. Mengapa masalah kecelakaan yang dialaminya malah melebar hingga ke pernikahan? Mengapa seolah Ina diberi kewajiban tambahan untuk membahagiakan seseorang di akhir hidupnya? Bukankah ini terlalu berlebihan? Apalagi, dia bisa dibilang tak mengenal Alistair dan keluarganya dengan baik.

Karena itu, keberanian Ina pun bangkit. Gadis itu berargumen dengan kedua orang tua Alistair, mati-matian menolak usul aneh itu. Bagaimana bisa lelaki yang konon sekarat itu harus dinikahinya karena alasan yang tidak masuk akal? Ina tentu saja ingin menikah tapi entah kapan. Masih bertahun-tahun lagi. Dan tentunya dengan pria yang dicintainya setengah mati. Bukan dengan laki-laki asing meski memiliki mata luar biasa menarik.

"Kenapa saya? Rasanya Bapak dan Ibu pasti punya banyak mengenal perempuan lain yang bersedia menikah dengan Alistair secara sukarela. Kita ... kita bahkan tidak bisa dibilang saling kenal. Lagi pula, ini permintaan yang terlalu berat. Saya belum ingin menikah sekarang ini. Mustahil juga menikah dengan laki-laki asing yang tak saya cintai."

Masih banyak kalimat-kalimat lain yang diucapkan oleh Ina. Gadis itu bicara dengan cepat, kebiasaan jika sedang panik. Dia bahkan lupa, apa saja yang dilontarkannya di depan pasangan Damanik itu. Tentu saja Binsar dan Claire berusaha mengajukan alasan-alasan yang mereka anggap objektif dan masuk akal. Namun yang paling diingatnya adalah kata-kata Claire. Mungkin karena diucapkan dengan lembut.

"Tadi saya kan sudah bilang, salah satu alasan paling kuat adalah karena kami mengenal ayah dan almarhumah ibumu dengan cukup baik. Jadi, bisa dibilang saya dan suami saya adalah teman lama ayahmu walau belakangan memang jarang bertemu. Menurut saya, itu poin yang bagus. Jangan salah sangka, ini tidak ada hubungannya dengan uang. Keluarga Damanik tidak membutuhkan tambahan harta. Kami cuma membutuhkan seorang menantu dan istri untuk Alistair. Tapi tetap saja kami ingin perempuan dengan latar belakang yang bagus. Artinya, bukan dari keluarga berantakan atau sejenisnya."

Jawaban itu agak telak meninju perasaan Ina. Dia tidak tahu apakah alasan itu bisa dinilai cukup kuat. Namun setidaknya dia sedikit terhibur karena siapa orang tuanya dijadikan dasar pertimbangan. Padahal, andai Binsar dan Claire tahu kebengalan Ina, mungkin mereka tak akan sudi memikirkan rencana untuk perjodohan aneh ini.

Ina selalu membenci pernikahan yang berawal dari perjodohan. Baginya, itu jenis hubungan basi yang sudah benar-benar tidak cocok lagi di zaman kini. Martin saja yang direkomendasikan Navid ditolaknya mentah-mentah, meski dia masih curiga bahwa ayahnya memang serius ingin menikahkan Ina dengan dokter itu. Apalagi Alistair yang sama sekali tidak dikenalnya. Meski dari segi fisik yah ... Alistair memang menawan. Dan kendati Binsar mengaku berteman baik dengan Navid, Ina tidak tertarik untuk mengonfrontasi hal itu pada ayahnya. Belum.

Meski Ina sudah menolak, pasangan Damanik tak menyerah begitu saja. Binsar dan Claire meminta agar Ina tak buru-buru mengambil keputusan. Keduanya bahkan sepakat memberi waktu pada Ina untuk berpikir. Untuk sementara Ina bisa menarik napas lega kendati berharap keduanya menerima keputusannya.

Ada rasa aneh yang melingkupi Ina, tak ingin membuat pasangan ini kecewa. Terutama Claire. Itu pemikiran yang aneh, kan? Mungkin karena Ina merasa nyaman dengan perempuan yang selalu bersikap lembut padanya itu. Satu hal yang pasti, Ina tidak melihat apa pun manfaatnya diberi waktu untuk berpikir panjang. Toh, dia takkan sudi menikahi orang asing meski memiliki mata menawan itu.

Di sisi lain, Navid menambah pelik masalah Ina. Entah bagaimana, kasus kecelakaan itu akhirnya bisa terdengar hingga ke telinganya. Suatu sore, Navid yang sehari-hari sibuk mengurus perusahaan properti yang didirikan bersama tiga teman kuliahnya sejak dua puluh lima tahun silam, pulang ke rumah dengan wajah murka. Ina pun harus menghadapai interogasi intens tentang keberadaannya di malam kecelakaan yang bertepatan dengan acara makan malam dengan Martin. Makan malam yang merupakan hasil gagasan Navid.

Fix YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang