50. Lima Puluh

13.5K 1K 20
                                    


Tak ada Reza adalah kesempatannya untuk berbuat nakal dengan bebas. Jilbab yang tertutup oleh jaket kulit berwarna hitam telah ia pakai, juga sepatu kulit yang sama berwarna hitam. Melihat dari bawah ke atas pantulan dirinya di cermin, dirinya berputar, ada yang sedikit aneh tak seperti biasanya. Perut besar yang tertutup jaket terlihat ia sangat berbeda, dan tak ia pedulikan. Tersenyum sambil bergaya pada cermin, lantas pergi meninggalkan ruang pakaian.

Mengambil handphone-nya yang tergeletak di atas kasur. Menelepon seseorang.

"Lagi kumpul? Di tempat biasa?"
Iza tersenyum senang. Akhirnya ia bebas.

Sudah siap pergi. Tapi.. tunggu! Dimana kunci motor Reza? Iza mencari kesana-kemari. Membuka semua laci dan lemari di dalam kamarnya, mencari di bawah kasur, membuka lemari baju dan membuka setiap tumpukkan baju. Tak ada. Apa Reza sengaja menyembunyikannya? Istri nakal tak bisa ditinggal pergi tanpa persiapan.

Tak habis pikir, Iza pergi ke ruang kerja Reza. Membuka setiap laci mejanya. Dan ketemu! Kunci yang tersimpan rapi bersampingan dengan sebuah buku yang tersimpan selembar kertas di atasnya.

Bertuliskan, "Simpan kuncinya.. mau main motor, kan? Gak boleh. Kamu gak kasian sama kembar?" Iza menatap ke perutnya yang besar,  Tapi, apadaya. Istrinya keras kepala, kertas yang belum selesai ia baca, ia lempar ke sembarang dan tetap mengambil kuncinya tanpa menghiraukan pesan itu.

Keluar dari ruang kerja, menengok ke kanan juga ke kiri, takutnya ada pelayan yang menjaga dan membuatnya rencananya gagal. Menghembuskan napas lega ketika tak ada seorang pelayan pun yang menjaga dari arah ruang kerja ke garasi. Dan ia telah sampai garasi tanpa ada seorang pun yang mengetahuinya.

Motor moge berwarna hitam mengilat sangat membuatnya tergoda ingin segera membawanya keluar keliling kota. Motor ia naiki, ketika hendak menyalakan mesin, baru terpikir olehnya kalau suara mesin yang berisik akan terdengar oleh orang rumah. Apalagi pak Asep dan pak Kusep sebagai satpam, juga pak Agus sebagai sopir.

Dorong? Terpikir olehnya, namun jarak dari garasi ke gerbang tidak dekat. Ia tetap menaiki motor dan mencoba menyalakan mesin. Beberapa kali ia coba menyalakan mesin motor, namun masih tak hidup. Iza mendengus kesal. Mengecek bensin motor, ternyata bensin habis.
"Pasti sengaja. Dasar! Untung belum di dorong keluar!" gerutunya.

Handphone-nya berdering. Ibu Mertua meneleponnya, mengatur napasnya lalu menjawab telepon tersebut.

"Assalamu'alaikum, Juliiza."

"Waalaikumussalam, Bu."

"Ibu ke rumah ya. Sebentar lagi sampai ini." Iza membulatkan matanya.

"Ke- ke rumah sini, Bu?" ucapnya terbata-bata.

"Iya, ke rumah. Boleh, kan?" Iza menelan ludahnya dengan mata yang membulat.

"Boleh dong, Bu. Hati-hati ya, Bu." Dengan nada ramah Iza membalas ucapan Ibu mertuanya.

Iza menendang motor melampiaskan kekesalan. "Butut!"

Seolah tahu kalau istrinya akan nekat, sehingga bensin motor Reza hambiskan tanpa sisa.

Keluar dari garasi dengan wajah kesalnya. Mbak Tani yang sedang berada di ruang tengah terdiam kebingungan melihat style Juliiza yang tak biasa. Iza tak meliriknya dan terus berjalan.

"Ibu mau pergi kemana?" tanya Tani.

"Enggak, mbak. Ibu mertua mau ke sini, siapkan ya mbak. Saya mau ganti pakaian dulu."

Segera ia lepas jaket juga sepatu hitamnya sembarang. Mengganti pakaiannya dengan daster. Mengatur napasnya agar dapat meredakan rasa jengkelnya. Setelah selesai dengan secepat kilat, dirinya keluar kamar tanpa membereskan baju bekas pakainya. Pas sekali, Mbak Tani membuka pintu kedatangan Bu Nining.

DUDA ANAK DUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang