51. Lima Puluh Satu

12K 1.1K 29
                                    

Pagi yang cerah dengan senyuman yang mekar di wajah. Membuka gordeng kamarnya, terlihat burung-burung yang berterbangan menghiasi langit biru. Ia buka jendela agar udara segar masuk ke dalam kamar.

"Selamat pagi kembar anak-anak Buna.." ucapnya pada si janin di dalam perut.

"Kembar udah aktif, Kakak-kakaknya belum bangun." Melihat ke arah kasur yang masih berantakkan dengan dua anak yang masih terlelap dalam tidur dengan mimpi indah mereka.

"Tok tok"
Suara ketukkan pintu. Iza membuka pintu kamarnya, dua orang pengasuh berada di depan pintu menunggu Hamzi dan Hanzel untuk bersiap di pagi hari.

"Masih tidur. Biar saya yang bangunin," ucap Iza pada pelayannya.

Iza kembali menutup pintu. Duduk di sisi ranjang hendak membangunkan anak-anak. Tapi, ia malah menatap wajah anak-anak yang polos saat tidur, dan sudut bibir tertarik ke atas, tersenyum.

"Hamzi, sayang.. bangun." Hamzi hanya merubah posisi tidurnya.

"Kasep.. masa yang ganteng susah di bangunin. Kalau gitu, hari ini yang pertama peluk Buna Asel aja," kata Iza yang terdengar oleh Hamzi yang sebenarnya sudah bangun, hanya saja matanya memilih untuk tetap menutup.

"Okey, kalau begitu." Hamzi yang mendengar ucapan Iza langsung bangun mendudukkan dirinya dan memeluk Iza dengan badan yang masih lemas.

"Buna, ayah kapan pulang?" tanyanya sambil mengusap-usap mata.

"Beberapa hari lagi pulang."

"Hamzi kangen Ayah?" Hamzi menggeleng. "Belum," jawabnya yang masih mendusel di pelukkan Iza.

"Udah, yuk ah bangun. Semangat pagi!!''

Seruannya membangunkan Hanzel yang ada di sisinya. Hanzel pun sama mendudukkan dirinya sambil mengusap-usap mata.

"Semuanya bangun, kita siap-siap sekolah!!"

"Cium dulu," kata Hamzi.

"Enggak mau. Maunya cium Asel." Iza malah memeluk Hanzel dan menciumi pipinya.

"Aaah Buna! Buna cium Hamzi dulu.." Hamzi tak mau kalah dan malah menciumi Iza lebih banyak. Iza tertawa dengan serangan dari anak sulungnya. Awalan hari yang membuat harinya terasa sangat berwarna.

"Yuk! Kita antar kakak Hamzi sekolah."

"Buna anterin Hamzi ke sekolah?"

"Iya, dong!"

"Yes!Yes!" ungkapnya senang.

Pagi hari, Iza ikut mengantarkan Hamzi ke sekolah yang tentunya si putri kecil Hanzel juga ikut bersamanya. Untungnya, para pelayan tidak banyak bertanya mengenai ia akan kemana lagi setelah mengantar Hamzi. Pengasuh yang hendak ikut denganya ia larang, dengan alasan kalau ia sedang tak ingin diikuti dan menjaga dirinya juga Hanzel sendiri. Bernapas lega ketika para pelayan tidak curiga.

Iza dan anak-anaknya memasuki mobil dengan wajah ceria mereka. Saling mengobrol dan bercanda selama perjalanan yang tak lama. Turun dari mobil, berpesan pada Pak Agus untuk langsung pulang tak menunggunya. Pak Agus mengganguk, langsung berputar balik.

"Yes! Yes!" serunya dalam hati yang lagi-lagi Pak Agus menurutinya.

"Hamzi sayang.. kalau guru nerangin pelajaran di perhatiin, jangan banyak ngobrol, dan bercanda kalau sedang belajar. Bekalnya di makan yaa," pesan Iza pada anak yang hendak pergi sekolah. Lalu, mengecup pipinya.

"Love you," ucap Iza sambil tersenyum mengerutkan hidungnya.

"Love you too, Buna.. Dadah Asel." Hamzi masuk ke dalam sekolahnya dengan lari kecil sedikit meloncat.

DUDA ANAK DUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang