43. Kecewa

964 97 18
                                    

Aldo berjalan mondar-mandir di depan ruangan ICU. Sesekali dia menggusar wajah dan kepalanya. Ara sudah ditangani dokter sejak setengah jam yang lalu, namun dokter itu masih belum memberi kabar sedikit pun. Aldo semakin khawatir. Mina, Libra, Irene, dan Virgo masih  dalam perjalanan ke rumah sakit. Mereka langsung pulang dari luar kota dan meninggalkan pekerjaan mereka begitu mendapat kabar dari Aldo.

Aldo bahkan tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri karena dia lebih mementingkan latihan futsal. Seharusnya tadi dia yang mengantarkan Ara ke lokasi yang dikirim oleh Bunga. Dan yang lebih bodohnya, dia memang merasa kalau Bunga tidak benar-benar baik ke Ara, namun dia malah membiarkan Ara pergi menemui Bunga.

Netra Aldo beralih menatap Ara dari dinding yang terbuat dari kaca sehingga Aldo bisa melihat Ara dan para dokter yang menangani Ara dari luar. Aldo memejamkan mata saat melihat cairan merah keluar dari hidung Ara dan memenuhi Nebulizer yang terpasang di mulut dan hidung Ara.

Aldo merasakan sesak yang luar biasa. Dia tidak sanggup melihat Ara dengan kondisi Ara yang sekarang. Rautnya jelas sangat resah, khawatir, cemas, semuanya campur aduk.

"Al, lo tenang dulu, jangan mondar-mandir kayak gitu," ucap Mario dengan nada lemah. Dia juga merasa sangat sedih melihat kondisi Ara.

Aldo menatap Mario dengan tatapan sendu.
"Gimana gue mau tenang kalau sumber ketenangan gue sekarang masuk ICU." Aldo berkata lirih dengan nada serak.

Mario paham dengan perasaan Aldo sekarang. Sahabatnya itu pasti merasa hancur.

"Percaya aja sama dokternya, Al." Yeon bergumam lemah.

"Percaya sama dokter itu musyrik, gak ada yang bener dari mulut dia." Yang berkata kali ini adalah Bagas. Ketua OSIS itu ikut ke rumah sakit bersama Mario dan Yeon. Ucapan Bagas barusan membuat Aldo, Putri, Mario, dan Yeon menatapnya dengan tatapan yang sukit dijelaskan.

"Maksud gue, percaya sama Tuhan adalah yang terbaik." Hanya itu yang bisa Bagas katakan. Semua masalah tidak harus diceritakan, dan semua rasa tidak harus diutarakan.

"Gue setuju sama Kak Bagas, lebih baik sekarang kita berdoa buat kesembuhan Ara." Putri angkat bicara, memecahkan keheningan di antara mereka.

Setelah selesai berdoa, mereka kembali hening. Yang dilakukan hanyalah menunggu kabar dari dokter.

Tak ... Tak

Suara sepatu kejar-kejaran tertangkap di telinga mereka dan membuat mereka menoleh ke lorong rumah sakit. Ternyata orang tua Ara dan orang tua Aldo sedang berlari cepat menuju ke arah mereka.

"Gimana kondisi Ara, Al?" Mina langsung bertanya cepat begitu mendapati Aldo yang masih memantau  Ara dari dinding kaca rumah sakit.

"Masih ditangani dokter, Tante." Aldo menjawab tanpa menoleh sedikit pun ke Mina. Tatapannya masih terpaku pada dokter-dokter yang menangani Ara.

Mina mengikuti arah pandang Aldo, dia langsung menangis saat melihat keadaan Ara. Aldo merasa semakin sesak.

"Sabar, sayang, Ara pasti sembuh." Libra menarik Mina dalam dekapannya. Mina menangis hebat dalam pelukan suaminya.

Tolong Tuhan, jangan ambil dia. Engkau hanya memberi dia, jadi jangan ambil dia secepat ini.

Irene dan Virgo merasa sangat iba juga terpukul. Mereka kemudian menepuk-nepuk pundak Aldo secara bersamaan untuk menyalurkan kekuatan karena mereka sangat mengerti tentang perasaan anak semata wayangnya saat ini. Mereka juga tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya saat Aldo mengetahui yang sebenarnya tentang Ara.

Tidak bisa dipungkiri, Ara dan Aldo sangat dekat sejak kecil bahkan saat mereka masih jadi zigot. Bahkan sebenarnya, mereka juga dibuat dengan direncanakan secara bersama-sama. Memang terdengar konyol, tapi itulah kenyataannya. Karena itulah, Ara dan Aldo memiliki ikatan batin yang kuat meski sifat mereka selalu bertolak belakang.

Araldo [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang