Tuhan selalu menggiring kita untuk berada di momen yang sama. Sekalipun itu seperti pertanda, aku tidak ingin merasuki harapan dengan sesuatu yang masih samar.
***Seperti biasa, penampilan Unlimited berada di penghujung acara. Sayangnya, Maret menjelang akhir begini masih diberkahi hujan. Menjelang acara berakhir, mendung tebal menjadi kanopi. Namun, tak menyurutkan antusiasme penonton untuk menyaksikan perhelatan HUT hingga detik penghabisan.
Anak-anak X-5, sebagian besar, masih berkumpul di depan panggung. Bukan dari kelas kami saja, bahkan dari kelas lain pun lebih suka berdiri di sana untuk menyaksikan setiap penampilan pengisi acara. Bahkan tadi saat dansa waltz, beberapa orang mencoba ikut berdansa, meski kacau.
"Ti, jangan diinjek, dong, kakiku!" Itu suara Akmal yang sok mengajak Tiana berdansa.
"Kan, sudah Tiana bilang. Tiana enggak bisa dansa, malah Akmal paksa ikutan."
Aku menahan tawa melihat mereka. Dilihat-lihat, kok, cocok.
"Nuri, ke kanan bukan ke kiri. Kakinya melangkah sedikit diperlebar. Kalau begitu, yang ada kamu nginjek kakiku terus." Itu suara Dei. Sama saja seperti Akmal, cowok satu ini sok ingin ikut berdansa.
"Ya, maaf. Kan, aku bukan princess yang luwes berdansa."
"Ah, payah, nih!"
Ujaran-ujaran serupa memenuhi lapangan tempat mereka ikut berdansa. Sungguh lucu sekaligus menggemaskan. Jelas semuanya kuabadikan dalam foto kenangan lewat ponsel Melisa. Nanti bisa jadi memori tersendiri untuk kami.
Begitu Unlimited tampil, suasana semakin semarak. Tidak peduli gerimis mulai turun satu-satu. Bahkan, area di depan panggung makin penuh. Mereka tampak sangat familier dengan lagu yang dibawakan Arga cs. Kepopuleran band indie satu ini memang tidak bisa diabaikan.
"Nah, untuk penampilan selanjutnya, saya ingin seseorang menyanyi di panggung ini." Suara Arga berhasil menarik lebih jauh atensi penonton. "Saya selalu suka suara dia. Enggak sangka juga ternyata anak itu masuk sekolah sini."
Rasa-rasanya, perasaanku mulai tidak enak.
"Siap, Kak? Siapa?" Seruan serempak datang dari penonton.
"Kalau berkenan, Kakak ingin panggilkan junior Kakak sewaktu di SMP. Suaranya sangat enak untuk dibawa ngebaper. Gimana? Setuju enggak kalau dia nyumbang lagu juga?"
"Setuju!"
"Oke! Yuk, kita panggil bareng-bareng, ya!"
Aku beringsut sedikit ke belakang Raga. Entah kenapa, firasat mengatakan kalau nama yang akan dipanggil Kak Arga adalah aku.
Jangan, please! Jangan!
"Ta-li-tha! Ta-li-tha! Ta-li-tha!
Sialan Kak Arga!
"Ta-li-tha! Ta-li-tha! Ta-li-tha!" Serempak penonton mengikuti ajakan Kak Arga.
"Eh, tapi Talitha paling enggak bisa nyanyi sendirian. Kita panggil sekalian temen duetnya, ya?"
"Siapa, Kak? Siapa?"
"Raga Jiwa! Raga Jiwa! Raga Jiwa!"
Serempak pula penonton memanggil nama yang sama.
Gagal sudah rencanaku untuk menjadi siswi yang tidak menonjol. Kalau begini, semua orang akan mengenalku. Aduh, Kak Arga! Bikin masalah saja, ih!
"Kita dipanggil, Tha." Raga berujar.
"Kamu aja sana yang naik panggung. Bilang aja aku sakit perut."
"Ucapan adalah doa. Enggak boleh bicara yang buruk-buruk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada yang Memang Sulit Dilupakan
Teen FictionIni kisahku. Kisah Talitha Saraswati yang bertemu seorang cowok. Duduk satu meja, dapat kesempatan nyanyi bareng untuk Persami, tetapi entah Tuhan menakdirkan kami bisa saling memiliki atau tidak. Menurut kalian, rasa Talitha untuk cowok itu akan b...