Momen Istimewa 2 (PoV Raga): Kau Cinta Pertama dan Terakhirku

10 4 6
                                    

Aku memilih menyingkir saat Tiana, Melisha, Anindya, dan Nuri memeluk bersamaan kepada wanita berbalut gaun pernikahan di pelaminan. Keempatnya tak menyembunyikan sama sekali basah di pipi bahkan sebelum akad menggaung di bawah tenda pernikahan dengan hujan cahaya yang meneduhkan. Warna silver dan gold menambah kesan mewah, tetapi syahdu untuk menghiasi hari bahagia kami.

Mereka merangkulku. Dari sisi kanan dan kiri. Tidak lain para suami yang istrinya sibuk bertangis bahagia dengan wanitaku di sana.

"Mereka itu udah pada bangkotan, tetapi kelakuan masih kayak anak SMA." Itu gerutuan Akmal. "Aduh, baby-ku di perut emaknya apa kagak begah itu? Dijepit tante-tantenya di kanan dan kiri."

Satu pria di antara kami tertawa. "Tenang aja, Brader. Mereka enggak mungkin bikin calon keponakan terluka."

Itu suara Dei. Menenangkan sembari menepuk-nepuk pelan bahu Akmal.

"Dipikir-pikir, mereka ini hebat, ya? Berkawan dari SMA sampai sekarang udah pada mau punya anak."

"Persahabatan antar wanita itu, biasanya, memang lebih langgeng."

"Aku bersyukur karena Talitha punya mereka."

"Untung begomu enggak kelamaan, Ga. Satu anak manusia terselamatkan. Enggak jadi menggalau seumur hidup."

"Lagi pula, kalaupun Raga keterusan bego, masih banyak cucu Adam yang akan berusaha untuk mengobati patah hatinya Talitha, kok." Rashaka menimpali perkataan Dei.

"Kamu salah satunya yang berniat untuk menyembuhkan?" Aku masih berpendapat bahwa Rashaka yang dulu berkemungkinan menyimpan perasaan istimewa kepada wanitaku.

Mereka terhitung sangat dekat. Lebih akrab Talitha dengannya daripada aku. Selain karena satu kelas dan sering sekelompok belajar, mereka juga di ekskul yang sama. Intensitas pertemuan dengan Rashaka jauh lebih banyak daripada denganku. Belum lagi ... walau terkesan dingin dan tidak banyak bicara, Rashaka adalah tipe pria yang mudah membuat nyaman lawan jenis. Act of service. Perhatiannya tertuang dengan tindakan, bukan sekadar kata-kata.

"Sayangnya, sejak awal aku sudah tahu bahwa kesempatan masuk ke hatinya enggak akan pernah ada." Pria yang sebentar lagi akan menyusul kami masuk ke geng Calon Bapak-Bapak itu menjengitkan kedua bahu. Tak mau ambil pusing.

Untung saja wanita itu sudah menjadi milikku. Secara resmi. Tercatat di mata agama juga hukum sejak pukul delapan pagi hari ini. Butuh hampir empat belas tahun sampai akhirnya benang takdir kami terpintal di pintu yang sama. Jadi, aku tak perlu cemburu kepada pria itu atau pria mana pun.

"Banyak-banyak bersyukur mulai sekarang, Ga. Belajar peka juga karena yang namanya wanita akan selalu sulit dimengerti." Dei menepuk-nepuk pelan bahuku. "Enggak banyak wanita seperti Talitha Saraswati yang cuma menyimpan satu nama pria di hatinya sampai belasan tahun. Enggak terkatakan. Memilih bungkam hanya demi melindungi perasaannya enggak semakin patah karena antara ekspektasi dan realita berbanding terbalik."

Aku melirik Dei yang berdiri tepat di samping kiri. "Tumben ucapanmu bener. Biasanya mesum mulu."

"Sialan!" Dia memukul pelan bahuku.

Namun, aku setuju dengan nasihat Dei. Talitha adalah rasa syukur terbesarku saat ini. Wanita pertama yang berhasil membuatku jatuh cinta karena suara indah dan bentuk matanya. Wanita pertama yang berhasil menimbulkan debar sehingga malam-malamku sulit terpejam. Wanita yang memberiku inspirasi untuk menciptakan lagu-lagu bagi band yang digawangi Mas Arga and the Gangs.

Wanita yang akan kucintai sampai kapan pun. Wanita yang akan menjadi satu-satunya istri seorang Raga Jiwa Asmarandana. Calon ibu terbaik bagi keluarga kecil kami.

Ada yang Memang Sulit DilupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang