Kadang kamu seperti orang asing. Lain waktu, kamu seperti mudah untuk didekati. Lain hari, kamu terasa sangat jauh.
***
Sejauh sampai hari ini, latihan kami cukup sukses. Dalam arti, aku sudah sangat jarang salah lirik. Bahkan, dua hari latihan terakhir, aku hafal sepenuhnya. Ya, semoga saja usahaku ini tidak sia-sia.
"Jangan pada pulang dulu, ya. Kalian harus nonton geladi resik kita." Raga berujar setelah kakak pengawas MOS keluar ruangan.
Beberapa anak yang sudah siap-siap keluar pun urung dan kembali ke bangku masing-masing. Perasaan, kemarin kami enggak ada omong-omong untuk geladi resik, deh. Kebiasaan si Raga, nih. Suka mengagetkan dengan ide dadakannya.
"Yeah, Raga. Bapakku udah jemput di depan." Tiana mengeluh.
"Sebentar aja. Mau ngecek Talitha kalau nyanyi di depan banyakan orang masih salah lirik enggak."
Aku menengok Raga. Dia meragukan kemampuanku?
"Enggak. Aku enggak raguin kemampuan kamu. Mau ngetes sekaligus cari cara gimana mengatasi kebiasaan salah liriknya kamu."
Eh, kok, Raga bisa baca pikiranku? Kan, aku enggak bilang secara terang-terangan kalau dia meragukanku? Wah, gawat, nih! Jangan-jangan keturunan dukun si Raga. Namanya aja njawani banget. Jangan-jangan dia mendalami ilmu kejawen!
Aku mengernyit beberapa saat selama menatap ngeri ke arah Raga.
Tuk!
"Sakit, eh!" Sebuah sentilan mendarat di dahiku.
"Jangan kebanyakan mengerutkan dahi begitu. Cepet tua entar."
Wah, enggak bisa main-main sama Raga. Dia benar-benar bisa membaca pikiran manusia.
Satu sentilan lagi mendarat di dahiku. Lama-lama, bagian tengah dahi ini mencekung karena kebanyakan disentil Raga.
"Jangan kebanyakan nonton horor!"
Aku memberengut.
Kadang, aku heran dengan sikap Raga. Suatu waktu cowok itu bersikap manis, tetapi lain hari akan bersikap dingin. Kadang, aku seperti sangat dekat dengannya. Namun, lain kesempatan, seperti ada tembok nan kokoh yang menjarakkan kami.
Sikap manis Raga yang kadang-kadang itu suka bikin baper. Kalau suatu hari nanti aku suka sama Raga, bagaimana, ya? Ah, jangan, jangan! Jangan ngaco, Talitha! Lagi pula, kamu tidak boleh pacaran. Ingat pesan Bapak. Kamu hanya boleh pacaran setelah lulus SMA.
Aku mengekori Raga yang beranjak ke depan kelas. Seperti biasa, dia memilih duduk dan aku berdiri. Puluhan pasang mata menatap penuh harap ke arah kami. Sejujurnya, aku kembali merasa demam panggung. Sepertinya, masalahku satu: aku tidak bisa menyanyi di hadapan banyak orang.
Satu putaran lagu berlalu dan aku kembali mengalami masalah. Salah lirik. Beberapa teman sampai tepuk dahi saking gemasnya. Sementara aku hanya menyeringai kikuk. Ya, mau bagaimana. Kayaknya ini memang penyakit Talitha Saraswati.
"Observasiku benar. Kamu gampang blank kalau nyanyi di depan banyak orang." Raga berkomentar.
"Aku emang enggak niat jadi penyanyi, kok." Ya, jujur saja. Sejak awal, kan, sudah kubilang. Meski suaraku bagus, aku tidak berniat nyanyi di depan banyak orang karena mudah lupa lirik.
"Tapi, kemarin-kemarin pas kita latihan cuma berdua, kamu hafal 100%."
Aku menggaruk tengkuk. Jadi, apa solusi untuk masalah salah liriknya Talitha Saraswati?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada yang Memang Sulit Dilupakan
Novela JuvenilIni kisahku. Kisah Talitha Saraswati yang bertemu seorang cowok. Duduk satu meja, dapat kesempatan nyanyi bareng untuk Persami, tetapi entah Tuhan menakdirkan kami bisa saling memiliki atau tidak. Menurut kalian, rasa Talitha untuk cowok itu akan b...