Pernah terbiasa denganmu lalu tidak lagi. Ternyata cukup membekas semua memori hari-hari itu.
***Hari-hari berjalan sibuk. Setiap ada kesempatan, aku memilih kabur ke ruang Mading untuk menyelesaikan novel duet dengan Rashaka. Jika bukan untuk mengetik, aku menyembunyikan diri di tempat ini untuk mempelajari dan menyelesaikan rumus-rumus Fisika.
Aku berusaha menutup mata dan telinga atas gosip terungkapnya siapa pacar Raga. Saat belum terungkap pun aku sudah menduga jika gadis itu yang menjadi pilihan Raga.
Apanya yang tidak akan menyukai Jihan? Apanya yang Raga sudah memiliki gadis incaran? Pembohongan macam apa yang dibicarakan Rashaka itu? Dasar cowok! Beberapa di antaranya memang tidak bisa menjaga kesetiaan, 'kan?
Benteng yang selama ini terasa tipis saja menyekat kami, akhirnya bertumbuh semakin tebal. Baik aku dan Raga, bahkan selama di kelas pun seolah masing-masing tidak ingin saling terlibat. Beberapa kali aku berusaha untuk tidak satu kelompok belajar atau praktikum dengannya. Sepertinya pun Raga memahami dan memilih untuk menghindar pula.
Semua kembali ke awal. Kami menjadi sama-sama asing. Yang justru gereget melihat kondisi ini adalah Nuri and The Ganks.
"Kalau kayak begini, gimana nanti Porseni?" Nuri memulai obrolan saat kami makan di kantin.
Aku paham arahnya. Dari rapat OSIS kemarin yang membahas lomba apa saja untuk Porseni kali ini didapat kesimpulan bahwa salah satunya ada lomba nyanyi duet. Tentu saja. Kelas XI IPA 2 memiliki kartu andalan yang sayangnya chamistry di antara mereka sudah runtuh.
"Kalian ini terlalu mendramatisir keadaan." Aku menyahut sambil menyuap sepotong batagor.
"Bukan mendramatisir, ih. Kartu truf kita, kan, udah enggak se-sweet yang kemarin." Seperti biasa, Tiana selalu polos kalau berpendapat.
"Lagian, kayak yang aku mau aja nyanyi lagi."
"Eh, harus!" Melisa menyahut. "Harus kamu dan Raga."
"Betul!" Tiana sampai mengacungkan garpu. "Harus Raga dan Talitha."
Aku menggeleng-geleng tidak habis pikir. Mereka ini sudah termakan atmosfer romantisnya Raga dan Talitha dalam dunia akting.
"Fokuslah kalian sama dunia belajar kalian." Aku menatap satu per satu mereka untuk mengingatkan bahwa ada hal lebih mendesak yang harus mereka pikirkan. "Nuri harus perbaiki nilai Kimia. Tiana harus lebih ekstra mempelajari Matematika. Nilaimu yang kemarin paling kecil dalam sekelas, loh. Terus, Melisa. Jangan keseringan kabur kalau ada praktik Biologi dan Anindya ... kemampuan listening-nya ditingkatkan."
Ketiga gadis itu malah meringis keki.
***
November menjelang akhir. Hujan hampir turun setiap hari. Cuaca buruk mulai memakan korban. Beberapa teman sekelas, secara bergilir, mulai tumbang. Kalau sudah begini, aku harus ekstra jaga kesehatan. Jangan sampai tumbang karena ada dua mandat yang harus diselesaikan.
Bel pulang sudah berlalu beberapa menit lalu. Namun, hujan yang masih belum berhenti membuat beberapa murid memilih tetap berlindung di sini. Aku yang memang hari ini mendapat jadwal piket, ya, tentu saja belum pulang.
Seperti biasa, bagianku hanya mengepel. Sementara menyapu sudah dikerjakan Sriyana. Menaikkan bangku ke meja agar lebih mudah disapu dan pel sudah dilakukan Raga dan Rashaka. Iya, benar. Aku satu hari piket dengan kedua orang itu. Entah kenapa takdir selalu mengikat kami.
Aku masih menunggu di luar selagi bagianku belum mulai. Untuk sesaat menikmati turunnya hujan yang mengalir lewat genting koridor.
"Permisi, Kak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada yang Memang Sulit Dilupakan
Novela JuvenilIni kisahku. Kisah Talitha Saraswati yang bertemu seorang cowok. Duduk satu meja, dapat kesempatan nyanyi bareng untuk Persami, tetapi entah Tuhan menakdirkan kami bisa saling memiliki atau tidak. Menurut kalian, rasa Talitha untuk cowok itu akan b...