Momen Kedua Puluh

35 10 4
                                    

Anggap saja aku akan selalu baik-baik saja meskipun nanti semua akan berubah.
***

"Mungkin enggak jemput, Mbak. Telat juga kali dia."

Aku menengok ke arah Ibu yang berdiri di muka pintu. Kucek ponsel untuk melihat sudah jam berapa sekarang. Biasanya, cowok itu sudah di sini bahkan lima belas menit sebelum kami berangkat.

Mungkin benar kata Ibu. Dia sendiri telat. Ya, sudahlah. Aku berangkat sekarang saja biar tidak telat. Masih cukup waktu, kok

"Ya, sudah. Tha berangkat sekarang saja. Bu."

Setelah mencium tangan Ibu dan mengucap salam, aku pun bergegas.

Kalau memang telat, kenapa enggak SMS? Kan, biar aku langsung berangkat aja tadi.

***

Selain sebagai pengawas gugus, aku juga ditugaskan untuk mengatur konsumsi anggota OSIS. Beberapa persyaratan yang harus dibawa anak baru memang sebagian berupa makanan untuk konsumsi anggota kami. Sebenarnya, untuk makanan berat, kami mendapat suntikan dana dari pihak sekolah. Jadi, tenang. Jangan anggap sekolah tidak bertanggung jawab atas anak-anak OSIS mereka.

Nah, biasanya persyaratan berupa makanan akan dikumpulkan setelah istirahat pertama dari masing-masing gugus baru kemudian kami kumpulkan di ruang OSIS untuk dikelompokkan sesuai jenis.

Setelah jam istirahat pertama merupakan masa-masa lengang kami. Kelas akan diisi oleh guru-guru tertentu yang memang sudah ditunjuk khusus untuk mengisi materi di kelas anak baru.

"Aku mau ngungsi ke UKS, ya, Sa. Ngantuk. Kurang bobo, nih. Semalam nonton film Narnia," izin Kak Akbar, bahkan sudah bersiap di pintu OSIS untuk kabur.

"Suruh siapa pula begadang kau, Nak?" Kak Reksa mengirim tatapan galak, tapi sekadar becanda.

"Kau tidak tahu nikmatnya menonton film aksi-petualangan, sih. Dah, ah! Mumpung ada satu jam." Kak Akbar bergegas meninggalkan keruwetan di ruangan ini.

"Penggemar berat TV." Kak Reksa menepuk dahi. "Tha, bisa urusin yang di sini? Kak Reksa mau nemuin Pak Abimana dulu."

"Bisa, Kak. Santai aja. Nanti aku comot Silverqueen, ya?"

"Terserah. Ambil aja yang kamu suka, tapi bagi-bagi."

"Baik, Komandan."

Siapa pun anggota OSIS-nya tidak dilarang untuk mengambil snack hasil persyaratan anak baru. Namun, kami sepakat untuk saling berbagi jika hanya ada snack yang jumlahnya terbatas. Padahal, sejauh ini kami tak pernah kekurangan snack, bahkan selalu berlebih. Wong, ada hampir belasan macam yang dikali seratusan murid baru. Bagaimana tidak melimpah, 'kan? Sampai terkadang kami bagi-bagi ke pedagang di luar gerbang.

Kemarin saat pembagian tugas khusus, aku mengajukan diri untuk masuk ke tim konsumsi. Biar apa? Biar gampang nyomotin Silverqueen yang berlimpah.

"Emang ada tujuannya, ya, mengajukan diri masuk ke tim konsumsi," sindir Anindya yang cuma becanda.

Aku tahu gadis itu tidak serius menyindirku karena kami sama. Sama-sama ingin masuk bagian konsumsi biar bisa nyomot cokelat yang harganya lumayan menguras kantong pelajar seperti kami.

Aku meletakkan jemari di bibir. "Jadikan ini sebagai rahasia kita."

Anindya terbahak. "Aku mendapat partner yang tepat."

"O, iya, dong."

Kami sama-sama terkekeh.

Ada beragam snack yang terkumpul: roti,  buah, ciki, cokelat, biskuit, dan minuman gelas yang kali ini rasa teh. Aku dan Anindya mengelompokkan setiap jenis agar lebih mudah diambil. Setelah selesai, Anindya memilih untuk ke kantin. Sementara aku memilih duduk di pinggiran koridor sambil melihat beberapa anak Paskibra yang sedang berlatih.

Ada yang Memang Sulit DilupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang