13] Problem

176 44 0
                                    

"Ini dimana?" Tanya Karina ketika turun dari mobil Jeffan.

Si empu tersenyum, "pasar malam hehe."

"Pasar malam?" Jeffan mengangguk kaku atas pertanyaan Karina, "kenapa? Gak suka, ya?"

Entah kenapa Jeffan merasa takut dengan respon Karina, ekspresi gadis itu benar-benar menakutkan. Seharusnya Jeffan membawanya pergi jalan-jalan di alun kota atau mungkin makan disebuah restoran bintang lama.

Ya, Jeffan merutuki dirinya sendiri.

"Oh, yaudah ayo."

"Hah?"

"Maksudnya hah?"

Jeffan langsung menggeleng cepat, "e-enggak, yaudah ayo."

Mereka berdua berjalan bersama, melihat-lihat stan makanan, Jeffan yang beli paling banyak jenis jajanan kebanding Karina.

Gadis itu bahkan hanya membeli tanghulu dan waffle.

"Eh, mau naik wahana gak?" Tawar Jeffan.

"Mau, tapi nanti aja, gue mau beli siomay dulu." Jeffan mengangguk.

Nyatanya, perjalanan mereka ke stan dagangan siomay tidak semulus itu. Ada seorang anak kecil yang tengah bermain kejar-kejaran bersama dua orang temannya dan menubruk kencang Karina.

Karina sendiri malah hampir jatuh kalau saja Jeffan tidak memegang badannya. Keduanya terdiam kaku dengan posisi tersebut, sementara beberapa anak kecil tersebut berseru kata maaf pada Karina.

"Ya ampun, maaf Kak! Gak sengaja!" Seru salah satu anak.

Karina mengerjapkan matanya beberapa saat lalu kembali berdiri dengan tegak semula, kepalanya diangkat seolah-olah mencoba untuk bersikap angkuh dan tegas.

"L-lain kali hati-hati, jangan lari-larian gitu, emang dikira ini jalan orang tua kalian apa?" Ketiga anak kecil itu mengangguk kaku kemudian langsung berlari menjauh.

Jeffan terkikik pelan, namun raut wajahnya berubah perlahan ketika melihat luka di telinga Karina.

Pemuda itu mengulum bibirnya, "telinga lo gakpapa?"

Karina reflek memegan telinganya yang sempat terluka kemarin. "O-oh iya, gakpapa kok."

"Kenapa bisa luka gitu? Keliatannya parah banget," tanya Jeffan penasaran seraya berjalan.

Karina berdehem, "kemarin kepleset nimpa pecahan kaca dari gelas, soalnya kebetulan temen gue lagi ngepel lantai apartemen terus dia juga gak sengaja jatohin gelas kaca."

Jeffan ber'oh'ria. "Lain kali hati-hati, Rin. Pasti sakit banget."

Karina hanya mengangguk saja, lalu kembali melanjutkan jalannya untuk membeli makanan yang ia inginkan tadi.

Semoga saja Jeffan tidak mencurigai hal aneh lagi pada dirinya.

.

.

"Gimana date lo sama Jeffan kemarin?" Tanya Amanda.

"Lo tau gue sama dia ngedate?" Amanda tertawa lalu mengangguk.

"Giselle cerita, katanya lo sama Jeffan ngedate kemarin."

Ya ampun, Karina kira Amanda tahu dari Revan, ternyata dari Giselle.

"Lo lagi berantem ya sama Revan?"

Amanda tersedak minumannya sendiri, berusaha mencerna pertanyaan Karina sampai akhirnya terkejut. "Kok tau anjir? Revan curhat ya sama lo?"

Karina tertawa, lalu mengangguk asal, dia sedang ingin mengerjai Amanda. "Iya, katanya gara-gara berantem sama lo, dia jadi gak fokus ngerjain tugas."

Amanda seketika cemberut mendengarnya, sementara Karina menatap penasaran temannya itu.

"Lagian kalian kok bisa sih berantem, tumben banget, kenapa?" Dia sedang mencoba memancing temannya untuk bercerita.

"Ya kan kemarin Revan bilang kalo dia mau nyari bahan tugas sama temen ceweknya sekelompoknya, dan itu baru pertama kalinya dia izin ke gue. Terus langsung gue gak izinin dong."

"Loh kenapa? Bukannya selama ini lo fine-fine aja dia nugas bareng temen ceweknya?"

"Tapi masalahnya ini udah keempat kalinya, Rina. Revan nugas bareng sama temen ceweknya itu udah 4 kali, dan sialnya temen ceweknya itu si kembang kampus, Nia."

Karina terdiam sebentar, mencoba mengingat gadis mana yang bernama Nia di fakultas teknik sipil dan mendapat julukan 'kembang kampus.'

Sedetik kemudian.

"Oh! Dia! Adrinia Callista!"

"Ssstt! Jangan teriak anjir, nanti ketawan kalo kita lagi ngomongin dia," peringat Amanda dengan nadanya yang seperti sedang berbisik.

Karina mengangguk, "terus?"

"Ya gue marah lah, lagian kayak gak ada temen lain aja deh, kenapa harus sama Nia terus?!"

Karina terdiam mendengar curhatan Amanda, dia bingung harus merespon apa. Dia tidak ahli masalah percintaan, tapi dia hanya bisa memberikan sesuai dengan akalnya.

"Mungkin Revan ngerasa kalo Nia itu partner tugas yang cocok buat dia, dan itu pastinya juga bakal ngaruh ke nilai tugasnya, kan?"

Amanda mencebik, "ish, Rina mah! Tapi emangnya gak bisa sama yang lain? Emang nilainya bakal bagus kalo misalnya ngerjain bareng Nia?"

"Maybe? Kadang kita harus nemu partner yang cocok buat melakukan suatu pekerjaan supaya hasilnya bagus nantinya, kalo Revan gak dapet partner yang bagus atau kualitasnya gak tinggi mungkin aja nilai tugasnya bakal kacau."

"Ya ampun, Rina. Ini kita lagi ngomongin masalah gue sama Revan, masalah perasaan. Bukan soal nilai tugasnya Revan."

"Oh sorry, tapi menurut gue itu antara wajar sama gak wajar, Nda."

Ah yasudah lah, jika sudah begini malah Amanda yang terlihat salah, percuma saja dia curhat pada Karina. Temannya ini tidak pernah bisa memberikan solusi menggunakan perasaannya.

I'm The Stealer! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang