Karina masuk ke dalam Tower Berlixa, tadi dia sempat melihat Giselle yang tampak sibuk bermain dengan para penjaga layaknya hantu karena gadis itu kasat mata.
Ada banyak tangga disini, namun ada eskalator juga. Karina pikir akan lebih mudah memakai eskalator tapi bisa saja jika listrik ditempat ini akan dimatikan tiba-tiba saat para polisi dan penjaga datang.
Jadi dia mulai berlari menggunakan tangga, bersyukur lah karena dia orang yang sabar.
Hampir 18 menit waktu yang Karina habiskan untuk menaiki setiap anak tangga, sungguh dia ingin mengumpat karena banyaknya anak tangga.
Dia pun menghampiri robot kloningannya, "kerja bagus, sampai jumpa kembali." Gadis itu mematikan jantung penghidup robot itu.
Karina menatap gugup pintu yang tampak seperti brankas dihadapannya ini, kemudian menarik tangan Presiden tersebut untuk mengakses pintu masuk tersebut.
Dia membutuhkan sidik jari si empu untuk bisa masuk, hanya itu saja.
Ketika pintu sudah terbuka dia dibingungkan oleh sepinya ruangan di dalam. Karina pun memakai kacamata khusus untuk mengindentifikasi laser dan alat keamanan yang kasat mata itu.
Ada banyak laser dimana-mana, ini bukan laser biasa tapi laser pembunuh. Bisa saja jika terkena salah satu laser, berbagai macam peluru akan keluar bersamaan nantinya dan menembak Karina.
"Hm, kayaknya mereka udah waspada kalo semisal yang masuk ini bukan Presiden nyusahin itu," ujar Karina lalu merenggangkan otot-otot badannya agar rileks.
Oh iya, dia juga memplester mulut dan mengikat badan Presiden itu, siapa tahu saja jika orang itu sudah bangun, dia akan kabur dan memberitahu orang-orang.
"Okay, let's go!"
.
.
Giselle tengah bersembunyi dibalik patung-patung di abad pertama setelah Masehi, artistik sekali menurut Giselle. Efek Invisible gas-nya sudah habis dan Giselle tidak membawa yang lainnya.
"Gue harus terus kibulin penjaga disini, sebentar lagi Revan sama Jeffan pasti dateng." Gumam Giselle. Oh, tentu saja dia mengetahui tentang kedatangan kedua pemuda itu.
Giselle menembakkan salah satu benda disana agar jatuh, dan itu berhasil membuat salah satu penjaga segera berlari ke arah tersebut.
Giselle pikir Karina mungkin saja masih berusaha mengambil berlian itu, dan sekarang ia hanya akan terus menunggu sambil memasang jebakan untuk beberapa polisi dan agen kemanan.
.
.
Karina hampir saja mengenai salah laser, hampir. Setelah berhasil melewati laser pembunuh itu, Karina merasa janggal. "It's too easy," gumamnya lalu menatap berlian yang tersimpan baik didalam kotak kaca.
Mata elangnya melihat ke segala arah, sangat aneh jika hanya ada satu alat keamanan di tempat berbahaya seperti ini, Karina pun akhirnya memilih mengambil tongkatnya. Dia ingin mengetes apakah ada jebakan yang dipasang di kotak kaca itu.
Tapi hampir 2 cm lagi tongkatnya menyentuh kotak kaca itu, dua pisau berukuran 15 cm menyambar dirinya, dengan cepat Karina menghindar namun salah satu dari pisau itu mengenai tangannya dan menyebabkan luka gores yang cukup parah.
"Sial, sakit banget." Umpatnya lalu mengambil salah satu kain untuk diikat di tangan supaya darahnya bisa dihentikan sejenak dan agar darahnya tidak berceceran di lantai.
Gadis itu pun memikirkan salah satu cara ampuh untuk mengambil berlian itu supaya tak terluka lagi. Beruntungnya Karina sebuah alat untuk mengontrol sistem keamanan disini. Ada banyak pilihan sistem keamanan disini.
Karina memilih menekan tombol merah yang bertuliskan TURN OFF THE TRAP, lalu kembali melakukan percobaan kedua dengan tongkatnya, matanya berbinar senang karena sudah tak ada lagi jebakan.
Dengan hati-hati tangannya mengambil berlian itu, gadis itu menghela napas ketika benda tersebut sudah berpindah ke tangannya. "Gue udah berhasil ngambil berliannya," ucap Karina pada Giselle lewat earesnya.
"Sip, tapi gatau kenapa kali ini gue ngerasa bersalah karena harus nyuri."
"Kita udah nyuri dari dulu, tapi lo baru ngerasa bersalah sekarang? Dasar aneh."
"Gue ngerasa bersalah gara-gara harus nyuri berlian itu anjir, kalo yang lain mah gue mana peduli."
Namun belum sempat ia membalikkan badan alarm keamanan berbunyi kencang, suara sirine mobil polisi terdengar. Karina menengok ke arah kaca, sudah banyak polisi, agen keamanan serta penjaga yang datang.
"Giselle, lo dimana?" Tanya Karina sedikit panik.
"Gue masih sembunyi, gak bisa keluar, banyak banget penjaga sama polisi yang dateng."
"Oke, tapi pastiin lo keluar secepet mungkin," balas Karina.
Gadis itu dengan cepat meledakkan salah satu bola asap untuk menghapus jejaknya, bertepatan dengan itu, polisi dan agen keamanan datang sambil menodongkan pistol mereka.
"Jangan bergerak!" Ancam salah satu polisi.
Sial, Karina bingung harus bagaimana sekarang, dia sudah di kepung. Jeffan yang juga ada disana berjalan mendekatinya, "serahkan berlian itu pada kami atau anda kami tembak sekarang juga."
Karina tersenyum licik, "mimpi kalian!" Gadis itu memukul tiga polisi yang menghadang jalannya menggunakan tongkat lalu berlari secepat mungkin.
Karina dengan cepat langsung turun kebawa menggunakan tali yang ia bawa tadi, setelah sudah turun gadis itu kembali berlari keluar lewat museum. Dia tidak bisa keluar dari Tower ini jika tidak melewati museum.
Tak jauh dari sana ia lihat Giselle yang tengah sibuk menghajar para penjaga, Karina menoleh sedikit ke belakang, sudah banyak yang mengejarnya.
"Giselle lo—anjir!" Karina terlonjak ketika tiba-tiba saja Giselle menarik dirinya, bagaimana bisa gadis ini menghampirinya dengan sangat cepat?
"Gue udah males ngehajar mereka semua, mending kita buruan lari!" Ujar Giselle.
"Tapi pintu keluarnya masih jauh, kita harus turun ke lantai satu dulu." Balas Karina was-was sambil menengok ke belakang.
Giselle belum sempat menjawab namun Revan dan beberapa agen keamanan lainya menghadang mereka dengan pistol ditangan. "Jangan coba-coba kabur!" Seru Revan.
Giselle berdecak, sahabatnya ini menyebalkan sekali ya Tuhan, lebih baik setelah ini Giselle memutuskan hubungan persahabatannya dengan Revan. Pencuri dan agen keamanan tak mungkin bisa menjadi sahabat setelah insiden ini, bukan?
Karina kembali memukul agen keamanan itu dengan tongkatnya dan Giselle menyetrum yang lainnya termasuk Revan, persetan dengan kata kasihan, nyawanya lebih penting sekarang.
Mereka berdua lanjut berlari dan setelah itu terdengar suara pistol ditembakkan ke arah Karina, tapi untungnya gadis itu memakai rompi anti peluru.
"Gue capek anjir lari terus, tembak aja kenapa sih, Rin?!" Kesal Giselle.
"Gila ya lo? Nanti catatan kriminal gue nambah kalo gue bunuh orang!"
Setelah akhirnya mereka sampai di lantai satu, Giselle segera menambah kecepatan berlarinya, sementara Karina terdiam sebentar sambil mengeluarkan salah satu benda dari dalam tasnya dan melemparkannya begitu saja ke arah orang-orang yang mengejarnya sedari tadi.
BOOM!!
Sebuah bom berhasil meledakkan sebagian tempat di lantai satu, asap mulai bermunculan dimana-mana, Karina membuka maskernya sedikit dan menatap Jeffan yang sudah terbaring di lantai sambil terbatuk-batuk.
Gadis itu tersenyum miring ketika mata sipit Jeffan berbalik menatapnya, Karina pun memberi tanda selamat tinggal pada pemuda itu dan menghilang di balik asap.
Mission clear!
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm The Stealer! [✓]
FanficPuncaknya ketika semua orang dihebohkan oleh berita menghilangnya Belrixa Diamond secara misterius kemarin malam, tanpa jejak bahkan tanpa adanya kejanggalan sedikitpun. Beberapa orang percaya bahwa Berlian tersebut dicuri oleh seseorang, tapi ada...