16] Meet

176 46 1
                                    

"Ya ampun, maaf ya gak bisa jemput kamu di bandara." Ucap sang Mamah pada Karina.

Gadis itu tertawa lalu duduk di kursinya, "gakpapa kok. Ngomong-ngomong bau makanannya enak."

"Ouh, thanks. Hari ini Mamah sengaja bikin makanan yang banyak, omong-omong tumben kamu pake jepit rambut dari Mamah, biasanya juga males make," balas Mamahnya.

Karina reflek memegang ke arah jepit rambut tersebut, "oh iya, lagi kepengen aja sih."

"Wah, baunya enak banget nih, pasti rasanya juga enak," sahut sang Papah yang juga sudah duduk di kursinya.

"Nah sekarang tinggal nunggu satu orang lagi," ucap sang Mamah sambil menepuk tangannya.

Karina mengerut bingung mendengarnya sampai akhirnya terdengar suara pintu rumah yang terbuka. Seseorang baru saja datang dan langsung pergi ke arah meja makan.

Karina dibuat terkejut dengan kehadiran orang tersebut, "kamu pulang?"

"Hm, emang cuma kamu doang yang bisa pulang ke rumah ini?" Tanya orang itu balik.

.

.

"Revan! Ish, sebentar dulu!" Amanda mencekal tangan Revan.

"Aduh, kenapa lagi sih? Aku udah telat nih."

Amanda semakin merengut, "katanya kamu mau nemenin aku nugas, kok malah mau pergi."

"Lagi genting ini Nda, sumpah deh. Si Nia bilang kalo ada tugas kelompok yang lupa diselesain sama dia, deadlinenya juga nanti jam 1 siang." Ucap Revan sok panik.

"Ya lagian siapa suruh dia lupa? Kenapa harus bilang ke kamu? Kan dia bisa ngerjain sendiri," ujar Amanda.

"Kelamaan nanti. Udah ya, aku pergi dulu, janji deh besok kita nge-date seharian penuh." Balas Revan lalu segera berlari meninggalkan Amanda di depan gerbang rumahnya.

Gadis itu menghela nafas, "kamu gak beneran bantuin Nia nugas, kan?" Gumamnya.

.

Karina mempercepat langkahnya ke arah Kafe. Hari ini dia ingin bertemu seseorang, yang tidak begitu penting sebenarnya. Tapi ya sudah lah.

"Senang bertemu denganmu, Nona." Sapa pemuda itu.

"Kau cukup sopan untuk ukuran anak SMP," balas Karina.

Pemuda itu lantas berdecih, "ini tata krama yang diajarkan keluargaku, bukankah seharusnya Anda tahu soal itu?"

"Aku tidak mengurusi soal keluarga orang lain, tidak penting."

"Oh baiklah, tapi lebih baik Anda cepat karena setelah ini saya ada kegiatan les sampai malam." Karina mengangguk.

"Simple, mau menyimpan sesuatu yang berharga untukku?" Pemuda itu mengerutkan keningnya, "sesuatu berharga? Apa itu?"

"Ya nanti kau juga tahu sendiri, mau tidak?" Pemuda itu menggeleng, "saya menolak keras, saya tidak suka membuang waktu untuk menyimpan barang milik orang lain."

Karina tersenyum miring, "kau yakin? Ini barang yang cukup berharga, aku yakin kau pasti pernah mendengar tentang Berlixa Diamond."

Pupil mata pemuda itu membulat sempurna. "Sial, saya tidak mengerti maksud Anda, Nona. Kenapa tiba-tiba membicarakan tentang berlian itu?"

"Aku akan mendapatkan berlian itu, dan aku ingin kau menjaganya untukku nanti, kalau kau mau." Ujar Karina

"T-tunggu, bagaimana cara Anda mendapatkan itu? Mustahil mendapatkan berlian itu secara cuma-cuma."

"Well, itu rahasia. Sekarang pertanyaan apa kau mau menjaganya untukku?" Tanya Karina

Pemuda itu terdiam, otaknya masih memikirkan sesuatu tentang berlian itu. "Apa Anda sengaja memanfaatkan saya sebagai tameng Anda nantinya, Nona?"

"Tentu tidak, mana mungkin aku membuat bocah SMP menjadi tameng ketika aku menjadi buronan negara nantinya. Kau hanya perlu menjaganya dengan aman, karena bagaimana pun juga aku akan menaruh berlian itu di tempat yang tidak akan diketahui oleh siapapun kecuali aku," jelas Karina.

"Kalau memang tidak diketahui oleh siapapun selain Anda, pasti saya juga tidak tahu dimana keberadaan berlian itu, jadi bagaimana cara saya untuk menjaganya nanti?" Tanya pemuda itu bingung.

"Cukup pura-pura tidak tahu soal itu saja. Terus berpura-pura lah sampai aku menghilang dan sampai ada seseorang yang mendatangi kau dan bertanya soal berlian itu."

"Tapi sebelum itu, aku harap kau mau berkunjung sebentar ke Indonesia," lanjut Karina sambil tersenyum.

.

.

"Yo Jef!" Panggil Revanm

Jeffan menghela nafas lega, "dateng juga lo. By the way, jadi ngelakuin rencananya?" Revan mengangguk. "Jadi, tenang aja, gue bakal mancing Giselle sebisa mungkin."

"Oke, tapi jangan sampe bikin dia curiga balik ke kita. Kalo dirasa emang bukan dia yang nyuri langsung ganti topik aja." Revan mengangguk mengerti lalu masuk ke Kafe.

Jeffan hanya akan mengawasi keduanya dari luar lewat ear-monitornya, dengan ini dia jadi bisa mendengar obrolan apa saja yang dibicarakan oleh Giselle dan Revan.

Sementara Revan di Kafe cengengesan melihat Giselle yang kini menatapnya sinis.

"Dari mana aja lo? Gue udah nyampe dari setengah jam yang lalu, eh elo sendiri malah baru nyampe sekarang."

"Sorry, Sel. Tadi ke tempatnya Amanda dulu, biasa."

Giselle mengangguk asal, "so? Kenapa tiba-tiba ngajak ketemuan? Tumben banget pasti lo gak bilang ke Amanda kalo mau ketemuan sama gue." Ujar Giselle mengundang tawaan dari Revan dan diangguki oleh pemuda itu.

"Ya gitu deh, lo tau sendiri kan selama ini gue kalo ketemuan sama lo gak pernah bilang-bilang ke dia," ucap Revan. Giselle menghela nafas, "lo gak pernah ngasih tau ke Amanda kalo kita selama ini sahabatan, kalo misalnya Amanda tau kita sering ketemuan gini, dia pasti marah."

"Ya udah lah, wajar. Lagian kan salah gue juga yang ngajakin lo ketemu mulu. Oh iya, back to topic, gue ada sesuatu yang mau ditanya. Kemarin lo liat gak Jeffan bawa anting sama jepit rambut ke kampus?"

"Hah?"

Di luar sana, Jeffan melotot tak percaya ketika mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Revan lewat ear-monitornya. Kenapa Revan blak-blakan sekali sih?

Sedangkan Giselle mengerjapkan matanya, "ya gue liat. Tapi gue gatau kalian ngomongin apa soal benda itu. Emang kenapa?"

"Well, gakpapa sih, anting sama jepit rambut itu hilang, dan cuma dua barang itu yang bisa polisi gunain buat nyari identitas pencuri itu."

"Oh gitu, tapi kok lo ikut nyari sih? Maksudnya kalo emang anting sama jepit rambut itu clue buat nyari pencurinya, kenapa dua benda itu bisa sama Jeffan?"

Serius, Jeffan angkat tangan kalau begini. Gara-gara Revan, Giselle jadi mengajukan pertanyaan mencurigakan pada pemuda itu.

"Gue kasih satu rahasia nih, Sel." Ucap Revan.

Mata Jeffan melotot, Revan pasti ingin membocorkan rahasia keduanya selama ini pada Giselle.

"Apa?" Tanya Giselle penasaran.

"..gue sama Jeffan itu sebenernya Agen keamanan yang ditugasin buat nangkep pencuri yang selama ini keliaran nyuri barang-barang berharga." Bisik Revan.

Tanpa lo kasih tau, juga gue udah tau.

I'm The Stealer! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang