20] Confession

188 45 1
                                    

Karina dan Jeffan hari ini jadi pergi untuk sekadar jalan-jalan sebentar. Tiba-tiba saja Jeffan mengajak Karina padahal katanya kemarin pemuda itu sedang sibuk.

"Pelan-pelan makannya, nanti keselek," ucap Jeffan pada Karina. 

Niatnya, hari ini Jeffan berencana memberikan Karina anting yang kemarin sempat ia maksudkan untuk hadiah. Tentunya dengan modus jalan-jalan yang akhirnya diiyakan oleh Karina.

"Omong-omong gak biasa banget lo ngajakin gue makan disini, pasti ada yang mau diomongin." Ucap Karina tiba-tiba.

Jeffan sendiri agak terkejut, walau dia tidak mengerti apa hubungannya mengajak makan di restoran dengan hal yang ingin dibicarakannya, tapi pemuda tetap mengangguk.

"Gue emang ada sesuatu yang mau diomongin—eh bukan, maksudnya dikasih ke lo," ucap Jeffan. Karina tersenyum sumringah, "bau-bau hadiah nih buat gue," tukas gadis itu membuat Jeffan tertawa.

Pemuda itu pun mengeluarkan sebuah kotak berwarna biru dongker lalu menyodorkan ke Karina, "nih buat lo."

Karina menerima hadiah tersebut dengan senang hati lalu membuka kotak tersebut, "wow? Anting? It's cute! " Jeffan tertawa melihat reaksi Karina.

"Ini serius buat gue?" Tanya Karina.

"Iya dong, dipake ya." Gadis itu mengangguk, "makasih, Jeff. Oh ya, how about your confession to me?"

"Hah? Confession?" Karina mengangguk-anggukkan kepalanya, "Revan ngasih tau gue kalo lo mau confess, so gue tanya gimana confessnya, jadi apa enggak?"

Anjir lah Revan, mulutnya ember banget kayak setan.

"O-h ya, gitu deh hehe. Niatnya gue emang mau confess, so i hope you listen well."

"Of course, go on."

Jeffan menarik nafas dalam-dalam sebelum memulai. "Gue suka sama lo, and yeah gue tau ini terlalu cepet karena kita baru kenalan selama 3 bulan, but i like you."

Karina tersenyum, lebih seperti tersenyum licik. Apa ini artinya dia berhasil membuat Jeffan percaya padanya? Rencananya akan dimulai dua hari lagi dan Jeffan telah menyukainya, bukankah ini bagus?

"Gue cuma mau lo tau soal perasaan gue aja, gue gak berharap lebih karena gue tau lo gak bakal mungkin bales perasaan gue." Lanjut Jeffan dengan nada bicaranya yang memelan diakhir.

"Well, it's okay, yang penting lo udah berani confess ke gue. Dan gue hargain itu." Karina tiba-tiba saja memeluk Jeffan yang mengundang reaksi kaget dari pemuda itu. "Semua ada waktunya kok, liat aja dulu kedepannya kita kayak gimana."

"Jadi gue gak gagal?" 

.

.

Amanda terdiam di meja belajarnya, dia menggigit kuku jarinya dengan tangan yang bergemetar. Dia sudah tahu soal hubungan Giselle dan Revan kemarin.

Adiknya yang memberitahu.

"Dasar muka dua," umpatnya.

Beberapa saat kemudian, muncul notifikasi pesan dari Revan.

Mineee
|Bisa ketemuan di taman komplek rumah kamu ga?
|Ada yang mau aku omongin

Amanda pun dengan segera mengambil jaketnya dan pergi keluar. Dia tahu jika Revan pasti akan meminta maaf, tapi selain itu, Amanda ingin meminta penjelasan tentang hubungan pemuda itu dengan Giselle.

.

"Ya enggak dong, Jeff. Lagian juga gue kan disini cuma mau minta maaf. Btw, lo tadi sama Karina gimana?"

"Ya gitu, diterima enggak, tapi ditolak juga enggak. Dia kayak ngasih gue kesempatan buat deketin dia."

"Wih, congrats. Tapi gue harap lo gak lupa sama tugas lo, gimana pun juga lo tetep harus ngawasin dia. Kalo lo lengah, bisa aja nanti dia ngejalanin rencananya dengan cepat. Lo gak bakal tau jalan pikir pencuri tuh gimana."

"Iya iya, ya udah gue tutup dulu, mau tidur. Lo jangan pulang kemaleman kalo gak mau gue kunci dari dalem apartemen."

"Jahat banget lo."

Tutt.

Jeffan mematikan sambungan telepon tersebut, sementara Revan hanya bergeleng kepala. Bisa-bisa Jeffan dibutakan oleh perasaannya kalau tidak diingatkan.

"Revan—

Revan reflek berbalik dengan cepat dan menodongkan pisau kecilnya ketika namanya dipanggil dan merasakan sedikit sentuhan di bahunya.

Si empu menatap kaku pisau kecil yang ditodongkan padanya, "kamu mau bunuh aku?"

Revan menghela nafas lega. "Aku kira siapa ya ampun, bikin kaget aja." Pemuda itu pun kembali menyimpan pisau kecilnya ke dalam saku jaket.

Amanda bergeleng kepala, lalu menundukkan kepalanya cangungg. Sementara Revan bingung dengan sikap pacarnya itu, "kok nunduk sih, Nda? Aku mau ngomong ini, jangan nunduk dong," ucapnya sambil mengangkat dagu gadis itu.

Si empu meneguk ludahnya kasar ketika bersitatap langsung dengan Revan yang memandangnya teduh. "Maaf," gumam Amanda.

"Ey, jangan minta maaf, atuh. Yang salah kan aku, bukan kamu." Revan menarik gadis itu ke dekapannya. "Maaf kemarin bikin kamu cemburu, aku gak ada niat kayak gitu sama sekali, kamu tuh udah punya tempat spesial di hati aku."

Hati Amanda menghangat mendengarnya, bukan kali ini saja Revan berucap manis seperti itu hanya untuk membujuknya. Dan entah kenapa, ini membuatnya enggan untuk membahas perkara hubungan Revan dan Giselle.

Sejujurnya, Amanda takut untuk kehilangan Revan, pemuda ini cukup berbeda dari yang lain. Dan Amanda mencintainya, sangat.

"Gak bakal ada yang bisa gantiin aku di hati kamu, kan?" Tanya Amanda memastikan.

"Iya, gak ada." Revan semakin mempererat pelukannya pada Amanda.

Giselle yang sedari tadi memperhatikan keduanya dari jauh pun tersenyum tipis, "bahkan gue sekali pun gak akan bisa gantiin posisi lo, Amanda."

I'm The Stealer! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang