"SITSL" (ucapan langsung)
'SITSL' (ucapan dalam hati)
'SITSL (ucapan dalam tlp)
'SITSL' (ucapan dalam sms/chat)
.
.
.
.
.
.
.Chap 07
Setelah semua memberikan laporan hasil tugas dari sang kaicho, mereka semua pun keluar dari ruangan khusus tersebut. Sedangkan kaicho masih didalam ruangan tersebut, dia membuka laci mejanya dan mengeluarkan sebuah foto, foto keluarga Namikaze.
'Hahaha... Aku tak menyangka kau ikut keluar dari rumah neraka itu Kuu-ni, apa kau mulai menyadari jika disana banyak kesalahan hum?' Batin sang kitsune sambil menatap sosok pemuda bersurai pirang pucat dengan potongan pendek.
Seketika pandangannya menyendu ketika melihat sosok pemuda bersurai pirang pucat dengan gaya ponnytail,'Dei-nii maafkan Naru yang harus pergi meninggalkan Dei-nii. Tapi Dei-nii tenang saja, setelah aku sedikit bermain main dengan mereka semua, kita berdua pasti akan bersama lagi. Daisuki Dei-nii' Batin sang kitsune sambil menyeka air matanya diujung matanya.
Dia sangat merindukan kakak kesayangannya, satu satunya keluarga Namikaze yang peduli terhadapnya waktu dulu dan mungkin sekarang juga. Saat setelah puas menatap foto keluarga Namikaze, akhirnya dia pun keluar dari ruangan khusus tersebut dan berkumpul bersama yang lain.
Disaat diruang tamu, Naruto dapat melihat orang orang yang menyayanginya, dia tersenyum tipis melihat mereka, dan dia berharap untuk secepatnya bisa berkumpul bersama kakak kesayangannya. Itachi yang melihat bahwa ada orang yang memperhatikan mereka, akhirnya menghampiri orang tersebut.
"Nee Naru-chan, apakah kau masih mau bermain main bersama mereka?" Ujar Itachi sambil menusuk nusuk pipi chuby Naruto.
"Mungkin. Aku sudah tak sabar ingin melihat reaksi dari mereka Tachi-nii." Ujar Naruto sambil menunjukan senyum manisnya. Namun yang melihat senyum manis tersenyum sudah merinding duluan. Karena bagi mereka senyum itu adalah senyum maut, yang akan menghasilkan sebuah aksi maut juga.
"Nee Gaara, Shika, bagaimana kabar Neiji dan Kiba?" Tanya Naruto sambil duduk dipangkuan Greed.
"Mereka baik, dan ya mereka merindukanmu Naru." Jawab Gaara sambil memakan kacang goreng.
"Nee nee besok kalian pergi bersama mereka kan?" Ujar Naruto sambil mengambil toples isi biskuit.
"Iya. Mmm memangnya kenapa?" Tanya Shika sambil menyamankan posisi tidurnya.
"Tolong sampaikan salam rinduku ke Kiba dan Neiji oke. Kalau ke teme si kayaknya jangan dulu, biarkan menjadi kejutan untuknya." Ujar Naruto sambil terkikik geli.
Dan akhirnya mereka pun tenggelam dalam bincang hangat, ya begitulah mereka, jika sedang tidak dimode serius maka Naruto akan sangat menghormati Itachi dan Sasori, layaknya adik terhadap kakak. Namun jika dalam mode serius, maka jika ada kesalahan Naruto tak akan pandang bulu, walau itu terhadap Itachi dan Sasori yang notabanenya lebih tua darinya.
~°~
Sedangkan didalam sebuah ruangan kerja seorang CEO, terlihat seorang pria yang telah berumur, dengan rambut pirang jabriknya sedang berkutat dengan berkas berkas yang menumpuk. Dia adalah Minato, sang CEO Namikaze Corp.
Sebenarnya dia tidak sedang berkutat dengan berkas, dia itu sedang menatap sebuah figura foto yang menampilkan sebuah keluarga yang sangat ceria, dia menatap lekat lekat foto itu, dia memperhatikan sosok bocah yang seperti copyannya sendiri. Jika dilihat lebih jelas lagi, terlihat sorot akan kerinduan, penyesalan, kesedihan.
'Naru, sekarang kau dimana nak? Bagaimana kabarmu? Apa kau hidup layak? Maafkan tousan yang tak menghiraukanmu dulu nak.' Batin sang CEO Namikaze Corp dengan tatapan sendu.
Setelah empat tahun kepergian Naruto, Minato baru merasakan ada ruang yang hampa, dia merasakan gejolak rindu terhadap sang mentari, dan tak ayal perubahan itu sering terlihat oleh sang istri dan anak ketiga mereka. Minato sering terlihat murung didalam kamar dengan nuansa kuning terang, dan itulah yang menjadi beban fikiran untuk putra ketiga mereka serta sang istri.
Setelah tadi siang dia berkutat dengan berkas dan juga sebuah foto yang terpajang apik di meja kerjanya, kini Minato sedang berada di kamar dengan nuansa kuning cerah, dan hal itu tidak lepas dari pandangan putra ketiganya.
'Sial, padahal dia sudah tak ada disini, tapi tousan malah memikirkan anak itu, dan juga kenapa Kuu-nii dan Dei-nii harus keluar dari rumah ini si. Kalau begini ceritanya kan apa yang sudah ku rencanakan dari dulu malah kacau.' Ujar pemuda bersurai pirang yang dari tadi memperhatikan sang ayah.
Beda orang, maka beda cerita, terlihat perempuan bersurai merah sedang menghampiri seseorang yang sedang melamun di kamar dengan nuansa kuning cerah. Dia mengelus pundak sang suami.
"Anata, sudahlah jangan terlalu difikirkan. Semua yang kau suruh untuk mencarinya saja tidak pernah bisa menemukannya. Kita harus mengikhlaskannya anata, jika memang dia sudah tidak ada disini lagi." Ujar sang istri sambil terus mengelus pundaknya.
Dia tahu seberapa rapuh suaminya ini setelah satu tahun lalu mengatakan menyesal telah mengusir anaknya itu. Dia pun sebenarnya sama, merasa menyesal, namun dia tahu kalau sang mentari sudah pergi ntah kemana, ntah dia masih hidup atau tidak, itulah yang difikirkannya. Dan juga dia tak bisa terus bermuram durja, karena bagaimanapun masih ada satu anak yang harus dia perhatikan.
"Tapi Kushi-chan, aku ingin meminta maaf padanya, aku menyesal telah mengusirnya dari rumah ini. Seandainya waktu itu kita tidak kasar padanya, pasti kita tak akan kehilangannya. Seandainya waktu itu kita tak mengusirnya, pasti dia masih disini Kushi-chan." Ujar Minato sambil manahan air matanya yang kapanpun siap untuk meluncur bebas. Mulutnya terpenuhi dengan ucapan seandainya, seandainya, dan seandainya.
"Sudahlah anata, ini sudah malam. Kau harus istirahat. Lebih baik kita doakan untuk yang terbaik bagi Naruto Minato-kun." Ujar Kushina sambil memeluk sang suami, mencoba mengalirkan perasaan damai dan menyamangatinya.
Setelah mendengarkan apa yang dikatakan oleh Kushina, akhirnya Minato pun pergi dari kamar bernuansa kuning cerah itu, dan diikuti oleh Kushina. Dan langsung menuju kamarnya, tak lupa menutup pintu kamar bernuansa kuning tersebut.
Sedangkan didalam kamar bernuansa merah tua, seorang pemuda sedang menahan amarahnya. Dia benar benar marah terhadap ayahnya yang terus mengatakan rindu terhadap orang yang dibencinya. Sebenarnya dia pun tak faham, mengapa dia begitu membenci orang yang notabanenya merupakan kembarannya sendiri. Seseorang yang selalu berbagi segalanya dari mulai didalam rahim. Namun ntah sejak kapan rasa benci itu muncul sedikit demi sedikit, hingga menjadi dendam yang mendalam. Hingga dia membuat yang lainnya membenci kembarannya sendiri. Padahal kembarannya itu tak pernah mengusiknya, bahkan selalu mengalah atasnya yang notabanenya merupakan seorang kakak. Karena bagaimanapun dia terlahir duluan 5 menit sebelum sang adik.
Tbc
.
.
.
.
.
.
.
Hallo minna san. Bagaimana nih cerita di chap ini? Masih seru atau bagaimana nih?
Author berharap si cerita ini bisa seru dan membuat kalian penasaran terhadap chap chap selanjutnya.
Nah untuk itu author minta dukungan kalian dengan like, komen, and share. 🙏🙏🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Tak Lagi Sama (END)
FantasíaLangsung baca aja ya, ga bisa bikin summary. Dan ini cerita pertamaku. Jadi maaf maaf kalau aneh dan juga ga jelas. HOMOPHOBIC MENJAUH DULU NARU×SASU???? Disini aku hanya meminjam nama dari tokoh milik Masashi Kisimoto Mohon dukungannya, dengan lik...