02

175 21 0
                                    

"SITSL" (ucapan langsung)
'SITSL' (ucapan dalam hati)
'SITSL (ucapan dalam tlp)
'SITSL' (ucapan dalam sms/chat)
.
.
.
.
.
.
.
.

Chap 02

Sudah satu minggu lebih ini sejak kejadian Naruto mendengar kata kata yang menyakitkan dari keluarganya, dan sudah satu minggu juga keluarganya berubah, kecuali satu orang kakaknya yang memiliki rambut pirang pucat dengan gaya ponnytail.

Kakaknya hanya bisa mendekat dan menjadi sandaran jika keluarga lainnya tidak ada, namun jika keluarganya ada maka dia hanya bisa diam dan memandangnya dengan tatapan sendu, seolah dia mengatakan maaf lewat pandangannya, namun bagi Naruto dia sudah biasa, toh dia memang tidak bisa melakukan apapun juga.

Hari ini adalah hari minggu, dimana biasanya semua orang melakukan familly time, namun berbeda dengan seorang bocah pirang yang sedang diam sendiri di lantai atas, padahal keluarganya sedang berkumpul semua di ruang keluarga. Hingga sebuah suara mengejutkannya...

"HUAAAAA TOUSAN KAASAN, BOLA KESAYANGANKU DIRUSAK NARUUUU." Ujar seorang bocah yang hampir sama dengan tokoh utama kita dengan tangisannya yang membahana.

Sedangkan seseorang yang dituduh hanya bisa memandangnya tak percaya, orang itu bilang bolanya dirusak oleh dirinya, sedangkan dia sama sekali tidak menyentuh barang apapun apalagi bola orang tersebut.

Suara derap langkah beberapa orang akhirnya menghampiri mereka, dan tokoh utama kita dapat melihat jika sang nyonya Namikaze langsung memeluk seseorang yang merupakan kembarannya. Dan tak lama sebuah tamparan mendarat dipipinya.

PLAK

"APA YANG KAU LAKUKAN HAH? KAU MERUSAK MAINAN KESAYANGAN ANAKKU DASAR ANAK TAK TAHU DIRI." Bentak sang nyonya Namikaze setelah memberikan tamparan yang sangat keras. Karena dapat kita lihat darah disudut bibir bocah bersurai pirang itu.

Sedangkan satu diantara mereka hanya bisa menutup mata sambil mengepalkan tangannya hingga buku buku kukunya memutih, dia tidak terima adiknya diperlakukan tidak adil oleh orang tuanya, dia ingin merengkuh tubuh rapuh adiknya, namun hal itu tidak akan mungkin bisa dilakukannya.

Sedangkan seseorang yang tadi memfitnah seorang bocah yang ditampar itu sedang tersenyum licik sambil tetap menangis dalam dekapan sang kaasan.

Penderitaan bocah pirang tersebut tidak sampai disitu, dia kini disuruh untuk membereskan rumahnya yang luas dan besar, dan kebetulan itu belum terurus oleh para maid. Dan dengan susah payah akhirnya bocah tersebutpun membereskan seluruh rumahnya hingga bisa dibilang mengkilap.

Skip Time

Hari sudah mulai sore, bocah pirang baru saja beres membersihkan rumah yang bisa dibilang itu dua kali lipat dari stadion. Dia mencari angin ke sebuah taman sambil merilekskan tubuhnya yang dirasa sangat pegal itu.

Ketika sampai di sebuah taman dia melihat sahabatnya duduk dibangku yang sering mereka duduki bersama. Dan akhirnya diapun ikut mendudukkan diri disamping sang sahabat.

Namun siapa sangka sahabatnya itu melayangkan tatapan yang tajam, seolah tatapan itu ingin mengulitinya. Dan dia tidak menemukan tatapan hangat sang sahabat. Sehingga dengan hati hati bocah pirang itu bertanya kepada sahabatnya.

"Kamu kenapa teme?" Ujarnya sambil menatap sang sahabat.

"Cih, masih sok baik juga kau." Ujar sang sahabat dengan mengerlingkan matanya jengah.

Dengan ekstra kehati hatian bocah pirang itu bertanya lagi, "maksudmu apa teme?"

"Sudahlah, tak usah sok baik lagi. Lebih baik sekarang kau pergi, dan tak usah lagi menunjukkan batang hidungmu didepanku. Aku muak melihatmu." Ujarnya sambil meninggalkan bocah pirang tersebut dengan wajah tak percayanya.

Naruto merasa kacau, ada apa dengan sahabatnya si pantat bebek itu? Kenapa dia seperti itu? Apa yang membuatnya seperti itu? Dan pertanyaan pertanyaan lain yang datang dikepalanya, hingga tanpa sadar tetesan tetesan kristal bening meluncur dari pipinya, tak menyadari bahwa ada dua pasang mata yang menatapnya dengan tatapan berbeda beda dengan posisi berbeda beda pula.

Disisi lain seorang bocah bersurai pirang yang perawakannya hampir sama dengan tokoh utama, dia tersenyum puas. 'HAHAHAHAHA KAU LIAT? SAHABATMU AJA MUAK DENGANMU. SEMUA YANG KAU PUNYA, SEKARANG SUDAH MENJAUH DARIMU ANAK SIAL.' Batinnya sambil tertawa nista.

Dia tidak menyadari jika disebrangnya seseorang memperhatikannya, seseorang dengan surai hitam diikat lemas dan keriput diwajahnya sedang memperhatikannya dengan tangan terkepal erat, menandakan bahwa dia sangat marah atas apa yang dilihatnya. 'LIHAT SAJA SUATU SAAT KALIAN AKAN MENYESALI PERBUATAN KALIAN. DAN KAU NARUTO, AKU BERDOA SEMOGA ADA ORANG YANG MAU MENGANGKATMU DARI NERAKA JAHANNAM ITU.' Batinnya sambil menatap nyalang ke bocah pirang yang sedang bersembunyi.

Yahhh memanglah didunia ini ketika kau merasa tersakiti atau terjatuh maka dibelakangmu akan ada dua hal, yang satu adalah sesuatu yang mentertawakanmu dengan puas, dan satunya lagi adalah sesuatu yang ikut bersedih dengan keadaanmu dan mendoakan yang terbaik untukmu, maka dari itu jangan pernah sekali kali kita merasa paling sial atau merasa paling jatuh dari semuanya. Karena dibalik sebuah luka akan ada obat mujarab, dibalik hujan akan ada pelangi yang indah, dan dibalik duka akan ada senyum tulus.

~°~

Malam mulai menjemput siang, bulan dan bintang mulai menjemput sang mentari, dan gelap mulai menjemput sang cahaya. Kita dapat melihat dalam sebuah ruangan didalam sebuah mansion terlihat seseorang yang sedang disiksa oleh seorang perempuan, padahal sudah satu jam hinaan dan siksaan itu dilayangkan, namun sepertinya hal itu tidak membuat mereka lelah, dan mungkin tidak akan berhenti jika tak dihentikan. Hingga sebuah suara mengintrupsikannya untuk berhenti.

"Kushina, sudahlah berhenti, ini sudah satu jam kau menyiksanya. Kalau dia mati bagaimana?" Ujar seseorang bersuarai pirang sambil melipat korannya.

"Biarkan saja dia mati Minato. Dia hanya anak tak tahu diuntung, hanya anak sial." Ujar perempuan berambut merah sambil terus memukuli seorang bocah dengan sebuah baja ringan.

Dengan membuang nafas lelah, sang kepala keluargapun menghampiri sang istri dan memeluknya.

"Jika dia mati disini. Kita juga yang repot. Jadi lebih baik kau sudahi ini. Dan suruh anak itu keluar dari rumah ini, dengan begitu jika dia mati, kita tidak akan repot sayang." Ujar Minato dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

Sedangkan sang bocah yang sudah satu jam menerima pukulan dari sang ibu hanya bisa menangis dalam diam, dia tak tahu lagi harus apa, dia tak tahu lagi harus bagaimana. Dia sudah lelah, lelah menghadapi semuanya, dia hanya berharap, jika dia pergi kelak jangan sampai ada yang bersedih. Karena dia tahu, jika kakak keduanya tahu akan hal ini maka dia yang akan merasa tersakiti. Hingga akhirnya dia takkan sanggup untuk pergi.

"Heh anak sial. Bawa barang barang mu, dan segera pergi dari hadapan kami. Dan satu hal lagi, jangan pernah kau datang kemari lagi." Ujar sang kepala keluarga dengan lembut namun menusuk. Dan dengan berat hati akhirnya bocah tersebut pergi kekamarnya untuk bersiap.




















Tbc.
.
.
.
.
.
.
Hai minna, mungkin yang sudah pernah membaca chap ini, author mau bilang nih, kalau chap ini dirubah total. Dan mungkin chap kedepannya juga mengikuti chap ini. Jadi author minta maaf ya kalau bikin kalian bingung. 🙏🙏🙏🙏
Nah untuk membuat author semangat kalian bantu author ya, cukup dengan like, komen, and share. Atau kalau ada yang berbaik hati bolehlah follow akun author ini. 😊😊
And arigato gozaimasu untuk yang udah bantu author, author sayang kalian.

Senja Yang Tak Lagi Sama (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang