Pias mentari pagi yang menerobos melalui celah-celah ventilasi udara di ruangan itu mau tak mau membuat Rin mengerjap-ngerjapkan mata untuk membiasakan cahaya yang masuk ke retinanya.
Rasa berat yang menggelayuti kelopak matanya membuat Rin kembali memejamkan indra penglihatannya tersebut.
Gadis yang sudah menjadi wanita itu kemudian menyapukan pandangannya dan terhenti saat menoleh ke tempat Obito tidur. Hembusan napas hangat yang menerpa permukaan kulit wajahnya serta suara lenguhan yang cukup berat membuat Rin terkejut.
Dalam sekian detik mata itu kembali terbuka dan membulat sempurna. Saking terkejutnya, Rin malah lupa untuk melepaskan lilitannya pada tubuh Obito yang kini juga sudah bangkit dari alam buainya.
"Selamat pagi, sayang." terdengar agak serak dan dalam.
Pemilik suara yang tak lain adalah suaminya sendiri baru saja menyapa Rin dengan lantunan yang begitu lembut.
Obito ekspresi terkejut Rin dari jarak sedekat ini membuat Obito menatapnya dengan sorot mata yang geli. Mimik syok dan diameter bola mata Rin yang membesar seperti itu sungguh terlihat lucu baginya.
"S-sayang.." Rin tersenyum canggung, "Sejak kapan kau memanggilku sayang? Panggil namaku saja." Ucap Rin malu .
Mengingat jika dalam jarak yang sedekat ini, pikiran Obito terbawa pada kejadian beberapa jam yang lalu.
Rin sendiri kini malah terpaku akan tatapan onyx Obito. Menghipnotis daya pikat wanita itu hingga membuat ia tak mampu beralih barang sedetik pun.
Menggigit bibirnya, tiba-tiba jantungnya berdegup kencang mengingat apa yang ia perbuat semalam. Ia menggoda suaminya dan ia malu.
Obito mengangkat dagunya, "Maksudku Rin, Istriku.." Ucapnya kemudian dengan canggung.
Obito juga sama sekali tak berkedip ketika menatap wajah Rin yang nampak begitu polos jika disaat seperti ini. Rin yang ditatap sedemikian intensnya tiba-tiba mulai merasakan hawa-hawa panas dingin yang menjalar di sekitar perutnya.
Entah mendapat dorongan dari mana, tiba-tiba tubuh Obito digerakkan oleh lelaki itu sendiri untuk semakin mendekat pada Rin. Bibir kini hanya berjarak satu centi dari bibir tipis Rin.
Organ tubuh Rin yang membuatnya masih hidup sampai sekarang bertalu begitu cepat dan kuat di dalam sana. Aliran darahnya terasa berdesir akibat terjadi pompaan yang cepat di seluruh urat nadinya.
Perasaan apa ini..?
Rin terus bertanya kepada dirinya sendiri ketika merasakan sesuatu yang mengembang di dalam perutnya. Hingga rasa-rasanya sesuatu tersebut akan meledak dari dalam perut.
Bibir Obito kian mendekat hingga ia bisa merasakan deru napas hangat yang membelai setiap inci permukaan kulitnya. Menuruti naluri, tanpa sadar Rin memejamkan mata untuk menunggu bibir Obito yang akan menyatu dengan belahan bibir ranumnya.
Detik demi detik terlewati. Namun Rin belum merasakan sesuatu apapun yang menempel pada permukaan bibirnya. Alih-alih penyatuan bibir, Obito justru malah memegang luka di lengan Rin.
"Tak kuduga, lukanya cepat sembuh" Ucap Obito tersenyum. "Bahkan, berwarna lebih cerah dari sebelumnya." Obito memundurkan kepala untuk mengamati wajah Rin yang kini memerah bak tomat.
Karena malu dan merasa gengsi dengan kelakuannya sendiri, Rin pun mendorong dada laki-laki itu supaya menjauh.
Sebelum mengeluarkan suara Rin berdeham terlebih dahulu untuk mengendalikan rasa gugupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fate { Obito X Rin }
FanfictionWanita itu, lebih suka menyibukkan dirinya sebagai ninja medis dari pada berada di sini, di tengah orang-orang yang putus asa. Nohara Rin yang putus asa untuk melepaskan diri dari cintanya karena Hatake Kakashi menikah dengan orang lain. "𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯...