Chapter 17

444 36 20
                                        





Acara kembali berlanjut, hidangan serta alunan musik romantis dari denting piano yang dimainkan oleh sang pianis pun telah melengkapi acara resepsi pernikahan tersebut.

Rin menyelipkan tangannya di lengan Obito seraya Obito yang menyuruhnya duduk. Pria itu meraih segelas air di atas meja dan menyerahkannya pada Rin. "Kenapa? mual?"

Rin mengangguk, meraih gelas yang Obito berikan sementara tangan satunya memijat-mijat tengkuknya.

Obito menyernyit melihat tingkah laku Rin sejak kemarin. Rin terserang penyakit maag atau apa? Obito samasekali tidak mengerti. Melihat Rin lemas dan wajahnya berubah pucat setelah muntah seperti sekarang membuatnya sangat khawatir.

Pria itu bergeser dan memijat tengkuk Rin. Awalnya Rin terkesiap dan hendak protes, namun pijatan itu sangat membantu tengkuknya yang sempat berat.

Tiga orang yang duduk bersama Obito dan Rin, hanya memperhatikan mereka. Siapa yang mengira, jika pasangan suami-istri —Obito dan Rin— terlihat sangat romantis.

Tak mau kalah, Asuma pun berdehem lalu meraih pundak Kurenai. "Asuma! Apa yang kau lakukan?"

"Apa kau lelah, Kurenai?"

Kurenai menyingkirkan tangan Asuma dari pundaknya. Ia malu. Apalagi saat melihat Rin tertawa menatapnya. Tapi melihat sahabatnya tersenyum tanpa beban seperti itu mau tidak mau membuat Kurenai lega.

Nampaknya Rin sudah melupakan Kakashi.

Begitulah pikirnya. Sekarang pernikahan Kakashi, Rin seolah-olah menghadiri acara pesta biasa. Padahal sebelumnya, Rin terlihat hancur mengetahui bahwa Kakashi akan menikah dengan Hanare.

"Guy, kau menjadi obat nyamuk diantara kami berempat, tahu." Ucap Obito tertawa.  "Apa yang kau pikirkan, tumben diam saja."

Guy berdecak. Sangat sialan dikatai seperti itu oleh Obito. Sedangkan Asuma tertawa terbahak-bahak oleh lelucon garing Obito.

"Benar, dia terus menempel seperti parasit diantara aku dan Kurenai." Dukung Asuma membuat Obito dan Kurenai tertawa.

Namun nampaknya Rin merasa kasihan, "Sudahlah.."

"Hmpph!" Guy mendengus, "Bisa-bisanya kalian berbicara seperti itu. Dan kau Obito, sikap Rin sangat berbanding terbalik denganmu. Bisa-bisanya Rin mau denganmu."

Obito mengerutkan keningnya, "Tentu saja mau. Karena bisa ku pastikan hanya air mata kebahagiaan yang akan mengalir dari mata indahnya."

Rin menggigit bibir bawahnya untuk menahan senyum, mendengar kata-kata Obito sangat romantis. Suaminya itu.. memang sangat pandai berkata-kata.

"Benar kan, Rin?" Tanya Obito meminta dukungan

Rin memundurkan kepalanya kemudian memukul bahu Obito pelan lalu meraih satu gelas air di atas meja untuk membasahi tenggorokannya yang terasa mengering.

"Omong-omong, apa kalian sudah mempunyai rencana untuk bulan madu?"

—"Uhuk!"

Rin tersedak setelah mendengar pertanyaan Guy yang cukup mengejutkannya. Bulan madu?

Obito mengusap-usap halus punggung Rin ketika wanita itu masih sedikit terbatuk. "Rin, pelan-pelan minumnya."

Kurenai menggerutu, "Kenapa harus kaget sih? Memang tidak semua orang melakukan bulan madu, tapi.. pergi lah bulan madu."

Rin hanya melirik horror ke arah Kurenai kemudian memberikan isyarat menyuruh Kurenai diam saja.

Kurenai mengabaikan Rin yang sudah seperti kepiting rebus dan malah melanjutkan perkataannya, "Sekalian buat keturunan."

"Aku juga memikirkan hal itu." Jawab Obito cepat, Rin terkejut namun cepat-cepat Obito meralat ucapannya, "Maksudnya memikirkan bulan madu. Tapi ku rasa sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk melakukannya," Obito berkilah, sedikit ragu ketika mengucapkan kalimatnya barusan.

"Kenapa kau bilang bukan waktu tepat?" Tanya Asuma penasaran.  "Bukankah kau bisa meminta ijin pada Minato-sensei, meminta hari libur?"

Obito mengangkat bahu, "Sebenarnya bukan masalah pekerjaan." Onyxnya melirik Rin dengan ragu, ide Guy sangat bagus tapi mengingat kondisi Rin yang akhir-akhir ini kurang baik, ia jadi khawatir.   "Karena, Rin tidak enak badan beberapa hari ini.. mungkin masalah bulan madu, ditunda dulu."

Kurenai memicing, "Tidak enak badan?"

Obito mengangguk.

"Tunggu dulu.." Kurenai memperhatikan wajah Rin yang pucat walaupun sudah dipoles make up, "Benar juga. Kau terlihat pucat!" Mendadak Kurenai heboh, Obito dan Rin hanya menyernyit heran.

"Astaga, Kami-sama—" Kurenai tercekat, memegang kepalanya. Teringat oleh Rin yang malam itu makan dango-nya nya hingga habis. Tapi ia belum bisa memastikan Rin hamil jika belum bertanya tanda-tandanya, "Apa kau yang rasakan akhir-akhir ini?" Tanya Kurenai.

Rin masih menyernyit heran. Kurenai nampak heboh, dan ia tidak mengerti mengapa. "Mual.. muntah, pusing. Lemas juga."

Kurenai menutup mulutnya tak percaya, begitupun dengan Asuma dan Guy yanng menunjukkan ekspresi keterkejutan. Berbanding terbalik dengan Obito yang merengut tidak mengerti.

Tetapi melihat ekspresi Kurenai juga teman-temannya membuat Rin berpikiran ambigu. Yang tadinya ia sempat berpikir bahwa ini mungkin hanyalah masuk angin atau kelelahan biasa, ia jadi berpikir kalau dia...

Hamil.

Tak hanya itu, Rin juga sempat menghitung-hitung kapan tamu bulanannya itu datang. Tapi tak kunjung datang, tamunya telat.

"Kau hamil, Rin!"

__________



Vote comment and share

Our Fate { Obito X Rin }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang